[Wawancara] Otto Hasibuan: Jangan Jadi Pengacara karena Ingin Kaya

Otto Hasibuan membela Jessica Wongso tidak dibayar

Jakarta, IDN Times - Nama advokat kawakan Otto Hasibuan di dunia hukum sudah bukan sosok yang asing. Pengalamannya malang melintang sebagai advokat selama 32 tahun dikenal memiliki rekam jejak yang bersih. Bahkan, kemampuannya yang mumpuni dalam membela klien diakui oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD. 

Di dalam tayangan program talkshow Indonesia Lawyer's Club (ILC) yang tayang pada 21 November 2017, Mahfud secara terbuka memuji bahwa Otto merupakan advokat yang memiliki kualitas baik. 

"Pak Otto Hasibuan itu bagus, logikanya terstruktur, orangnya profesional," ujar Mahfud ketika itu. 

Komentar itu disampaikan Mahfud ketika Otto akhirnya memilih ikut barisan pembela mantan Ketua DPR, Setya Novanto, yang waktu itu tengah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terseret dalam kasus mega korupsi, pengadaan KTP Elektronik. 

Akibat kasus itu, Novanto kini harus menjalani pidana penjara 15 tahun di Lapas Sukamiskin. Walaupun, Otto hanya bertahan selama sekitar tiga bulan, lalu memilih mundur dari tim kuasa hukum Novanto.

Mahfud juga menyebut, satu-satunya pengacara yang bisa mengalahkannya ketika masih beracara di MK dulu, hanyalah Otto. Ketika IDN Times menyampaikan ulang pernyataan salah satu kandidat calon wakil presiden Jokowi itu, Otto hanya tersenyum. Ia mengaku tersanjung dengan pujian Mahfud walau tetap ingin terlihat biasa saja. 

Kalian mungkin sudah akrab dengan wajahnya. Pada 2016 lalu, Wajah Otto saban hari tayang di stasiun televisi saat membela Jessica Wongso, perempuan terpidana kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin.

Kepada IDN Times yang menemuinya secara khusus di kantornya di area Duta Merlin, Gadjah Mada,  6 November lalu, ia mengaku tidak dibayar sepeser pun untuk membela Jessica. 

"Saya menjadi kuasa hukum Jessica itu secara pro bono. Bahkan, ketika kami harus mendatangkan saksi ahli dari Australia, hampir semua permintaannya untuk menginap di hotel bintang lima dan fee tidak dapat kami penuhi. Karena Jessica tidak sanggup membiayai itu," kata Otto sore itu. 

Beruntung, setelah dijelaskan situasinya, saksi yang merupakan ahli di bidang medis tersebut mau terbang ke Jakarta secara cuma-cuma karena yakin perempuan 29 tahun itu tidak bersalah dan menaruh racun sianida. Itu pula yang diyakini Otto hingga kini. Ia yakin kliennya tidak membunuh Mirna. 

"Dari dulu saya tetap yakin korban itu meninggal secara alami. Jadi, tidak ada pembunuhnya," kata pria yang menjadi salah satu pendiri Peradi, organisasi tempat para pengacara bernaung. 

Gara-gara membela Jessica, nama Otto hingga kini semakin dikenal publik. Bahkan, kalau ia hadir di acara resepsi pernikahan, butuh waktu sekitar satu jam untuk melangkahkan kaki keluar, karena banyak tamu yang justru fokus meminta swafoto. 

"Padahal, kasus yang saya tangani bukan hanya Jessica saja. Tapi, ada juga Sjamsul Nursalim, Setya Novanto dsb. Sampai sekarang, orang masih mengingat saya karena jadi pengacara Jessica," tutur dia.

Jessica sendiri masih belum menyerah memperjuangkan keadilan baginya. Itu sebabnya, pada tahun ini, ia mengajukan Peninjauan Kembali. 

Tetapi, bukan itu saja yang IDN Times bahas bersama Otto. Pengacara senior itu juga berbicara kekecewaannya terhadap calon-calon advokat. Mengapa? Sebab, kini motivasi mereka untuk menjalani profesi itu karena ingin mendapatkan uang banyak dan bisa membeli mobil mewah. 

Well, tidak bisa dipungkiri sih semakin tinggi jam terbang seorang pengacara dan punya rekam jejak yang baik, membuat tarifnya semakin naik. Tapi, Otto tidak bosan untuk mengingatkan kepada calon advokat, bukan itu tujuan utama yang dikejar sebagai pengacara. 

Simak juga ya tips dari pemilik kantor pengacara Otto Hasibuan dan Associates bagi kamu, millennials, yang ingin jadi pengacara. Tujuannya, supaya kalian tidak menjadi pengacara hitam seperti di film The Devil's Advocate itu. 

 

1. Usai membela kasus Jessica Wongso, nama Anda makin dikenal publik?

[Wawancara] Otto Hasibuan: Jangan Jadi Pengacara karena Ingin KayaJessica Wongso saat di persidangan. (ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf)

Sekarang memang luar biasa ya, saya harus akui. Padahal, kan kasus-kasus bisnis yang saya tangani ada Setya Novanto, Sjamsul Nursalim, Rizal Ramli dsb. Tapi, yang orang ingat itu Jessica. Dan sampai sekarang, di mana-mana pun mereka selalu mengingat saya soal itu. 

Saya pergi ke pesta, rata-rata membutuhkan waktu satu jam dari depan ke belakang untuk minta foto, until now. Itu betul, sampai sekarang. 

Ini kan ada pendidikan profesi advokat, dulu saya mengajar di sana. Sekarang, saya sudah jarang mengajar. Tapi, ada beberapa pendidikan profesi itu ngotot, para peserta akan menuntut lembaga pendidikannya kalau saya tidak hadir. Karena nama saya dipajang oleh lembaga pendidikan itu, lalu bertanya kenapa saya tidak pernah datang. 

Orang dari lembaga pendidikan yang lokasinya di Curug itu bilang: "kalau abang gak datang, saya bisa susah nih, karena kami tulis nama abang sebagai pengajar dan sekarang mereka menuntut." Waktu itu, orang dari dari lembaga pendidikan itu mengatakan saya tengah berada di luar negeri. 

Tetapi, peserta itu tidak percaya karena sebelumnya, dia melihat saya ada di televisi bersama Rizal Ramli. "Berarti, dia ada di Indonesia," kata si peserta tadi. Jadi, sampai mereka begitu ngototnya. 

Baca Juga: Terpidana Kasus Kopi Sianida Jessica Wongso Ajukan Peninjauan Kembali

2. Kapan peristiwa itu terjadi?

Baru-baru ini kok kejadian itu. Saya juga sempat dimintai tolong lagi untuk mengajar dan terpaksa menolak karena ada banyak kegiatan yang lain. Tapi, akhirnya saya mengubah pikiran saya sekarang dan meneguhkan hati mau kembali mengajar di pendidikan profesi. Karena itu yang paling utama ketimbang saya mengajar di tingkat yang lebih advanced. Apalagi kan pendidikan ini merupakan dasar untuk menjadi seorang lawyer

Selain itu, mereka terlihat antusias kalau saya mengajar. Sebagai bukti, ruang kelas itu selalu penuh kalau di sesi saya. Ya sudah saya putuskan untuk mengurangi seminar-seminar yang advanced dan masuk mengajar di sesi yang itu. 

Mengapa akhirnya saya putuskan untuk lebih banyak mencurahkan waktu di sana? Itu semua bermula ketika saya bertanya ke seorang calon lawyer. Pertanyaan saya, mengapa mereka ingin menjadi lawyer?

3. Mayoritas dijawab dengan kalimat apa?

Yang lain menjawab malu-malu, tetapi ada yang secara lantang mengatakan ingin mendapatkan uang, mobil lamborgini, punya pacar dan ingin punya kekayaan seperti pengacara ini. Ini saya tidak mau menyebut nama pengacara mana pun ya. 

Ketika mendengar jawaban itu, saya kaget sekaligus bingung kok malah menjadi seperti ini. Jadi, saya katakan kepada mereka, memang uang sangat perlu and it's very important. Tapi, itu bukan segalanya dan yang utama. Saya jadi berpikir, bagaimana saya bisa memulihkan kembali dasar-dasar calon pengacara ini. 

Ternyata, tidak ada lagi yang bisa menceritakan kepada mereka apa sebenarnya lawyer itu, tujuannya, cita-citanya dan apa yang harus diperjuangkan dalam hidup. Itu semua dilakukan tanpa harus mengabaikan kepentingan untuk memperoleh materi. Itu yang hilang saya lihat. 

Ketika saya sampaikan itu kepada mereka, baru mereka tersadar dan mengatakan mereka tidak pernah mendengar seperti itu. Bahkan, sejak mereka sekolah hukum pun tidak mendengar hal-hal seperti itu. 

Dia hanya tahu profesi advokat adalah profesi yang terhormat. Tapi, mengapa profesi itu disebut nobel, mereka gak pernah tahu. Bayangan mereka, profesi itu terhormat, karena mendapatkan banyak uang. Jadi, cara berpikirnya sudah salah betul. Namun, yang ingin saya tekankan adalah bagaimana caranya mendapatkan uang dengan cara yang benar. 

4. Kalau dirunut ke belakang, esensi menjadi seorang lawyer itu apa?

Sampai detik ini, profesi pengacara dikatakan noble. But, nobody knows why. Adapula yang mempertanyakan balik walaupun profesi ini mulia dan terhormat, tetapi banyak rekan-rekan satu profesi yang tidak seperti itu. 

Saya menjawabnya ya yang namanya manusia tetap manusia. Tetapi yang saya garis bawahi yang "noble" itu adalah profesinya, bukan orangnya. Di kode etik kami, yang disebut 'noble' itu profesinya. Demikian pula di berbagai buku. Akhirnya, di kelas itu saya harus menjelaskan kembali profesi lawyer dari zaman Romawi hingga saat ini, serta alasannya disebut sebagai profesi yang mulia. 

Dulu profesi ini belum disebut sebagai 'lawyer', tetapi disebut 'praetor'. Jadi, sekarang ketika advokat membela klien, agar hak konstitusinya tidak dilanggar, itu bukan karena disuruh. Dia tidak diminta, namun dia hadir karena merasa itu panggilan tugas dan tidak dibayar atas apa yang sudah dilakukannya. Sehingga, publik menilai kok profesi itu mulia sekali. 

Tetapi, dalam perjalanannya ini kemudian menjadi profesi. Dalam beberapa kasus ketika lawyer membela rakyat yang digusur, maka profesi itu disebut juga 'public defender'. Ketika mereka melindungi konstitusi, maka profesi ini disebut 'the guardian of constitution'. Mahkamah Konstitusi memang disebut sebagai 'the guardian of constitution', tetapi itu by law. Namun, pengacara itu sudah by nature. Ketika itu, pengacara menjalankan tugasnya tidak dibayar, oleh sebab itu publik menganggap profesi tersebut mulia sekali. 

Tapi, kalau dia tidak makan, lantas bagaimana? Akhirnya, masyarakat mengamini dan melegalkan, pengacara boleh mendapatkan uang, tetapi bukan sebagai upah tetapi sebagai honorarium (penghargaan). 

Makanya, kalau kamu perhatikan baju pengacara dengan jaksa itu sama-sama hitam saat ada di pengadilan. Bedanya ada lokasi kantongnya. Kalau dulu, kantongnya ada di belakang jubahnya. Mengapa? Itu menyimbolkan bahwa profesi itu memang membolehkan menerima uang, tetapi bukan yang utama. Itulah cikal bakalnya profesi lawyer itu mulai muncul. 

Inilah yang berkembang sekarang, makanya ada Lembaga Bantuan Hukum (LBH), derivatif daripada itu. Orang tidak memahami ini. Makanya, hingga saat ini, lawyer di mana pun selalu ada yang pro bono. Begitu juga di kantor saya, ada yang pro bono, walaupun bukan LBH. Seandainya ada klien yang memang tidak mampu ya saya akan bantu semampu kantor saya. Itu yang terus kami dengungkan ke calon-calon lawyer supaya jangan lelah. 

Jadi, kami berharap ia tetap membela keadilan tapi tidak mengutamakan uang. 

5. Apa yang menjadi pertimbangan Anda dalam memilih klien?

Pertama, saya akan menanyakan ke diri saya sendiri what can I do for him. Kalau saya melihat tidak bisa berbuat banyak, cenderung juga, saya tidak mau dibayar. Itu saya pikirkan di hati saya. 

Dalam menangani ini, harus fruitful (berbuah), berguna untuk kliennya. Itu self confidence saya. Kalau saya sudah yakin, baru saya pikirkan apakah kasus itu layak dibela atau tidak. 

Kadang kala saya sejak awal sudah mengatakan 'Anda pasti akan kalah dalam kasus ini.' Saya harus fair mengatakan itu. Tetapi, hak-hak konstitusional mereka akan kami bela. Tujuannya, agar tidak menerima dari yang seharusnya diterima. Tapi, ada juga yang tidak bisa menerima dan mengatakan 'untuk apa dong, saya menyewa jasa Pak Otto kalau begitu?' Ya, kalau mereka tidak bersedia ya silakan saja. 

Saya juga membuat kesepakatan akan membela calon klien saya dengan cara-cara seperti ini. Kalau caranya enggak cocok ya take it or leave it

6. Anda tidak akan membiarkan calon klien yang mendikte?

[Wawancara] Otto Hasibuan: Jangan Jadi Pengacara karena Ingin Kaya(Advokat Otto Hasibuan ketika berbincang dengan IDN Times) IDN Times/Santi Dewi

Saya tidak pernah membiarkan hal itu. Di mana-mana saya selalu mengatakan jangan mau menjadi budak klien. Jangan sekali-sekali jadi budak klien. Itu paling enggak boleh. 

Dalam menjalankan profesi saya, ada dua prinsip yang harus saya jalankan. Pertama, advokat harus jujur dan dipercaya, kedua, dia harus mampu dan pintar. Kalau dia mampu tapi tidak pintar, ya maka dia akan habis ditipu oleh klien. Sementara, kalau dia pintar tetapi tidak dipercaya, maka klien juga tidak akan mau dibela oleh advokat tersebut. 

Di satu sisi, kalau kita dipercaya tapi gak pintar ya klien mau bergaul, tetapi kasusnya tidak akan diberi ke kami. Jadi, harus kedua kualitas itu yang dimiliki, gak boleh salah satunya digadaikan. Kalau kedua kualitas itu diterapkan, maka hubungan klien dengan pengacara akan tahan lama. 

Seperti Billy Sindoro tadi (petinggi Lippo Group) dan banyak juga klien yang lain. Kalau hari ini tidak dengan klien itu, besok siapa tahu (berjodoh). Sementara, lesson number one, lawyer tidak boleh mengkhianati klien, seperti membuka rahasia klien, meninggalkan, berpihak kepada lawan padahal dia harus dibela. Karena mengingat prinsip noble tadi.

7. Apa komentar Anda terhadap kolega Anda, Fredrich Yunadi, yang dinilai oleh KPK menghalalkan berbagai cara agar kliennya tidak tersentuh hukum?

Kalau itu versi KPK, maka apa yang dilakukan Yunadi membela kliennya, bukan mengkhianati. Persoalannya, kita membela klien kan tidak boleh melanggar hukum. Saya gak ingin mengomentari kasus Yunadi lebih jauh. 

Jadi, maksud kalimat "All Out" ini juga harus dipertanyakan. Apakah bermakna yang sejujurnya, semampu tenaga yang kita buat tetapi tidak melanggar hukum. 

Maksud kalimat saya jangan mengkhianati klien yakni membocorkan rahasia klien lalu diberikan ke pihak lawan dan berbalik memihak lawan. 

8. Walaupun Anda sudah tidak lagi mewakili kepentingan klien tersebut?

Ya, sampai kapan pun, saya tidak dibolehkan membocorkan data mengenai klien yang pernah saya tangani. 

Satu hal lagi yang perlu diingat yakni antara penegak hukum harus saling menghormati. Jadi, saya menghormati jaksa, hakim dan polisi. Demikian pula, mereka akan menghormati saya juga. 

Kita harus menyadari, bahwa kita itu hanya alat dalam menegakan hukum. Kalau pun saya menempuh cara yang berbeda dengan jaksa, bukan berarti saya bermusuhan dengan mereka. Actually, we're in the same principal but different position

Jadi, sekali lagi saya katakan, kenapa akhirnya saya bersedia kembali mengajar karena ini penting dan sudah banyak nilai yang mulai bergeser.

9. Dalam pandangan Anda, apakah setiap lawyer pasti akan menjadi orang kaya?

Belum tentu, banyak juga lawyer yang sikapnya tidak berlebihan. Tapi, kan dipersepsikan karena penampilan di media. Sesungguhnya, gak ada yang salah juga dengan memiliki uang berlebih dan mobil Lamborgini, tapi persoalannya adalah prestasi saya selama berkarier sekian puluh tahun, well, saya memiliki sudut pandang yang berbeda. 

Sekali lagi saya tekankan, tujuan hidupnya bukan untuk meraih uang. Hal itu akan ikut dengan sendirinya. Contoh, seorang pendeta, kiai bukan untuk memperoleh uang. Tetapi, karena isi khotbahnya baik, banyak yang bersimpati dan memberikan bantuan keuangan. Motivasi dia berkhotbah bukan karena uangnya. 

