Satgas: WNI Turis Tak Berhak Dikarantina di Wisma Atlet

WNI mengeluh diketok biaya karantina hotel sampai Rp19 juta

Jakarta, IDN Times - Satgas Udara COVID-19 di Bandara Soekarno-Hatta menegaskan WNI yang kembali dari luar negeri untuk kepentingan wisata tak berhak meminta dikarantina terpusat di Wisma Pademangan. Mereka wajib menjalani karantina di hotel. 

Hal itu disampaikan oleh Komandan Satgas Udara COVID-19 di Bandara Soetta, Kolonel Agus Listiyono ketika diminta tanggapannya mengenai video viral berisi banyak WNI yang terlunta-lunta di Terminal 3 bandara. Di dalam video dengan durasi 2 menit dan 40 detik itu, terdengar suara perempuan yang mengaku sebagai turis. Tetapi, meski sudah menunggu selama berjam-jam, ia belum bisa keluar dari bandara dan menjalani karantina wajib selama 10 hari di Wisma Pademangan. 

"Kami sudah tiba sejak magrib, tapi sampai subuh belum selesai (proses untuk bisa masuk tempat karantina). Pemerintah ini bener-bener, sebuah penyiksaan ini," ungkap perempuan itu. 

"Kami masih antre di Bandara Soekarno-Hatta agar bisa dikarantina di Wisma Atlet," katanya lagi. 

Agus pun merasa geram mengetahui isi video tersebut. Seharusnya, kata dia, perempuan yang mereka video merasa malu. "Yang berhak untuk (dikarantina) di wisma atau (mendapat) layanan karantina dari pemerintah secara gratis, menurut surat edaran hanya ada tiga kriteria. Pertama, Pekerja Migran Indonesia (PMI), kedua pelajar Indonesia yang mendapatkan beasiswa di luar negeri dan ketiga, ASN atau PNS yang diberi surat dinas dari pemerintah," kata Agus. 

Ia mengatakan bukan kali pertama WNI ke luar negeri untuk berwisata tetapi tak mau dikarantina di hotel. Mereka mengaku tak punya uang lalu ingin dikarantina di Wisma Pademangan. 

"Tapi, kenyataannya punya HP yang bagus, perhiasan banyak. Lalu, kalau dicek di paspornya kelihatan di imigrasi sudah pernah bolak-balik ke luar negeri. Tolong, itu digarisbawahi. Itu namanya angel alias susah. Ini kan berarti dia jadi beban negara, kok malah dibalik seolah-olah dia yang gak diurus oleh negara," tuturnya lagi. 

Lalu, apa respons Agus mengenai biaya karantina di hotel yang mencapai Rp19 juta?

1. Karantina di hotel mencapai Rp19 juta karena ada biaya nakes dan tes swab PCR

Satgas: WNI Turis Tak Berhak Dikarantina di Wisma AtletIlustrasi karantina mandiri di Hotel Fairmont Jakarta Pusat (www.fairmont.com)

Di dalam video itu terdengar perempuan perekam video didekati oleh orang tertentu yang menawarkan karantina di hotel. Biayanya fantastis selama 10 hari dikenakan Rp19 juta. 

"Kalau mau di hotel, satu orangnya (bayar) Rp19 juta. Kalau 22 orang jadi berapa ratus juta," ungkap perempuan tersebut sambil terdengar tertawa.

Ia pun turut menunjukkan situasi di terminal 3 yang dipenuhi oleh WNI yang baru tiba di Indonesia. Mayoritas dari mereka merupakan Pekerja Migran Indonesia. Tetapi, karena mereka belum bisa masuk ke Wisma Pademangan, alhasil mereka terpaksa tidur di bandara. 

Sementara, menurut Agus, tidak ada upaya untuk mencari cuan saat karantina mandiri di hotel. Ia menegaskan biaya menginap reguler di hotel tidak bisa disamakan dengan kepentingan karantina. 

"Itu ada nakesnya, ada (swab) PCR-nya yang ditanggung hotel. Terus, tes PCR kedua juga ditanggung oleh hotel. Armada pengangkutnya dari bandara yang bawa dari hotel, keamanannya juga hotel," katanya merinci. 

Sementara, kini hotel-hotel untuk karantina mandiri sudah mulai penuh. Padahal, ada 105 hotel yang diajak bermitra oleh Satgas Penanganan COVID-19.

Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I, Kolonel Aris Mudian, melaporkan jumlah warga yang kini tengah menjalani karantina wajib di sejumlah hotel mencapai 6.677 orang. Mereka tersebar di 44 hotel.

Baca Juga: Meski Lockdown, RSDC Wisma Atlet Catat Pasien COVID-19 Tambah 19 Orang

2. Kapasitas hotel untuk karantina jelang akhir tahun mulai penuh

Satgas: WNI Turis Tak Berhak Dikarantina di Wisma AtletDaftar pilihan hotel untuk bisa karantina usai tiba dari luar negeri (Tangkapan layar daftar hotel karantina)

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito mengatakan warga bisa mengecek daftar hotel untuk karantina di situs https://quarantinehotelsjakarta.com/hotels.html. Di sana, dimuat semua hotel mulai bintang dua hingga bintang lima untuk karantina pelaku perjalanan internasional. 

Sayangnya, tidak semua warga familiar dengan informasi tersebut. Sehingga, mereka sering kali bingung ketika dipaksa untuk menginap di hotel dengan harga yang telah ditentukan. 

"Jadi, komunikasi publik ini memang kami tingkatkan dari waktu ke waktu. Tapi, informasi ini sudah disampaikan cukup lama dan di bandara pasti sudah disampaikan," ungkap Wiku ke media pada 16 Desember 2021. 

Ia pun mengakui tingkat hunian hotel jelang akhir tahun mulai penuh. Sebanyak 13.500 kamar yang disediakan, kata Wiku, sudah terisi semua. 

"Sekarang, sedang ditingkatkan 30 hotel lagi (untuk karantina wajib)," kata dia. 

3. Pemerintah didorong untuk batasi keluar masuknya WNI ke Indonesia

Satgas: WNI Turis Tak Berhak Dikarantina di Wisma AtletIlustrasi pesawat (Pesawat) (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, mantan komisioner Ombudsman, Alvin Lie mengusulkan agar pemerintah membatasi jumlah WNI yang ke luar Indonesia dan kembali ke Tanah Air. Dengan begitu, proses pelayanan untuk menempatkan WNI di tempat karantina sesuai dengan kemampuan. 

"Misalnya dibatasi per hari yang boleh keluar hanya boleh 100 orang. Bisa juga diberikan ketentuan yang ingin ke luar negeri harus darurat dan membutuhkan surat izin semacam SIKM. Kalau dulu kan SIKM digunakan untuk keluar masuk ke daerah, ini untuk membatasi keluar masuk ke Indonesia. Pemerintah kan bisa buat aturan," ungkap Alvin ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Senin (20/12/2021). 

Cara lain yang bisa dilakukan yaitu pemerintah membuat ketentuan seperti yang ditempuh Australia. Mereka membuat aturan kepada masing-masing maskapai hanya boleh mengangkut masuk penumpang dalam jumlah tertentu. 

"Tetapi, kan saat ini kebijakan yang berlaku ambigu. Di satu sisi, kita ingin mencegah COVID-19, tetapi ingin agar orang yang masuk sebanyak-banyaknya, tetapi infrastruktur dan cara kerjanya malah belum siap," katanya mengkritisi. 

Baca Juga: Pemerintah Akan Tambah Masa Karantina Jadi 14 Hari Jika Omicron Meluas

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya