Jemaah haji saa melaksanakan tawaf sunah usai puncak haji di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Jumat (13/6/2025). (Media Center Haji 2025/Rochmanudin)
Sementara, Ketua Kloter Makassar (UPG) 24, Muchlis Ashari, menyebut ada beberapa lansia menjalankan ibadah haji dengan luar biasa, sehat secara mental maupun fisik. Muchlis memang sejak awal menyemangati jemaahnya secara spiritual, sehingga berhasil melalui puncak haji dengan baik dan lancar.
"Yang luar biasa dari mereka yang lansia, karena mungkin dari awal niatnya kuat, mental spiritual kuat membuat fisiknya kuat. Mereka merasa semangat, jadi saya genjot terus spiritualnya," ujar dia, pada kesempatan berbeda.
"Karena jika spiritualnya bagus, saya kira fisik bisa teratasi. Jadi semua jemaah yang lansia kami selalu kunjungi kepada mereka untuk memperkuat spiritualnya. Jadi kita hanya sekadar memotivasi kepada mereka," sambungnya.
Muchlis juga selalu mengingatkan jemaahnya agar senantiasa menjaga kesehatan mereka, dan jika mereka ada kendala diminta dikomunikasikan dengan tim kesehatan.
"Lansia yang sangat bugar di kloter saya ada 15-an orang. Terutama dari daerah Seram Bagian Barat, Maluku Tenggara, Kepulauan Kei dan Buru," sebut dia.
Menurut Muchlis jika kondisi spiritual sudah baik, maka dengan sendirinya kondisi fisik ikut membaik. Apalagi jika ditunjang dengan olah raga dan pola makan sehat, maka kondisi jemaah lebih baik.
"Mereka kelihatannya spiritualnya sudah siap ya, sehingga berdampak juga ke fisiknya. Rasa capeknya mungkin hilang gitu. Kemudian dari sisi makannya yang terjaga, serta rutin konsultasi dengan dokter, agar jika lelah segera dikasih vitamin. Itu yang membuat mereka ketika sakit secepatnya sembuh," kata dia.
Lebih lanjut, terkait masukan dari pemerintah Arab Saudi soal istitaah atau kesehatan jemaah, Muchlis menyarankan kepada jemaah agar tidak memaksakan diri.
"Saya rasa kalau tidak istitaah, seperti kata Rasulullah SAW, sebetulnya lebih baik dibadalkan saja, karena nanti tidak sempurna melaksanakan rukun-rukunnya, kewajibannya seperti itu," kata dia.
"Dalam satu kisah ada yang datang kepada Rasulullah, orang tua sahabat sakit, sudah uzur, maka Rasul menyarankan untuk dibadalkan. Saya pikir memang tidak usah dipaksakan, realistis sajalah. Kalau bisa dibadalkan, dibadalkan dan insyaallah pahalanya kan sama," sambungnya.
Ke depan jika pemerintah benar-benar akan lebih selektif soal kesehatan jemaah, harus dimulai dari daerah. Tim kesehatan harus berani menyampaikan jika jemaah tidak istitoah. Dari pada dipaksakan, tapi sebetulnya mereka tidak memenuhi syarat secara kesehatan, walaupun petugas akhirnya bisa membantunya.
"Tapi akan lebih afdal, akan lebih baik jika sehat, yang kuat fisiknya," ujar dia.
Sebagai Ketua Kloter UPG 24 dengan jemaah dari Maluku Tenggara, Kota Tual, Seram Bagian Barat, dan Pulau Buru Empat, Muchlis harus memetakkan jemaah lansia, risiko tinggi (risti), dan lain sebagainya, agar pelaksanakan haji berjalan baik.
"Tentu yang non-lansia, non-risti saya pikir itu tidak ada masalah," kata dia.
Muchlis menjelaskan Kloter UPG 24 sebanyak 393 orang, namu seorang jemaah meninggal dunia, dan seorang lainnya batal berangkat karena sakit yang akhirnya meninggal dunia.
"Jadi kami semuanya sekarang 391 beserta petugas; 384 jamaah dan petugas 7 orang," kata dia.
Sejak awal pemberangkatan dari Maluku dan Makassar, hingga ke Jeddah, Arab Saudi, kata Muchlis, perjalanan yang tidak mudah dan melelahkan bagi jemaah. Khusus bagi jemaah lansia dan risti, tawaf wajib tidak berbarengan dengan jemaah lainnya, yaitu pada malam hari mengingat Arab Saudi tengah panas ektrem.
"Sampai di Makkah malam, jam 2-an istirahat sebentar, besoknya sudah umrah wajib. Di situlah sebetulnya pengalaman yang luar biasa, kenapa dalam posisi yang capek mereka melaksanakan towaf, umrah wajib. Saat di Masjid Haram, kami agak sedikit terpencar, banyak yang tersasar. Tapi alhamdulillah semuanya bisa ditemukan," kata dia.
Begitu pun untuk umrah sunah, Muchlis tidak memaksakan kepada jemaah lansia dan risti, tapi jika mereka menginginkan konsekuensinya harus menyiapkan anggaran untuk sewa kursi roda.
"Saat di Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan Mina) alhamdulillah berjalan dengan baik. Walaupun ada kendala di Muzdalifah. Sesuai arahan dari syarikah, harusnya kami tetap bertahan di Muzdalifah, karena akan dijemput oleh bus, namun jemaah merasa khawatir, sehingga mereka banyak jalan dari Muzdalipah ke Mina," kata dia.
"Alhamdulillah walaupun ada kendala itu tetap semuanya teratasi, berkat ada kerja sama ketua rombongan, ketua regu, dan petugas-petugas yang lain. Kami berhasil masuk Mina, dan beberapa jam kemudian dilanjutkan ke Jamarot untuk melempar jumrah," sambungnya.
Saat lempar jumrah di Jamarat, Muchlis juga memetakan jemaah kuat dan tidak. Bagi jemaah yang kuat mereka bisa langsung melakukan. Sedangkan, bagi jemaah lansia atau risti mereka diminta murur atau dibadalkan.
"Kemudian ada yang tanazul juga, kami ngambil tanazul mandiri. Kami koordinasi dengan sektor, dengan syarikah, dan alhamdulillah hotelnya juga bisa dibuka, sehingga aman semuanya," kata dia.