Polri Tetapkan Dua Pengurus Agen Pengirim ABK di Tegal Jadi Tersangka 

PT Mandiri Tunggal Bahari tidak terdaftar di Kemenhub

Jakarta, IDN Times - Polda Jawa Tengah pada Senin (18/5) mengaku sudah menangkap dua pengurus perusahaan PT Mandiri Tunggal Bahari. Status mereka kini sudah menjadi tersangka. Konfirmasi disampaikan oleh Kabid Humas Polda Jateng, Kombes (Pol) Iskandar Fitriana Sutrisna melaui pesan pendek. 

Sementara, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Ferdy Sambo mengatakan perusahaan PT MTB tidak memiliki izin untuk memberangkatkan ABK ke luar Indonesia. 

"Satgas TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) Polda Jateng langsung mengecek prosedur pemberangkatan para ABK," kata Ferdy pada hari ini ketika dikonfirmasi. 

PT Mandiri Tunggal Bahari merupakan perusahaan yang berlokasi di Tegal, Jawa Tengah, yang memberangkatkan ABK almarhum Hardianto. Ia kemudian bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok, Luqing Yuan Yu 623. Baru bekerja beberapa bulan, Hardianto kemudian ditemukan meninggal dan jasadnya dilarung di Perairan Somalia. 

Menurut dugaan, Hardianto meninggal akibat dianiaya selama bekerja di atas kapal Tiongkok itu. Video Hardianto dalam kondisi sakit dan dilarung kemudian viral di media sosial di Tanah Air. 

Padahal, peristiwa serupa juga menimpa tiga ABK lainnya di kapal berbendera Tiongkok, Long Xing 629. Jenazah tiga ABK dilarung di Perairan Samoa, Kepulauan Pasifik pada akhir 2019 dan awal 2020. 

Lalu, mengapa peristiwa itu kembali berulang?

1. Kronologi lengkap pelarungan jenazah awak Indonesia di Kapal Luqing Yuan Yu versi Kemlu

Polri Tetapkan Dua Pengurus Agen Pengirim ABK di Tegal Jadi Tersangka Jenazah ABK Indonesia dilarung di Laut Somalia (Facebook/Suwarno Canö Swe)

Proses pelarungan jenazah almarhum Hardianto sempat diabadikan oleh rekan-rekan ABK lainnya. Menurut keterangan yang diperoleh Kementerian Luar Negeri, Hardianto meninggal pada (16/1) lalu. Jasadnya kemudian dilarung di Perairan Somalia pada (23/1). Berikut kronologi lengkap proses pelarungan jenazah ABK asal Jakarta Barat itu: 

16 Januari 2020: almarhum Hardianto ditemukan meninggal ketika kapal tengah berlayar di Perairan Somalia

23 Januari 2020: PT Mandiri Tunggal Bahari, perusahaan yang memberangkatkan almarhum Hardianto ke Tiongkok, mengeluarkan surat keterangan kematian. Jenazah almarhum Hardianto kemudian dilarung di Perairan Somalia

Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Judha Nugraha mengatakan, menurut pengakuan PT Mandiri Tunggal Bahari, mereka telah menembuskan surat keterangan kematian itu ke pihak-pihak terkait seperti Kemenlu, Kementerian Ketenagakerjaan dan BP2MI. 

"Kami sudah melakukan pengecekan, surat tersebut tidak pernah dikirimkan baik kepada Kemenlu, Kemenaker atau BP2MI," tutur diplomat yang sempat ditugaskan di Kuala Lumpur dan Jenewa itu. 

8 Mei 2020: Kemenlu baru menerima informasi adanya WNI atas nama Hardianto yang meninggal dan jenazahnya dilarung ke laut. Informasi itu diterima melalui pengaduan di Direktorat PWNI. 

"Berdasarkan pengaduan itu, Kemenlu kemudian bertindak dengan meminta konfirmasi ke pihak keluarga. Kami juga berkoordinasi dengan KBRI di Nairobi karena wilayah kerjanya turut meliputi Somalia," kata dia lagi. 

