Wakil Ketua KPK Ikut Disorot AS, Mahfud: Dewas Harus Tindak Tegas

Mahfud minta tidak ada yang ditutup-tutupi oleh Dewas KPK

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD turut berkomentar soal isu pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar. Pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Lili juga disorot oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan masuk ke dalam Indonesia 2021 Human Rights Report. Laporan yang diterbitkan pada 13 April 2021 itu berisi evaluasi dari 190 negara, termasuk Indonesia. 

"Pada 30 Agustus, Dewas KPK memutuskan Wakil Ketua KPK bersalah terhadap pelanggaran etik ketika tengah mengusut kasus suap yang melibatkan Wali Kota Tanjung Balai, Muhammad Syahrial. Dewas menyatakan Lili sempat menjalin kontak dengan pihak yang sedang disidik oleh KPK demi keuntungan pribadinya. Dewas KPK menjatuhkan sanksi pemotongan gaji 40 persen selama satu tahun," demikian isi laporan setebal 60 halaman itu yang menyitir laporan sejumlah LSM. 

Sanksi dari Dewas ketika itu dikritik oleh banyak pihak, termasuk eks pimpinan KPK, Saut Situmorang. Sebab, untuk pelanggaran kode etik yang tergolong berat, Lili layak dipecat dari posisi Wakil Ketua KPK. 

Kini, Lili kembali menjadi sorotan. Ia diduga kembali melanggar kode etik karena menerima fasilitas tiket MotoGP Mandalika dan akomodasi di Lombok Tengah pada Maret lalu. 

Mahfud pun mengusulkan agar isu pelanggaran kode etik itu diselesaikan secara transparan dan tegas. "Dewas harus menunjukkan sikap tegas kepada publik. Jangan ada yang ditutup-tutupi," kata Mahfud dalam keterangan tertulis, Minggu (17/4/2022). 

"Bila Lili Pintauli terbukti salah, maka harus dijatuhi sanksi. Sebaliknya, kalau dia benar, maka harus dibela," tutur Mahfud lagi. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu berharap, dengan diproses secara tegas maka bisa mencegah terjadinya ketidakpercayaan publik. Ia mewanti-wanti agar jangan sampai terjadi demoralisasi dan ketidaknyamanan di internal komisi antirasuah. 

Apa tanggapan masyarakat sipil terkait pemberian fasilitas tiket MotoGP Mandalika untuk Lili?

1. Lili Pintauli bisa dibui karena terima tiket MotoGP Mandalika

Wakil Ketua KPK Ikut Disorot AS, Mahfud: Dewas Harus Tindak Tegas(Profil Wakil Ketua KPK terpilih Lili Pintauli Siregar) IDN Times/Arief Rahmat

Sementara, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, Lili tak bisa lagi hanya dijerat dengan dugaan pelanggaran kode etik karena diduga menerima tiket MotoGP Mandalika di Lombok. Pasalnya, ini bukan kali pertama mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu melakukan pelanggaran kode etik.

Bahkan, Dewas pernah menyatakan Lili terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat. Itu sebabnya, ICW mengaku tak heran bila nama Lili kembali terjerat kasus serupa. 

"Sebab, rekam jejak yang bersangkutan memang bermasalah, terutama pascakomunikasinya dengan pihak berperkara terbongkar ke tengah masyarakat," ungkap peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, pada 13 April 2022 lalu. 

Menurutnya, tiket gratis yang diterima oleh Lili bisa dianggap gratifikasi bila tak dilaporkan ke komisi antirasuah.

"Tindakan ini jelas melanggar Pasal 12 B UU Tipikor dan Wakil Ketua KPK itu dapat diancam dengan pidana penjara 20 tahun bahkan seumur hidup," tutur dia. 

Kedua, penerimaan itu bisa dianggap sebagai praktik suap apabila pihak pemberi telah berkomunikasi dengan Lili dan terbangun kesepakatan untuk permasalahan tertentu, misalnya, pengurusan suatu perkara di KPK. Tindakan ini jelas melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor dengan hukuman 20 tahun penjara bahkan seumur hidup.