Nah, seharusnya pengacara juga begitu, bukan untuk uangnya. Mereka bekerja baik dan membela kliennya dengan baik, pasti klien akan membayar dia dengan baik. Itu kan serta merta akan mengikuti.
 

10. Lalu, apa konsekuensi seorang calon pengacara yang sudah punya motivasi mencari uang banyak dari pekerjaannya?

[Wawancara] Otto Hasibuan: Jangan Jadi Pengacara karena Ingin KayaKuasa hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan. (ANTARA FOTO)

Kalau pilih kasus, itu masih mending. Kadang kala calon pengacara ini pasti akan menghalalkan berbagai cara, karena hanya uang yang ada di pikirannya. Potensi menipu klien pun akan ada. 

11. Ketika Anda akhirnya bersedia membela seorang klien, apakah harus yakin dulu bahwa kliennya tidak bersalah dalam kasus tertentu?

Fungsi dari lawyer itu bukan untuk membebaskan orang. Selama ini, ada persepsi keliru yang terbentuk. Padahal, lawyer itu mewakili kepentingan klien agar hak-haknya itu tidak dilanggar. Itu tugas dan pokok utamanya. 

Persepsi lain yang keliru misalnya mengapa kami bersedia membela orang yang sudah bersalah dalam kasus korupsi. Padahal, itu kan belum terbukti. Baru dituduh berbuat korupsi. Setelah dia dijatuhi vonis, barulah ia terbukti dinyatakan seorang koruptor. 

Karena hal ini, kami sering kali dianggap membela perbuatannya. Padahal, yang kami bela adalah hak-haknya agar tidak lagi dilanggar. Kalau seharusnya dia bebas ya jangan sampai dia dihukum. Tapi, kalau memang dia tidak layak dibebaskan, ya jangan sampai dia menerima hukuman lebih dari seharusnya. Karena dia memiliki hak asasi. 

Makanya, di dalam kehidupan nyata, teorinya, kalau ada orang yang terancam hukuman pidana minimal lima tahun, negara wajib menyediakan kuasa hukum secara cuma-cuma. Saya juga sering dimintai tolong oleh kejaksaan dan KPK untuk membantu seorang tersangka. Pernah ada satu kejadian, saya kirim lawyer ke Samarinda saya dan itu daerah pelosok, karena di sana tidak ada pengacara dan itu free

Dalam hal ini, saya pikir masyarakat perlu untuk diedukasi. Jangan mereka salah berpikirnya. 

Kalau pola pikirnya, setiap orang yang bersalah tidak perlu dibela ya untuk apa ada pengacara dong? Langsung saja, mereka semua divonis oleh hakim.

12. Berarti, itu juga ya keluhan yang Anda dapatkan dari keluarga almarhumah Wayan Mirna Salihin? Karena Anda membela Jessica Wongso?

Saya merasa wajar kalau mereka mengeluh. Mirna kan memang korban. Saya pun tetap harus sabar menerima itu. Ya, wajar kalau keluarga memprotes dan menanyakan mengapa saya membela Jessica. 

Saya juga harus edukasi masyarakat. Saya tidak mengatakan seseorang yang sudah dinyatakan bersalah menjadi sebaliknya. Tetapi, saya hanya ingin menegakkan yang sebenarnya. Kalau dia bersalah ya silakan hukum, kalau tidak ya bebaskan. 

Seperti dalam kasus Jessica, saya meyakini dia tidak bersalah. Tetapi, majelis hakim menyatakan sebaliknya, ya saya tidak bisa berbuat apa-apa. Pekerjaan saya sudah selesai dan saya sudah melakukan yang terbaik hingga di titik akhir. 

13. Anda tidak pernah sedikit pun tergoda untuk melenceng dan ingin menyuap agar klien Anda menang?

Ya, godaan pasti selalu akan ada aja. Kan kami juga bukan malaikat. Tetapi, yang kami pertahankan ini kan menyangkut hal yang prinsipil. Jadi, itu yang coba saya ajarkan ke calon-calon pengacara ini. Pendidikan advokat itu kan singkat. 

Saya bersedia mengulang-ulangi hal ini, karena hal itu merupakan pondasi bagi mereka sebelum mereka terjun sebagai pengacara dan tidak ada lagi yang mau menceritakan hal ini. Perkara, di dunia nyata banyak yang tidak lagi sesuai dengan prinsip itu, itu hal lain. Tetapi, saya memberangkatkan mereka menjadi pengacara dengan modal-modal tersebut. 