Koordinasi juga dilakukan dengan KBRI di Singapura dan KBRI di Beijing. 

18 Mei 2020: Kemenlu bertemu dengan perwakilan ahli waris dan perusahaan untuk mengetahui dududk perkara

19 Mei 2020: KBRI Beijing melayangkan nota diplomatik yang berisi permintaan keterangan mengenai kematian ABK Indonesia di perairan Somalia

20 Mei 2020: Kemenlu mengadakan kembali pertemuan dengan ahli waris keluarga

Baca Juga: Ini Kronologi Jasad Awak WNI Dilarung di Somalia dari Kapal Tiongkok

2. Surat kematian menyebut almarhum Hardianto meninggal dalam tidur

Polri Tetapkan Dua Pengurus Agen Pengirim ABK di Tegal Jadi Tersangka Ilustrasi jenazah (IDN Times/Mia Amalia)

Berdasarkan keterangan koordinator organisasi DFW Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan, almarhum Hardianto meninggal dalam tidur. Sementara, menurut perusahaan pengerah Hardianto ke Tiongkok tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. 

Kemenlu pun masih terus melakukan pengecekan lebih lanjut soal penyebab meninggalnya Hardianto. Judha mengatakan KBRI Beijing sudah melayangkan nota diplomatik kepada Kemenlu Tiongkok. Isinya meminta klarifikasi mengenai apa yang menimpa Hardianto di atas kapal penangkap ikan itu. 

Berdasarkan informasi, perusahaan pemilik Kapal Luqing Yuan Yu berbeda dengan Kapal Long Xing 629. 

Judha juga menjelaskan surat keterangan kematian yang disebut ikut ditembuskan ke Kemenlu, tidak pernah diterima oleh pihaknya. Justru Kemenlu menemukan fakta PT Mandiri Tunggal Bahari tidak mengantongi izin untuk mengerahkan ABK ke luar negeri. 

"Bila mengacu ke Permenhub nomor 84, perusahaan tidak memiliki SIUPPAK (Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal). Kemenlu dan lembaga terkait akan berupaya untuk memenuhi hak-hak almarhum," kata Judha. 

3. Pemerintah didesak untuk melakukan motatorium pengiriman ABK untuk bekerja di kapal Tiongkok

Polri Tetapkan Dua Pengurus Agen Pengirim ABK di Tegal Jadi Tersangka (Ilustrasi kapal) IDN Times/Sukma Shakti

Koordinator DFW Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan mengatakan adanya dugaan penganiayaan di kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok ini sudah menjadi yang kedua, setelah sebelumnya tiga ABK juga meninggal di kapal Long Xin 629. Abdi menilai peristiwa semacam ini tak lagi boleh terulang. Justru, seharusnya dijadikan momentum oleh pemerintah untuk memperbaiki tata kelola awak kapal perikanan yang bekerja di dalam dan luar negeri. 

"Maka, Presiden perlu melakukan evaluasi total dan menyeluruh terhadap perjanjian dan kerja sama pengiriman ABK Indonesia untuk bekerja di kapal penangkap ikan Tiongkok," kata Abdi. 

Ia menggaris bawahi selama ini sudah menjadi rahasia umum, salah satu yang menyebabkan ABK Indonesia rentan mendapat perlakuan kekerasan karena pengiriman dilakukan terpisah oleh beberapa instansi. ABK bisa dikirim melalui Kementerian Perhubungan, Kemenaker, BP2MI, Pemerintah Daerah dan secara mandiri.

Opsi terakhir artinya perusahaan pengerah ABK langsung berkomunikasi dengan mitranya di negara penempatan. Akibatnya perwakilan Indonesia di negara tersebut kesulitan untuk melakukan pengawasan. 

"Selama proses evaluasi tersebut, pemerintah perlu melakukan moratorium pengiriman ABK Indonesia untuk bekerja di kapal berbendera Tiongkok," tutur dia lagi dalam keterangan tertulis pada (19/5). 

Baca Juga: Kasus Dugaan Perbudakan ABK Indonesia Dilaporkan ke Dewan HAM PBB

Topik:

Berita Terkini Lainnya