Sudah Tahu Ada di Singapura, Kenapa Sjamsul Nursalim Hanya Masuk DPO?

DPO hanya berlaku bagi tersangka yang berada di Indonesia

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi memasukan nama suami istri, Sjamsul dan Itjih Nursalim ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Keduanya dimasukan ke dalam daftar tersebut lantaran menjadi tersangka dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sebelum dimasukan ke dalam DPO, penyidik KPK sudah memanggil Sjamsul dan Itjih sebanyak dua kali yakni pada (28/6) dan (19/7). 

Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, nama suami istri itu sudah dimasukan ke dalam DPO pada September lalu. 

"Komisi Pemberantasan Korupsi telah memasukan dua nama tersangka SJN (Sjamsul) dan ITN (Itjih) dalam Daftar Pencarian Orang. KPK mengirimkan surat kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia Up Kabareskrim Polri perihal DPO tersebut," kata Febri melalui keterangan tertulis pada Senin (30/9) kemarin. 

DPO itu, katanya lagi, bermakna institusi antirasuah meminta bantuan Polri untuk melakukan pencarian kedua tersangka. 

"Setelah itu, KPK melakukan koordinasi dengan pihak Polri dan instansi terkait lainnya," tutur dia lagi. 

Lalu, mengapa KPK memilih menetapkan untuk memasukan Sjamsul dan Itjih ke dalam DPO? Sedangkan, mereka sudah tahu keduanya tak lagi berada di Indonesia. Baik Sjamsul dan Itjih sudah menjadi penduduk tetap di Singapura. 

1. KPK mengandalkan kerja sama dengan lembaga antirasuah di Singapura

Sudah Tahu Ada di Singapura, Kenapa Sjamsul Nursalim Hanya Masuk DPO?(Capim petahana KPK Alexander Marwata) ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Ketika dikonfirmasi kepada Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, ia mengatakan pihaknya memang belum mengeluarkan red notice. Alih-alih mengeluarkan red notice, komisi antirasuah memilih untuk tetap menggandeng Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) di Negeri Singa agar bisa memperoleh keterangan dari Sjamsul dan Itjih. 

"Kami sudah berkoordinasi dengan CPIB Singapura dan sudah disampaikan surat (pemanggilan untuk diperiksa). Jadi, kita tunggu saja," kata Alex yang ditemui di gedung KPK pada Selasa pagi (1/10). 

Alex mengaku yakin CPIB akan bersedia membantu untuk mengusut kasus yang telah merugikan keuangan negara mencapai Rp4,5 triliun itu. Apalagi, kata dia, baik Indonesia dan Singapura sudah memiliki kerja sama sepanjang sudah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Walaupun, dalam kasus ini, tersangka adalah penduduk tetap Singapura. 

"Kami koordinasikan (dengan CPIB). Kami bayangkan yang bersangkutan berdomisili pada satu negara tertentu," kata dia lagi. 

Komisi antirasuah sendiri sudah melayangkan surat pemanggilan ke lima alamat berbeda yang diketahui merupakan tempat tinggal keduanya. Lima alamat itu terdiri dari satu rumah di Indonesia yang berlokasi di Simprug. 

"Empat lainnya berlokasi di Singapura, termasuk di 18C Chatsworth Rd," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah melalui keterangan tertulis. 

Baca Juga: Hampir 3 Bulan, Tapi KPK Masih Belum Terima Salinan Putusan BLBI

2. KPK membutuhkan keterangan Sjamsul dan Itjih Nursalim

Sudah Tahu Ada di Singapura, Kenapa Sjamsul Nursalim Hanya Masuk DPO?(Ilustrasi yang menggambarkan Sjamsul Nursalim) IDN Times/Rahmat Arief

Alex mengakui meminta keterangan terhadap keduanya memang tidak mudah. Oleh sebab itu dengan menggandeng CPIB, KPK tidak berharap muluk-muluk. Mereka ingin menggali keterangan dari Sjamsul dan Itjih. 

"Kalau bisa didatangkan (Sjamsul dan Itjih) ke Indonesia akan lebih baik. Kalau tidak, bisa juga diperiksa di kantor CPIB itu juga akan membantu. Kami pun memanggil yang bersangkutan ke Jakarta sebagai tersangka," kata Alex lagi. 

Sejauh ini, Sjamsul belum menunjuk kuasa hukum untuk menangani perkara pidananya dengan komisi antirasuah. Maqdir Ismail dan Otto Hasibuan ditunjuk oleh Sjamsul sebagai kuasa hukum untuk menangani isu perdatanya. 

3. Sjamsul dan Itjih Nursalim terancam pidana penjara 20 tahun

Sudah Tahu Ada di Singapura, Kenapa Sjamsul Nursalim Hanya Masuk DPO?(Ilustrasi narapidana) IDN Times/Sukma Shakti

Akibat masih mengemplang dana BLBI senilai triliunan rupiah, baik Sjamsul dan istrinya terancam pidana penjara sangat berat yakni maksimal 20 tahun. Sebab, oleh penyidik KPK, keduanya disangkakan dengan menggunakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pemberantasan korupsi. 

Apabila merujuk ke pasal itu, maka keduanya terancam pidana berkisar 1-20 tahun. Selain itu, ada pula denda berkisar Rp50 juta hingga Rp1 miliar. 

Sebagai pemenuhan hak tersangka, maka KPK telah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan pada (17/5) dengan tersangka Sjamsul dan Itjih Nursalim. Surat dilayangkan ke empat lokasi di Singapura dan satu lokasi di Indonesia yakni The Oxley (Singapura), Clunny Road (Singapura), Head Office of Giti Tire (Singapura), 18c Chatsworth dan rumah di area Simprug, Kebayoran Lama, Jaksel. 

4. KPK akan menempuh peradilan in absentia

Sudah Tahu Ada di Singapura, Kenapa Sjamsul Nursalim Hanya Masuk DPO?twitter.com/KNX1070

Menurut Alex, salah satu langkah yang akan ditempuh oleh KPK yakni menjalani peradilan secara in absentia. Ia mengatakan sebelum menempuh kebijakan tersebut, KPK sudah mendengarkan masukan dari beberapa ahli hukum untuk menanyakan apakah hal tersebut mungkin untuk dilakukan. 

"Nanti, kalau yang bersangkutan tidak hadir (saat dipanggil) ya dengan (menggunakan) in absentia. Kami sudah mengundang beberapa ahli untuk memberikan pendapat," kata Alex pada (28/5) lalu. 

Ia menjelaskan sebelum akhirnya diputuskan pengadilan secara in absentia, KPK akan mengumumkan terlebih dulu melalui media massa.

"Tapi, kalau soal detailnya itu JPU (jaksa penuntut umum) yang lebih tahu," tutur dia. 

Namun, dalam hukum, proses pengusutan kasus secara in absentia tetap dimungkinkan. Bisa disebabkan karena kesehatan atau usia pelaku tindak kejahatan yang sudah tak lagi memungkinkan. 

Baca Juga: KPK akan Gunakan Metode In Absentia untuk Kasus Korupsi BLBI

Topik:

Berita Terkini Lainnya