Pasti, di antara mereka ada yang mengingatnya, tetapi ada juga yang mungkin sudah lupa. Ketika bekali mereka, belum tentu mereka akan jadi pengacara yang baik, apalagi tidak diberikan modal. Begitu cara berpikirnya.

14. Kalau dikilas balik, apa alasan Anda ketika itu memilih menimba ilmu di Fakultas Hukum UGM dan terjun sebagai pengacara?

Justru di tahun pertama, saya memilih Fakultas Teknik. Saya coba ikut ujian masuk di beberapa perguruan tinggi seperti ITB, UGM, ITS, tapi satu pun tidak ada yang menerima. Termasuk Pendidikan Ahli Teknik (PAT) yang tidak memiliki gelar, saya juga ditolak. Ketika mengajukan aplikasi ke Akademi Usaha Perikanan, saya pun ditolak juga.

Setelah puas mencoba, orangtua saya baru berkomentar: "sudah puas, kamu? Saya orangtua kamu, kalau kamu dengar saya, maka profesi yang cocok untuk kamu adalah pendeta dan masuk ke Fakultas Hukum". Di situ, saya merenung panjang. Sesungguhnya kalau dipikirkan lagi, saya tidak suka (fakultas) teknik. 

15. Lalu, mengapa Anda memilih fakultas teknik?

[Wawancara] Otto Hasibuan: Jangan Jadi Pengacara karena Ingin Kaya(Advokat Otto Hasibuan) IDN Times/Santi Dewi

Karena ketika itu, teman-teman saya sedang heboh membincangkan profesi sebagai insinyur, pembangunan, joint venture. Ibaratnya kalau ingin melamar perempuan, calon mertua tidak akan melirik kalau sarjananya adalah SH. 

Situasi ini sama ketika profesi advokat booming sekarang. Akhirnya, saya mengikuti apa kata orangtua dan itu terbukti. Di mana-mana saya tes ternyata diterima. Tapi, saya tetapkan hati di UGM, karena biaya kuliahnya murah. 

Pada tahun 1978, sebelum tamat sarjana hukum, saya sudah mendirikan lembaga bantuan hukum yang namanya Clemensia. Saya sudah berpraktik walaupun belum mengantongi sarjana hukum. Dulu belum ada sertifikasi untuk menjadi pengacara. Itu kan aturan baru. 

16. Dari puluhan ribu pengacara yang ada, bagaimana publik bisa membedakan itu pengacara yang baik dan tidak?

Kami tidak pernah membuat klasifikasi seperti itu. Saya polos-polos aja dan menganggap semua pengacara baik. Saya tetap positive thinking, bahwa semua teman saya. 

Saya tidak akan mengatakan rekan-rekan saya itu bersalah, hingga pengadilan yang menyatakan demikian. 

17. Bagaimana Anda melihat rekan-rekan Anda yang seharusnya memahami hukum, tetapi malah justru dihukum karena telah melanggar?

Memang sebagai pengacara, ada teman-teman yang mengatakan ini sebagai suatu ancaman yakni Pasal 21 UU Tipikor soal menghalangi penyidikan. Ada juga yang berpendapat, tidak mempermasalahkan pasal tersebut, selama tidak melakukan perbuatan itu. 

Yang penting, jangan sampai pasal itu disalahgunakan untuk menekan para pengacara. Pasal di dalam UU KPK itu, ada yang kami nilai tidak tepat. Pemeriksaan terhadap para pengacara, kami sesungguhnya memiliki kode etik dan UU yang menyatakan wajib merahasiakan rahasia klien. 

Di KUH Pidana, orang-orang yang diwajibkan menyimpan rahasia tetapi membukanya justru bisa dikenakan pasal pidana. Tapi, UU KPK, semua pihak termasuk orang yang memegang rahasia, dalam hal ini termasuk kami yang mengetahui rahasia klien maka harus diungkap. Ini kan yang tidak benar. 

Saya tidak melihat isu ini dari sudut pandang advokat, tetapi dari sudut pandang Hak Asasi masyarakat. Seseorang yang dituduh bersalah, maka memiliki hak untuk membela diri. Dalam rangka membela diri, maka dia diberikan kesempatan oleh UU untuk menceritakan kepada orang yang dipercaya yakni pengacara. Kalau itu, akhirnya kami buka maka dapat melanggar hak asasi dari klien tersebut. 

18. Anda pernah dalam situasi itu?

Sering kali dan teman-teman yang lain juga pernah. Rekan-rekan saya takut sehingga membuka rahasia itu kepada penyidik KPK. Jadi, ukuran menghalang-halanginya itu di mana. 