"Ketiga, penerimaan itu bisa dianggap sebagai pemerasan jika Lili melontarkan ancaman terhadap pihak pemberi dengan iming-iming pengurusan suatu perkara. Tindakan ini memenuhi unsur Pasal 12 huruf e UU Tipikor dengan ancaman 20 tahun penjara bahkan seumur hidup," kata dia lagi. 

Baca Juga: Wakil Ketua KPK Dilaporkan Terkait Fasilitas Nonton MotoGP Mandalika

2. Dewas didesak bertindak pro aktif mencari bukti penerimaan tiket MotoGP Mandalika

Wakil Ketua KPK Ikut Disorot AS, Mahfud: Dewas Harus Tindak TegasTampilan Pertamina Mandalika International Street Circuit di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) (www.instagram.com/@motogp.mandalika)

Lebih lanjut, Kurnia mendesak Dewas agar bertindak pro aktif untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang relevan terkait dugaan penerimaan tiket MotoGP Mandalika bagi Lili. Dewas bisa mulai menelusuri komunikasi antara Lili dengan pihak pemberi tiket, data manifes penerbangan atau rekaman CCTV di Sirkuit Mandalika.

"Dewas juga bisa melacak tempat penginapan (di mana Lili menginap)," kata Kurnia.

Ia juga mendesak agar Dewas harus segera membawa dugaan pelanggaran kode etik tersebut ke dalam persidangan etik. Sementara, dalam penelusuran ICW, Lili terindikasi melanggar dua pasal. Pertama, Lili bisa dikenakan Pasal 4 ayat 2 huruf a PerDewas 02/20 yang berbunyi:

"Setiap Insan Komisi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh Komisi kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan Pimpinan atau atasan langsung."

Kedua, Lili bisa dikenakan Pasal 4 ayat (2) huruf b PerDewas 02/20 yang berbunyi: "Setiap Insan Komisi dilarang menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi."

3. Menko Mahfud klaim kinerja KPK setelah UU direvisi terus membaik

Wakil Ketua KPK Ikut Disorot AS, Mahfud: Dewas Harus Tindak TegasLima Pimpinan KPK (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Sementara, menurut Mahfud, kinerja komisi antirasuah usai undang-undangnya direvisi semakin membaik. Ia meminta agar jangan sampai karena kasus pelanggaran etik yang melibatkan Lili, kinerja lembaga jadi ikut tercoreng. 

"Ibarat lukisan, jangan sampai lukisan yang sudah bagus menjadi ternoda oleh tetesan cat yang tidak perlu," kata Mahfud. 

Namun, berdasarkan laporan yang dirilis oleh Deplu AS, kemampuan KPK dalam memproses kasus rasuah makin terbatas. Sebab, di dalam undang-undang yang direvisi dibentuk Dewan Pengawas yang anggotanya ditunjuk dan dilantik oleh presiden. 

"Selain itu, KPK kini menjadi bagian dari kekuasaan eksekutif," demikian isi laporan itu. 

Padahal, idealnya komisi antirasuah adalah lembaga independen dan terpisah dari kekuasaan eksekutif. Sebab, para pihak yang diperiksa merupakan pejabat legislatif, eksekutif, yudikatif, dan swasta. 

Laporan Deplu AS juga menyoroti Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menyebabkan 75 orang -- mayoritas penyidik -- terdepak dari KPK. TWK merupakan mekanisme untuk peralihan pegawai di komisi antirasuah untuk menjadi ASN.

"Pada 15 Juli, Ombudsman RI menyimpulkan bahwa ujian tersebut tidak dilaksanakan dengan benar. Badan itu juga menyebut KPK tidak memiliki kedudukan hukum untuk memaksa karyawan mengikuti ujian," demikian laporan Deplu AS tersebut. 

Baca Juga: [WANSUS] Lili Pintauli Siregar: Gila Aja Kalau Ingin Lemahkan KPK

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya