Nasir Djamil, Politisi yang Pernah Kecap Pengalaman Jadi Wartawan

Ternyata Nasir juga pernah jadi vokalis grup band slow rock

Jakarta, IDN Times - Bagi kamu yang aktif memantau isu politik, maka sosok politisi yang satu ini wajahnya sudah sangat familiar. Ia adalah Muhammad Nasir Djamil yang kini duduk sebagai anggota Komisi III yang mengurusi masalah hukum, HAM dan keamanan. 

Nasir sudah memiliki rekam jejak yang panjang di dunia politik. Ia sudah terjun sebagai anggota legislatif di DPRD Nanggroe Aceh Darussalam pada periode 1999-2004. Ia kemudian bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan lolos melaju ke Senayan pada 2004 lalu hingga saat ini. 

Namanya sempat menjadi sorotan lantaran ikut bergabung ke dalam panitia khusus hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai rekannya Miryam S. Haryani terseret kasus mega korupsi KTP Elektronik. 

Nasir juga sempat melontarkan kritik ketika Ruhut Sitompul menjadi Ketua Komisi III pada 2013 lalu. Ia berharap ketika dipimpin Ruhut, Komisi III tidak berubah menjadi komisi badut. 

"Jangan sampai apa yang dikhawatirkan sebagian orang bahwa Ruhut jadi ketua maka Komisi III menjadi menjadi komisi badut. Sebab, masih ada tiga pimpinan lainnya yang menutupi Ruhut," kata Nasir ketika itu. 

Sebelumnya, Nasir juga sempat menduduki kursi sebagai Wakil Ketua Komisi III sebelum akhirnya digeser oleh PKS. Penasaran hal lain mengenai politisi asal Aceh berusia 47 tahun itu? Berikut pemaparan yang dirangkum oleh IDN Times

1. Nasir pernah jadi 'kuli tinta' dan vokalis band slow rock

Nasir Djamil, Politisi yang Pernah Kecap Pengalaman Jadi Wartawan(Muhammad Nasir Djamil) www.dpr.go.id

Tidak banyak yang tahu sebelum terjun sebagai politisi, Nasir lebih dulu bekerja selama tiga tahun sebagai jurnalis. Namun, tidak tertera jelas informasi di media mana ia bekerja. 

Sementara, di masa remajanya yang dihabiskan di Aceh, Nasir sempat menjadi vokalis grup band beraliran slow rock yang diberi nama Nyetanus (Nyentrik Tapi Minus). Bahkan, ketika masih SMA, ia sempat manggung di beberapa acara.  

Baca Juga: Penembakan di Papua, Nasir Djamil PKS: Jadi Bahan 'Gorengan' Pilpres

2. Sempat dijuluki politisi muda patriotis asal Aceh

Nasir Djamil, Politisi yang Pernah Kecap Pengalaman Jadi Wartawan(Muhammad Nasir Djamil) www.instagram.com/@m.nasirdjamil

Sebelum melaju ke Senayan, Nasir merintis karier politiknya di kampung halamannya, Nangroe Aceh Darussalam. Keinginan terjun ke politik praktis didorong dari kepeduliannya terhadap masalah yang bergolak di NAD. Maka, pada tahun 1999 ia resmi menduduki kursi di tingkat legislatif yakni di DPRD Aceh. 

Saat masih menjadi anggota DPRD, Nasir sempat dijuluki politisi patriotis. Hal itu lantaran ia menjadi satu-satunya perwakilan fraksi di PKS yang menolak pesangon senilai Rp75 juta saat meninggalkan kursi DPRD. Ia juga menjadi satu-satunya anggota dewan yang berani menolak Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Gubernur NAD, Abdullah Puteh karena terlibat kasus korupsi. 

3. Nasir sempat tidak yakin Prabowo akan kembali mencalonkan diri menjadi Presiden di Pilpres 2019

Nasir Djamil, Politisi yang Pernah Kecap Pengalaman Jadi WartawanIDN Times/Ilyas Listianto Mujib

Pada Agustus lalu, Prabowo memang sudah mendeklarasikan diri kembali maju ke ring pertarungan Pilpres 2019. Namun, pada April lalu, Nasir masih tidak yakin mantan Danjen Kopasus itu akan kembali mencalonkan diri. 

Dalam sebuah pemberitaan, Nasir menilai justru yang berpeluang untuk maju adalah mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo. 

