Vaksin Nusantara Tak Perlu Izin BPOM, Bukan untuk Konsumsi Massal

Pengadaan Vaksin Nusantara sepenuhnya wewenang Kemenkes

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan izin penggunaan darurat (EUA) untuk Vaksin Nusantara yang diinisiasi mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, tidak terkait pihaknya. Sebab, selama ini pemberian vaksin berbasis sel dendritik tersebut tidak dilakukan secara massal.

Vaksin Nusantara bersifat autologus atau pemberiannya bersifat individual. Maka, pemberian vaksin itu harus melalui skema terapi atau berbasis pelayanan. 

"(Izin EUA) tidak ada hubungannya dengan BPOM. Itu tidak perlu mendapatkan izin dari kami, BPOM, karena itu (vaksin) kan diberikan satu orang satu orang, individual," ungkap Penny kepada media pada Senin, 10 Januari 2022, di Jakarta.

Ia menjelaskan seluruh pengawasan terkait penelitian dan pengadaan Vaksin Nusantara menjadi kewenangan penuh di Kementerian Kesehatan. Penny menambahkan keputusan itu merupakan bagian dari nota kesepahaman atau MoU yang ditandatangani oleh BPOM, Kemenkes dan TNI AD pada 19 April 2021.

Di dalam kesepakatan itu, tertulis dengan jelas posisi BPOM hanya sebagai pihak yang memberikan pengarahan terkait proses penelitian sesuai dengan kaidah saintifik. 

Pertanyaan diberikan kepada Penny karena pemerintah menyebut Vaksin Nusantara bakal digunakan sebagai salah satu merek untuk vaksin booster. Sementara, pada Senin kemarin, baru lima merek vaksin yang diberikan lampu hijau untuk digunakan sebagai booster mulai 12 Januari 2022. Sisa delapan merek lainnya masih terus dilakukan pengujian. 

Apa saja lima merek vaksin yang telah diberikan lampu hijau untuk digunakan sebagai booster?

1. Daftar lima merek vaksin yang diberi izin BPOM untuk booster

Vaksin Nusantara Tak Perlu Izin BPOM, Bukan untuk Konsumsi MassalKepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito ketika memberikan keterangan pers pada Senin, 10 Januari 2022 (Tangkapan layar YouTube BPOM)

Berdasarkan data yang disampaikan Penny, ada lima merek vaksin yang sejauh ini tergolong aman diberikan sebagai vaksin booster. Penelitian terhadap merek vaksin ini sudah dilakukan sejak November 2021.

Kalian perlu mencatat, apa merek vaksin awal dua dosis yang diterima pada 2021 lalu. Sebab, menurut BPOM tak semua merek vaksin bisa dicampur begitu saja.

Berikut daftar merek vaksin yang dapat digunakan untuk booster dan merek mana saja yang dapat digunakan berbeda dengan dua dosis sebelumnya:

1. CoronaVac produksi PT Bio Farma (homolog)

Wajib digunakan dengan vaksin merek serupa enam bulan lalu atau disebut homolog. Efek samping yang bakal dirasakan yakni reaksi lokal seperti nyeri, kemerahan dengan tingkat keparahan level satu hingga dua. Antibodi meningkat 21 hingga 35 kali setelah 28 hari pemberian vaksin booster.

2. Pfizer (homolog)

Wajib digunakan dengan vaksin merek serupa enam bulan lalu. Efek samping yang dirasakan yakni reaksi lokal, nyeri di bagian otot dan kepala hingga demam di level satu hingga dua. Antibodi meningkat 3,3 kali setelah satu bulan. 

3. AstraZeneca (homolog)

Wajib digunakan dengan vaksin merek serupa enam bulan lalu. Antibodi meningkat hingga 3,5 kali setelah disuntikan.

4. Moderna (homolog dan heterolog)

Bisa digunakan dengan vaksin merek serupa enam bulan atau merek vaksin berbeda. Vaksin dosis pertama dan kedua yang bisa diberikan booster Moderna yakni AstraZeneca, Pfizer dan Johnson & Johnson. Dosis yang diberikan hanya 1/2. Setelah disuntikan, antibodi meningkat 13 kali. 

5. Zifivax (heterolog)

Bisa digunakan dengan vaksin yang berbeda dari vaksin dua dosis yang diberikan enam bulan lalu. Vaksin dosis pertama dan kedua yang dapat diberi Zifivax yakni SinoVac atau Sinopharm. 

Baca Juga: BPOM Beri Izin 5 Merek Vaksin untuk Booster

2. Menko Airlangga sebut Vaksin Nusantara bakal digunakan sebagai booster

Vaksin Nusantara Tak Perlu Izin BPOM, Bukan untuk Konsumsi MassalMenko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan keterangan terkait perekonomian nasional di masa pandemi COVID-19 di Jakarta, Rabu (5/8/2020) (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Sementara, ketika memberikan keterangan pers pada Senin, 10 Januari 2022, Menteri Koordinator bidang perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah bakal terus mendorong pengembangan Vaksin Nusantara. Ia menjelaskan pelaksanaan vaksin berbasis sel dendritik itu akan berbeda dengan vaksin COVID-19 pada umumnya. 

"Saat sekarang ini, (Vaksin Nusantara) diterapkan di rumah sakit," ungkap Airlangga seperti dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden. 

"Treatment-nya sedikit berbeda karena ini imunoterapi, dalam bentuk peralatan kesehatan," katanya. 

Pernyataan Airlangga mengonfirmasi Vaksin Nusantara tidak bisa diberikan kepada orang banyak dalam waktu bersamaan. Vaksin ini menuai sorotan lantaran tidak memenuhi persyaratan uji klinis yang ditetapkan oleh BPOM. Alih-alih memulai ulang proses penelitiannya, Terawan malah tetap melanjutkan dan meminta dukungan politik ke Komisi IX DPR.

Selain Vaksin Nusantara, merek vaksin lain yang bakal disiapkan sebagai booster yakni Vaksin Merah Putih kerja sama Universitas Airlangga dengan PT Biotis, Bio Farma dan Lembaga Biomolekuler Eijkman, Kalbe Farma dan Genexin. 

3. Kemenkes sebut belum ada keputusan final memasukan Vaksin Nusantara ke daftar booster

Vaksin Nusantara Tak Perlu Izin BPOM, Bukan untuk Konsumsi MassalInfografis Vaksin Nusantara. (IDN Times/Sukma Shakti)

Secara terpisah, Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan belum ada keputusan akhir mengenai Vaksin Nusantara bakal dimasukan ke dalam booster. Ia mengatakan hal tersebut masih dalam pembahasan. 

"Belum final ya ini (Vaksin Nusantara dimasukan ke dalam booster). Masih pembahasan," kata Nadia melalui pesan pendek pada Senin kemarin. 

Epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman sudah mewanti-wanti bila dalam proses penelitian Vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Subroto terjadi sesuatu, maka semua pihak yang terlibat di dalam penelitian itu harus bertanggung jawab. Maka, Terawan juga masuk ke dalam pihak yang bakal dimintai pertanggungjawabannya. 

"Ini termasuk pelaksana penelitian dan institusi tempat dilakukannya penelitian," ungkap Dicky kepada IDN Times melalui pesan suara pada April 2021. 

Baca Juga: BPOM: Antibodi Vaksin Dua Dosis Menurun Usai 6 Bulan Penyuntikan

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya