Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sehat di Usia Tua demi Haji Mabrur

WhatsApp Image 2025-06-23 at 10.50.17.jpeg
Jemaah haji Indonesia saat hendak menuju Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi, Minggu (22/6/2025). (Media Center Haji 2025/Rochmanudin)
Intinya sih...
  • Jemaah haji lansia asal Maluku, Harun, Hasan, Noholi, mampu menunaikan ibadah haji dengan baik tanpa bantuan kursi roda atau pendamping.
  • Mereka menjaga kesehatan dengan pola makan dan rutin berolahraga seperti berjalan kaki serta berkebun.
  • Ketua Kloter UPG-24 mengatur perjalanan jemaah haji lansia dan risti dengan memastikan mereka dapat menunaikan ibadah dengan lancar, termasuk memotivasi spiritual agar fisik tetap kuat.

Madinah, IDN Times - Ibadah haji disebut sebagai ibadah fisik, karena memerlukan kekuatan fisik yang prima untuk menyelesaikan rangkaian ritualnya. Banyak rukun dan wajib haji yang mengharuskan jemaah bergerak secara fisik, seperti tawaf atau mengelilingi Kakbah, dan sa'i atau berlari kecil antara Bukit Shafa dan Marwa.

Kondisi medan yang tidak mudah, seperti suhu panas ekstrem juga menjadi tantangan tersendiri, khususnnya bagi jemaah haji Indonesia yang terbiasa dengan suhu panas sedang. Karena itu, persiapan fisik yang matang sangat dianjurkan, untuk memastikan jemaah dapat menjalankan ibadah dengan baik. 

Seperti jemaah haji asal Desa Feir, Kecamatan Kei Besar Selatan Barat, Kabupaten Maluku Tenggara, Muhammad Harun Rahwarin dan Hassan Rahman Asyatrin, asal Desa Wafol, Kecamatan Kei Besar Selatan Barat, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku.

Harun yang kini berusia 70 tahun dan Hasan 68 tahun mampu menunaikan ibadah haji dengan baik dan lancar. Mereka menunaikan rukun-rukun haji tanpa perlu memakai kursi roda maupun pendamping. Mereka juga tak pernah sakit selama di Tanah Suci.

"Alhamdulillah, kami bersyukur kepada Allah SWT. Kami dari Madinah ke Makkah, menjalankan seluruh rangkaian ibadah, seperti tawaf dan sa’i, lalu kembali ke Madinah untuk berziarah ke Masjid Nabawi," kata Harun saat ditemui di hotel, Madinah, Arab Saudi, Jumat, 21 Juni 2025.

1. Menjaga kesehatan dengan pola makan dan rutin berolah raga

WhatsApp Image 2025-06-16 at 15.20.42.jpeg
Jemaah haji usai salat subuh di Masjid Nabawi, Madinah. (Media Center Haji 2025/Rochmanudin)

Baik Harun maupun Hasan sama-sama selalu menjaga kesehatan. Mereka juga rutin menjaga pola makan dan rajin berolah raga.

"Kami menjaga makanan, menjaga kesehatan, berolahraga, dan menjaga diri. Kami beribadah dalam keadaan selamat," ucap Hasan, yang duduk di samping Harun.

"Saya biasa saja soal makanan. Alhamdulillah selama di Makkah, sekitar satu bulan, tidak pernah sakit. Tawaf sampai ke Hajar Aswad, lalu lanjut ke Mina, ke Arafah, kemudian ke Muzdalifah. Dari Arafah ke Mina kami," timpal Harun.

Hasan juga senada, rutin berolahraga dan menjaga makan. Tidak banyak makan makanan dengan penyedap.

"Lebih banyak makan ikan, ayam atau daging hanya sesekali, mungkin sebulan dua kali," ujar dia.

Harun yang bekerja sebagai nelayan di Pulau Kei Besar, Maluku, rajin berjalan kaki pagi dan sore. Kurang lebih satu sampai dua kilometer setiap hari.

Hasan juga seorang nelayan. Seminggu atau dua minggu sekali dia melaut. "Harus jaga kesehatan dan ibadah juga," ucap dia.

2. Ibadah tanpa bantuan kursi roda dan pendamping meski usia lanjut

WhatsApp Image 2025-06-18 at 18.41.21.jpeg
Seorang petugas sedang mendampingi lansia di Terminal

Selama menjalankan prosesi ibadah haji, Harun dan Hasan sama-sama berjalan kaki, tanpa bantuan kursi roda atau pendamping. Mereka berbeda dengan kebanyakan jemaah lansia.

"Iya, alhamdulillah semua jalan kaki. Setelah itu kami kembali ke Masjidil Haram untuk tawaf ifadah, lalu kembali ke hotel dan akhirnya kembali ke Madinah. Alhamdulillah, dari Makkah sampai Madinah tetap sehat, walau pun umur sudah 70 tahun," kata Harun.

Bahkan, selama di Makkah Almukaramah, Harun mampu menunaikan ibadah umrah berkali-kali. Baik umrah wajib maupun sunah.