Kalau pasal itu diterapkan dengan benar tidak ada masalah, tetapi kalau tidak benar penerapannya kan bisa juga terjadi. Inilah yang oleh teman-teman sedang dipertimbangkan untuk diajukan kembali ke Mahkamah Konstitusi (MK) supaya jangan merugikan pencari keadilan. Kalau rahasianya dibuka maka itu akan merugikan pencari keadilan, lalu hak asasinya di mana. 

Kecuali ada perintah hakim, maka kasusnya berbeda. 

19. Anda jadi berhati-hati kah ketika membela klien yang tersandung kasus korupsi, karena khawatir akan dianggap menghalang-halangi?

Oh, iya. Kalau misalnya klien kami dipanggil oleh penyididk KPK, tetapi dia gak hadir, kan itu bukan kesalahan kita. Kecuali, kuasa hukum menyarankan agar kliennya tidak hadir, itu baru keliru. Tapi perkara apakah kliennya hadir atau enggak, itu di luar kewenangan kami.

20. Di kalangan pengacara, bagaimana rekan-rekan Anda memandang KPK sebagai satu institusi?

[Wawancara] Otto Hasibuan: Jangan Jadi Pengacara karena Ingin KayaIDN Times/Angelia

Ya, kami setuju dan lembaga itu sangat dibutuhkan. Yang penting sekarang, jangan sampai ada pelanggaran-pelanggaran di dalam melakukan proses penegakan hukum. Itu saja. Kalau untuk kami, pengacara, yang menjadi ganjalan hanya pasal itu, 21 UU Tipikor. Jangan sampai disalahgunakan. 

Namun, bagi saya menjadi masalah kalau sampai saya diminta mengungkap rahasia klien. 

21. Kalau dalam pandangan Anda, selama ini penggunaan Pasal 21, memang ada yang disalah gunakan?

Belum ada yang berkekuatan hukum tetap ya, jadi saya belum tahu. 

22. Ketika Anda sempat masuk ke dalam barisan pengacara yang membela Setya Novanto, apa reaksi orang terdekat termasuk kolega Anda?

Kalau pertama sih gak ada yang positif responsnya. Hanya sedikit yang positif. Kalau pengacara yang memiliki latar belakang hukum mau mengerti. Tapi, ada juga yang tidak mengerti. 

Jadi, sampai kami bilang agar bela si A, lalu diminta mundur, bela si B, diminta mundur juga. Ketika membela Setya Novanto juga ada yang minta mundur, lalu saya bela siapa? Karena mereka tidak mengerti apa yang saya bela. 

Sempat ada yang mengatakan klien saya orang bejat, lalu saya sampaikan kalau dia adalah saudara Anda, lalu bagaimana? Kalimat kuncinya begini: "bukan kliennya yang jadi masalah, tapi cara pembelaannya". Kalau Anda membela seorang pendeta sekalipun tapi dengan cara menyuap, itu juga salah. 

Sementara, seseorang yang dituduh korupsi dan saya bela dengan cara yang baik, maka saya tetap baik. 

23. Pernah kah Anda memiliki pengalaman, klien memilih membayar jasa Anda dengan hasil bumi karena tidak punya uang?

Pernah, waktu di tahun 1978-1979 ketika masih bekerja di LBH di Sragen. Waktu itu kan masih mahasiswa. Saat itu, mencari perkara, masih kita yang mencari ke lembaga pemasyarakatan, akhirnya kami bela lah kasus yang ada di Sragen. 

Pulang dari sana, kami diberi hasil bumi pisang satu tandan. Jadi, kami bawa dengan kendaraan umum menuju ke Sragen. Sampai di kostan, ya sudah akhirnya dibagi-bagi. 

Ada juga kisah saat membela kasus yang di Tegal tahun 1979. Di sana ada perkara tanah. Saya ternyata dibayar Rp 75 ribu dan itu bisa cover dua bulan makan. Saya ingat uang kiriman bulanan dari orangtua Rp 30 ribu. Wah, itu fantastis banget. Teman-teman di kost minta ditraktir terus. 

24. Jadi, dari Rp75 ribu di tahun 1979, tarif Anda berapa saat ini?

Ya, kalau itu kan negosiasi aja. Kami di sini (di kantor lawfirm Otto Hasibuan) tidak ada patokan-patokan. 

