ilustrasi Madinah (pexels.com/Afif Ramdhasuma)
Perang Khaibar terjadi setelah ditandatanganinya Perjanjian Hudaibiyah antara Nabi Muhammad SAW dengan kaum kafir Mekkah. Satu bulan setelah ditandatanganinya perjanjian tersebut, Rasulullah SAW yang telah tiba di Madinah segera memimpin pasukannya menuju Khaibar.
Khaibar sendiri merupakan wilayah pertanian yang terletak sekitar 165 km di sebelah utara Madinah. Wilayah ini dikenal subur, memiliki banyak mata air, serta dipenuhi perkebunan kurma dan buah-buahan lainnya. Penduduk Khaibar terdiri atas gabungan orang-orang Arab dan Yahudi, meskipun Suku Arab Ghathafan mengklaim wilayah itu sebagai wilayah mereka.
Latar belakang peperangan ini salah satunya disebabkan karena pengusiran Bani-an-Nadhir dari Madinah oleh Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk hukuman atas berbagai pengkhianatan yang mereka lakukan.Banyak tokoh penting dari Bani an-nadhir yang bermukim di Khaibar dan menyebarkan hasutan untuk merusak citra Nabi Muhammad SAW.
Tidak hanya itu, penduduk Khaibar turut menghimpun pasukan untuk menyerang kaum muslimin. Mereka juga mendorong Bani Quraizhah untuk melanggar perjanjian, menjalin hubungan dengan orang-orang munafik, serta bekerja sama dengan penduduk Suku Ghathafan dan kaum Arab Badui yang menjadi sekutu dalam barisan musuh. Hal tersebut menunjukkan, penduduk Khaibar memang telah mempersiapkan diri berperang untuk melawan kaum muslimin. Bahkan, mereka pernah menyusun sebuah rencana untuk membunuh Nabi Muhammad SAW.
Gerakan yang membahayakan dari penduduk Khaibar ini dianggap dapat mengancam keamanan kaum muslimin di Madinah. Selain itu, Rasulullah SAW juga menilai, akses dakwah Islam akan terhambat bila para tokoh Yahudi di Khaibar tetap dibiarkan menyebarkan pengaruhnya. Dengan pertimbangan tersebut, maka langkah yang diambil adalah melakukan pengepungan terhadap Khaibar, yang merupakan benteng terakhir komunitas Yahudi di Jazirah Arab.
Peristiwa perang ini turut diabadikan dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam Surat Al-Fath ayat 20, sebagai bentuk janji Allah SWT kepada kaum muslimin yang berpartisipasi dalam Perjanjian Hudaibiyah. Dalam ayat tersebut, Allah SWT menjanjikan kepada mereka harta rampasan yang melimpah. Allah SWT berfirman :
وَعَدَكُمُ اللّٰهُ مَغَانِمَ كَثِيْرَةً تَأْخُذُوْنَهَا فَعَجَّلَ لَكُمْ هٰذِهٖ وَكَفَّ اَيْدِيَ النَّاسِ عَنْكُمْۚ وَلِتَكُوْنَ اٰيَةً
لِّلْمُؤْمِنِيْنَ وَيَهْدِيَكُمْ صِرَاطًا مُّسْتَقِيْمًاۙ
Artinya : “Allah telah menjanjikan kepadamu rampasan perang yang banyak yang (nanti) dapat kamu ambil, maka Dia menyegerakan (harta rampasan perang) ini untukmu. Dia menahan tangan (mencegah) manusia dari (upaya manganiaya)-mu (agar kamu mensyukuri-Nya), agar menjadi bukti bagi orang-orang mukmin, dan agar Dia menunjukkan kamu ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Fath ayat 20).