"Saya pernah umrah pada 2018 bersama istri. Untuk yang kali ini, saya umrah tiga kali: satu kali umrah wajib, dan dua kali umrah sunah," ujar dia.

Begitu juga dengan Hasan, selain ibadah wajib, dia juga mampu berziarah ke beberapa tempat bersejarah di Tanah Suci.

"Kami sempat ke Gua Hira, tapi hanya sampai di bawah saja, tidak naik. Di Thaif juga sempat ke beberapa tempat, tapi lupa karena bukan kampung sendiri," kata dia.

3. Sebaiknya berhaji saat muda

WhatsApp Image 2025-06-12 at 02.16.21.jpeg
Jemaah haji tengah melaksaakan sai, Masjidil Haram, Arab Saudi, Rabu (11/6/2025). (Media Center Haji 2025)

Noholi Tiloli, jemaah haji lansia asal Seram, Ambon, juga menceritakan hal sama. Kake 72 tahun itu juga mampu melaksanakan ibadah haji secara mandiri. Meski sudah lansia, ia masih sehat secara fisik. Jemaah asal Embarkasi Makassar (UPJ) Kloter 24 itu mampu menunaikan semua prosesi haji dengan baik.

"Daftar (haji) sejak 2017, dan rasanya berhaji tahun ini baik. Baik semua, pelayanan baik, pokoknya pemerintah atur baik semua," ujar dia.

"Semua (prosesi puncak haji) aman-aman, semua lancar," kata dia.

"Dari Musdalifah jalan ke Mina. Bukan jarak yang dekat , tapi kan harus dijalani. Saya sendiri jalan sendiri tanpa bantuan. Di Jamarot saya juga dilakukan sendiri juga. Hari pertama satu, kedua, dan ketiga hingga pulang ke hotel jalan sendiri," kata dia.

Berbeda dengan Harun dan Hasan, Noholi punya cara sendiri untuk menjaga kondisi fisiknya. Ia menghadapi semua masalah hidup dengan tenang, tak banyak pikiran.

"Pokoknya santailah, hidupnya santai," ucap dia.

Sebagai petani, Noholi punya cara berolahraga dengan cara berkebun. Dia juga sangat menjaga pola makan yang alami.

"Setiap hari saya di kebun, berkeringat," ujar dia.

"Saya juga makan-makan apa yang makan di Seram, yakni sagu, keladi, dan ikan. Kami jarang makan nasi putih, kami makan sagu yang ditanam secara organik," lanjutnya.

Bahkan, sampai saat ini Noholi jarang sakit dan tidak punya penyakit.

"Tidak ada (penyakit), saya umur 72 tahuh, jalan kaki masih kuat," ujar dia.

Noholi juga lebih suka makan ikan ketimbang ayam atau daging. Sehingga tidak punya penyakit darah tinggi atau pun kolesterol.

"Tidak ada darah tinggi dan tidak ada kolesterol. Pokoknya tidak ada sama sekali. Tensi darah saya 130/80," sambung Noholi.

Baik Hasan, Harun maupun Noholi sama-sama berharap anak-anak muda bisa berhaji lebih awal, agar bisa menunaikan prosesi haji dengan baik dan lancar.

"Harus segera ikut saja, supaya haji dalam kadaan sehat," ucap Noholi.

"Pesan saya buat anak-anak, pada waktu muda jangan sampai buang rencana (berhaji). Lebih baik berhaji di waktu muda, kalau muda dan sehat kan lebih enak," kata dia.

Bagi calon jemaah haji yang sudah tua, mereka menyarankan agar tetap menjaga kesehatan dan jangan lupa rajin berolahraga, serta jangan lupa berdoa.

"Sembahyang (salat dan berdoa) terus. Bergerak (olah raga, jagan malas bergerak," ucap Noholi.

4. Pemetaan jemaah lansia dan risiko tinggi

WhatsApp Image 2025-06-14 at 19.29.23.jpeg
Jemaah haji saa melaksanakan tawaf sunah usai puncak haji di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Jumat (13/6/2025). (Media Center Haji 2025/Rochmanudin)

Sementara, Ketua Kloter Makassar (UPG) 24, Muchlis Ashari, menyebut ada beberapa lansia menjalankan ibadah haji dengan luar biasa, sehat secara mental maupun fisik. Muchlis memang sejak awal menyemangati jemaahnya secara spiritual, sehingga berhasil melalui puncak haji dengan baik dan lancar.

"Yang luar biasa dari mereka yang lansia, karena mungkin dari awal niatnya kuat, mental spiritual kuat membuat fisiknya kuat. Mereka merasa semangat, jadi saya genjot terus spiritualnya," ujar dia, pada kesempatan berbeda.

"Karena jika spiritualnya bagus, saya kira fisik bisa teratasi. Jadi semua jemaah yang lansia kami selalu kunjungi kepada mereka untuk memperkuat spiritualnya. Jadi kita hanya sekadar memotivasi kepada mereka," sambungnya.

Muchlis juga selalu mengingatkan jemaahnya agar senantiasa menjaga kesehatan mereka, dan jika mereka ada kendala diminta dikomunikasikan dengan tim kesehatan.

"Lansia yang sangat bugar di kloter saya ada 15-an orang. Terutama dari daerah Seram Bagian Barat, Maluku Tenggara, Kepulauan Kei dan Buru," sebut dia.

Menurut Muchlis jika kondisi spiritual sudah baik, maka dengan sendirinya kondisi fisik ikut membaik. Apalagi jika ditunjang dengan olah raga dan pola makan sehat, maka kondisi jemaah lebih baik.

"Mereka kelihatannya spiritualnya sudah siap ya, sehingga berdampak juga ke fisiknya. Rasa capeknya mungkin hilang gitu. Kemudian dari sisi makannya yang terjaga, serta rutin konsultasi dengan dokter, agar jika lelah segera dikasih vitamin. Itu yang membuat mereka ketika sakit secepatnya sembuh," kata dia.

Lebih lanjut, terkait masukan dari pemerintah Arab Saudi soal istitaah atau kesehatan jemaah, Muchlis menyarankan kepada jemaah agar tidak memaksakan diri.

"Saya rasa kalau tidak istitaah, seperti kata Rasulullah SAW, sebetulnya lebih baik dibadalkan saja, karena nanti tidak sempurna melaksanakan rukun-rukunnya, kewajibannya seperti itu," kata dia.

"Dalam satu kisah ada yang datang kepada Rasulullah, orang tua sahabat sakit, sudah uzur, maka Rasul menyarankan untuk dibadalkan. Saya pikir memang tidak usah dipaksakan, realistis sajalah. Kalau bisa dibadalkan, dibadalkan dan insyaallah pahalanya kan sama," sambungnya.

Ke depan jika pemerintah benar-benar akan lebih selektif soal kesehatan jemaah, harus dimulai dari daerah. Tim kesehatan harus berani menyampaikan jika jemaah tidak istitoah. Dari pada dipaksakan, tapi sebetulnya mereka tidak memenuhi syarat secara kesehatan, walaupun petugas akhirnya bisa membantunya.

"Tapi akan lebih afdal, akan lebih baik jika sehat, yang kuat fisiknya," ujar dia.

Sebagai Ketua Kloter UPG 24 dengan jemaah dari Maluku Tenggara, Kota Tual, Seram Bagian Barat, dan Pulau Buru Empat, Muchlis harus memetakkan jemaah lansia, risiko tinggi (risti), dan lain sebagainya, agar pelaksanakan haji berjalan baik.

"Tentu yang non-lansia, non-risti saya pikir itu tidak ada masalah," kata dia.

Muchlis menjelaskan Kloter UPG 24 sebanyak 393 orang, namu seorang jemaah meninggal dunia, dan seorang lainnya batal berangkat karena sakit yang akhirnya meninggal dunia.

"Jadi kami semuanya sekarang 391 beserta petugas; 384 jamaah dan petugas 7 orang," kata dia.

Sejak awal pemberangkatan dari Maluku dan Makassar, hingga ke Jeddah, Arab Saudi, kata Muchlis, perjalanan yang tidak mudah dan melelahkan bagi jemaah. Khusus bagi jemaah lansia dan risti, tawaf wajib tidak berbarengan dengan jemaah lainnya, yaitu pada malam hari mengingat Arab Saudi tengah panas ektrem.

"Sampai di Makkah malam, jam 2-an istirahat sebentar, besoknya sudah umrah wajib. Di situlah sebetulnya pengalaman yang luar biasa, kenapa dalam posisi yang capek mereka melaksanakan towaf, umrah wajib. Saat di Masjid Haram, kami agak sedikit terpencar, banyak yang tersasar. Tapi alhamdulillah semuanya bisa ditemukan," kata dia.

Begitu pun untuk umrah sunah, Muchlis tidak memaksakan kepada jemaah lansia dan risti, tapi jika mereka menginginkan konsekuensinya harus menyiapkan anggaran untuk sewa kursi roda.

"Saat di Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan Mina) alhamdulillah berjalan dengan baik. Walaupun ada kendala di Muzdalifah. Sesuai arahan dari syarikah, harusnya kami tetap bertahan di Muzdalifah, karena akan dijemput oleh bus, namun jemaah merasa khawatir, sehingga mereka banyak jalan dari Muzdalipah ke Mina," kata dia.

"Alhamdulillah walaupun ada kendala itu tetap semuanya teratasi, berkat ada kerja sama ketua rombongan, ketua regu, dan petugas-petugas yang lain. Kami berhasil masuk Mina, dan beberapa jam kemudian dilanjutkan ke Jamarot untuk melempar jumrah," sambungnya.

Saat lempar jumrah di Jamarat, Muchlis juga memetakan jemaah kuat dan tidak. Bagi jemaah yang kuat mereka bisa langsung melakukan. Sedangkan, bagi jemaah lansia atau risti mereka diminta murur atau dibadalkan.

"Kemudian ada yang tanazul juga, kami ngambil tanazul mandiri. Kami koordinasi dengan sektor, dengan syarikah, dan alhamdulillah hotelnya juga bisa dibuka, sehingga aman semuanya," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us