"Saya punya analisa tiket itu (tiket capres) akan diberikan kepada orang lain. Yang paling berkesempatan adalah GN (Gatot Nurmantyo)," ujar Nasir di gedung DPR pada (16/4) lalu. 

Ia berpendapat demikian bukan tanpa sebab. Dalam pandangannya ketika itu, Prabowo dinilai sudah tidak lagi memiliki logistik yang cukup untuk maju dalam Pilpres 2019. Sebab dana logistik Prabowo sudah terkuras di Pilpres 2014 lalu. 

"Saya gak tahu selama 5 tahun kemarin ini, dia sudah mendapatkan logistik balik atau tidak. Tapi, saya punya firasat Prabowo tidak akan maju," katanya lagi. 

Firasat itu akhirnya meleset lantaran pria yang sempat menjadi menantu dari Keluarga Cendana tersebut tetap maju dan menggandeng Sandiaga Uno, kader yang juga dari Partai Gerindra sebagai calon wakil presiden. 

4. Nasir dan anggota Komisi III sempat mendukung wacana pembentukan Densus Tindak Pidana Korupsi di bawah Polri

Nasir Djamil, Politisi yang Pernah Kecap Pengalaman Jadi WartawanANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Tahun 2017, Polri sempat mengusulkan agar dibentuk satu detasemen khusus tindak pidana korupsi (Tipikor) yang kemudian menjadi blunder. Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menilai perilaku korupsi yang massif membutuhkan penanganan yang tidak biasa. Maka, jadilah ia mengusulkan pembentukan densus tipikor ketika menggelar rapat dengar pendapat dengan anggota komisi 3. 

"Kami sudah sampaikan, ini (Densus Tipikor) bukan bertujuan untuk membubarkan KPK. Tidak juga untuk mengurangi kewenangan kejaksaan," ujar Tito pada 16 Oktober 2017 lalu. 

Peran dari Densus Tipikor pun menurut dia, bukan untuk menegasikan peran dari institusi lain, tetapi berbagi peran pemberantasan korupsi. Bahkan, kata Tito, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun tidak mempermasalahkan pembentukan densus Tipikor. 

Ide itu didukung penuh oleh anggota Komisi 3, termasuk Nasir Djamil. Bahkan, ketika Wakil Presiden Jusuf "JK" Kalla menilai pembentukan densus tipikor dirasa belum perlu, Nasir berpendapat sebaliknya. 

"Pertanyaannya apakah Beliau (JK) tahu seluk beluk koordinasi selama ini antara KPK, Kejaksaan dan kepolisian? Apa saja kendalanya di lapangan? Jadi, bukan hanya kecurigaan semata atau tidak percaya saja," kata Nasir pada Oktober 2017 lalu. 

Walaupun akhirnya, pembentukan densus itu diminta ditunda oleh Presiden Jokowi. 

5. Sempat mengeluhkan OTT KPK tidak akan mengurangi perbuatan korupsi di Indonesia

Nasir Djamil, Politisi yang Pernah Kecap Pengalaman Jadi WartawanANTARA FOTO

Duduk di komisi 3, tentu mengharuskan Nasir bermitra dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nasir bolak-balik menyebut PKS pro terhadap pemberantasan tindak korupsi. Namun, saat digelar rapat dengar pendapat, Nasir justru menyentil kinerja KPK. 

Menurutnya, KPK membenci koruptor dan bukan perbuatan korupsi. Salah satu bentuk kebencian terhadap koruptor diwujudkan dengan intens menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT).

"Ada kesan KPK benci koruptor bukan sama korupsi, (itu) beda. Jadi kalau benci sama korupsi berusaha sekuat tenaga supaya negara ini selamat dari korupsi. Benci dengan koruptor, OTT, OTT, OTT terus," kata Nasir di saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III dengan KPK pada tahun lalu. 

Ia pun menilai OTT sifatnya hanya bisa meredakan perbuatan korupsi, bukan menghilangkannya. 

"OTT itu kayak minum Paramex hanya meredakan sakit kepala. Saya katakan bukan tidak menghargai. OTT itu ibarat orang sakit kepala minum obat sakit kepala hanya meredakan," katanya lagi. 

Baca Juga: PKS Setorkan Dua Nama Cawagub DKI, Ini Respons Anies Baswedan

Topik:

Berita Terkini Lainnya