Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ketentuan syarat ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
Keputusan tersebut disampaikan MK saat mengabulkan permohonan Nomor 62/PUU-XXII/2024. Dalam perkara itu, seorang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Enika Maya Oktavia dan kawannya sebagai pemohon menggugat Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur ketentuan syarat ambang batas dukungan bagi calon presiden dan wakil presiden yang ingin maju di pemilu.
"Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya," demikian bunyi Pasal 22 UU Nomor 7 Tahun 2017.
Para Pemohon mengaku mengalami kerugian konstitusional akibat pemberlakuan presidential threshold yang mengatur persyaratan calon presiden untuk mengumpulkan sejumlah dukungan politik tertentu. Pemohon berpandangan hal ini sebagai langkah yang merugikan moralitas demokrasi sehingga hak para pemohon untuk memilih presiden yang sejalan dengan preferensi atau dukungan politiknya menjadi terhalang atau terbatas.
Ketua MK, Suhartoyo, membacakan langsung putusan dalam perkara tersebut. Ia menuturkan, MK mengabulkan seluruh permohonan pemohon.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
MK menyatakan, norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.