Kalau (tarif) per jam kan memang ada rangenya dan itu terbuka. Di sini ada 10-12 pengacara, karena kami fokus ke kasus litigasi. Saya sudah tidak lagi menangani kasus korporasi. Jadi, yang kami tangani itu kriminal, civil dan corporate matters itu litigasinya. 

Jarang yang sistemnya menggunakan per jam. Sekali-sekali juga ada yang tarifnya per jam. Range itu dari berapa hingga US$850 per jamnya. Kadang, kami juga kenakan charge US$1000 per jamnya. Jadi, dari pemula US$50 hingga US$1.000 itu juga ada. Tergantung jam terbangnya. 

25. Bagaimana keadaan klien Anda, Jessica Wongso? Sudah bisa menerima kalau ia divonis bersalah?

[Wawancara] Otto Hasibuan: Jangan Jadi Pengacara karena Ingin KayaJessica Wongso. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

Sulit bagi dia untuk menerima vonis tersebut. Sampai saat ini masih sulit. Orang dia gak berbuat ya tentu sulit untuk menerima. 

26. Anda rutin mengunjungi klien Anda?

Rutin sih enggak, sekali-sekali. Dari kantor saya sekali-sekali ke sana juga menjenguk Jessica. Keluarga yang lebih rutin dan hampir tiap minggu berkunjung. Ibu dan ayahnya terutama. 

27. Apa yang disampaikan oleh Jessica Wongso terakhir kali ketika bertemu Anda?

Dia kan gak tahu soal hukum ya. Yang tahu dan tanyakan ke saya: Om, masih yakin saya gak bersalah? Saya jawab yakin dan saya tetap berjuang. 

Dan itu diwujudkan dengan dilakukan Peninjauan Kembali yang hasilnya akan keluar satu dua bulan lagi. 

28. Anda optimistis PK akan dikabulkan?

[Wawancara] Otto Hasibuan: Jangan Jadi Pengacara karena Ingin KayaJessica Wongso. (ANTARA FOTO/Wahyu Putranto A)

Berdoa saja lah. Saya bahagia kalau dia bebas, itu saja. Not for me. Saya dari dulu kan sudah ingin mengatakan kalau ini natural death. Itu saya yakini, dari dulu, bukan karena dibunuh. Mati karena alami. Setelah melihat bukti dan mendengarkan kesaksian para ahli. 

Kalau selama ini menyebut ada orang lain yang membunuh Wayan Mirna, itu sama sekali enggak ada. 

29. Apa novum baru yang diajukan dalam proses PK?

Bukan novum yang kami ajukan, tetapi penerapan hukum yang keliru. 
Umpamanya ada teori hukum yang diterapkannya  secara tidak benar dalam kasus ini. Satu contoh, umpamanya seharusnya berdasarkan hukum itu diautopsi. Jasadnya tidak diautopsi, hanya diambil sampel cairan dari lambungnya. 

Itu sebabnya kalau di Singapura tanpa autopsi maka itu no case. Tidak ada yang yakin apakah itu kasus pembunuhan atau tidak. 

Keluarga sih mengizinkan dilakukan oleh autopsi, tetapi dokternya hanya mengambil sampel dari lambung. Tetapi, kalau autopsi dilakukan secara menyeluruh dengan membedah tubuh. 

30. Terakhir, apa pesan yang ingin Anda sampaikan kepada millennials yang ingin meniru karier Anda?

Pertama, mereka dalam mencapai cita-cita jangan ikut-ikutan. Tepuk dada tanya selera. Artinya, ketahuilah dirimu, tahu siapa diri kita, bisa mampu apa dan apa yang disukai dalam hidup ini. Kamu yakini bahwa dengan ini saya bisa sukses. 

Kedua, harus punya prinsip lebih baik besar dalam bungkus yang kecil daripada kecil dalam bungkus yang besar.  Kalau kamu bercita-cita ingin menjadi pedagang, tapi jadi pedagang kecil gak usah. Mending bekerja pemungut sampah tapi bos si pemungut sampah, jadi posisinya tetap besar. 

Di Jakarta misalnya hanya jadi kepala seksi, akan lebih baik kalau di kampung sana, jadi Wali Kota atau Bupati. Artinya, jangan tergoda oleh orang lain, tetap fokus terhadap kemampuan sendiri dan menjadi expert di bidang itu. Kalau dia expert, maka dia akan sukses. Harus dijalani dengan baik dan jadi nomor satu di sana. 

Baca Juga: Fredrich Yunadi Divonis 7 Tahun Penjara

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya