Seloroh Gibran di Acara Pemuda Katolik: Saya Dikeluarkan dari Partai

Intinya sih...
- Gibran berseloroh soal pemecatan dari PDIP dan perbedaan dalam pidatonya di acara Pemuda Katolik.
- Gibran menghormati keputusan partai dan fokus membantu Presiden Prabowo sebagai wapres tanpa afiliasi partai politik.
- Pemecatan Gibran disebabkan oleh pencalonannya sebagai cawapres Koalisi Indonesia Maju, melanggar kode etik dan disiplin PDIP.
Jakarta, IDN Times - Ada momen unik ketika Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menghadiri pelantikan Pengurus Pusat Pemuda Katolik periode 2024-2027. Di dalam pidatonya, Gibran sempat berseloroh bahwa ia baru dikeluarkan dari PDI Perjuangan (PDIP), partai tempatnya bernaung dulu.
Mulanya, Gibran menyinggung Ketua Umum Pemuda Katolik (PK), Stefanus Gusma. Ia mengaku senasib dengan Gusma.
"Jadi, sebenarnya Gusma ini senasib dengan saya. Baru dikeluarkan dari partai," ujar Gibran seperti dikutip dari YouTube Wakil Presiden Republik Indonesia, Selasa (17/12/2024).
Pernyataan itu sontak disambut gelak tawa hadirin. Gibran kemudian menyinggung soal perbedaan adalah hal yang biasa di dalam negara berdemokrasi.
"Sekali lagi yang namanya perbedaan adalah hal yang biasa. Perbedaan itu yang mewarnai demokrasi kita. Jadi, saya senang sekali Pak Ketua tadi ber-statement akan merangkul, mengajak semua pemuda yang ada di Indonesia ini, apapun background dan afiliasi politiknya," tutur dia.
1. Gibran hormati keputusan PDIP soal pemecatan dirinya
Sebelumnya, Gibran sudah menanggapi soal keputusan PDIP yang telah menyatakan di hadapan publik soal pemecatan dirinya. Ia mengaku menghormati keputusan partai berlambang banteng moncong putih itu.
"Kami menghargai dan menghormati keputusan partai," ujar Gibran di Pangkalan TNI AU, Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Selasa (17/12/2024).
Dia mengatakan, akan fokus untuk membantu Presiden Prabowo Subianto sebagai wapres. Saat ini Gibran diketahui tidak terafiliasi dengan parpol mana pun.
Ketika ditanyakan ke partai mana dia akan berlabuh, Gibran meminta publik untuk bersabar menunggu.
"Tunggu saja," katanya.
2. Gibran dipecat karena melakukan pelanggaran kode etik berat
Pemecatan Gibran dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024, yang ditetapkan pada 4 Desember 2024 dan ditandatangani oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri serta Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto. SK tersebut menyatakan Gibran telah melanggar kode etik dan disiplin partai dengan mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Padahal, PDIP mendukung pasangan calon presiden (capres)-cawapres yaitu Ganjar Pranowo dan Mahfud MD pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Dengan mencalonkan diri sebagai cawapres dari partai politik lain (Koalisi Indonesia Maju) hasil intervensi kekuasaan terhadap Mahkamah Konstitusi merupakan pelanggaran kode etik dan disiplin partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat," demikian isi SK tersebut.
Dalam keputusan itu, Gibran juga dilarang melakukan kegiatan atau menduduki jabatan apa pun yang mengatasnamakan PDIP.
DPP PDIP pun menegaskan bahwa partai tidak memiliki hubungan maupun tanggung jawab atas tindakan Gibran di masa mendatang.
3. Analis politik nilai Jokowi sulit dapat tempat di partai politik
Sementara, dalam pandangan pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti, Jokowi akan kesulitan untuk mendapatkan 'perahu' baru untuk berlayar setelah dipecat dari PDIP. Ia kemudian mengutip kalimat Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit, bila seorang individu memutuskan aktif berpolitik maka jangan berkhianat ke parpol tempat bernaung.
"Karena sekali Anda berkhianat kepada partai, sekali Anda meninggalkan partai dengan cara-cara yang tidak terhormat, itu akan sulit bagi Anda untuk diterima sebagai anggota dari partai Anda yang baru dengan sepenuh hati. Karena dalam pandangan orang-orang di partai tersebut, sekali Anda berkhianat bukan mustahil Anda akan melakukan pengkhianatan di tempat atau partai Anda yang baru," ujar Ikrar mengutip kalimat Arbi Sanit pada Senin (16/12/2024).
Prabowo pun, kata Ikrar, berupaya untuk menarik diri dari kedekatannya dengan Jokowi. Salah satu contohnya pergantian 300 perwira tinggi TNI yang terjadi di era kepemimpinan Prabowo.
"Meskipun pergantian pejabat tinggi ini ditentukan oleh Panglima TNI, tetapi pengaruh Prabowo ikut menjadi perhitungan-perhitungan politik yang diambil oleh Dewan Jabatan dan Kepangkatan Perwira Tinggi (Wanjakti)," tutur dia.
Prabowo juga tak ingin mengikuti kepentingan politik Jokowi, di mana salah satunya diduga ingin merekayasa hukum dan politik di Mahkamah Konstitusi (MK), agar kemenangan Pramono Anung-Rano Karno kalau bisa dianulir dan menjadi dua putaran. Hingga saat ini, tidak ada pembicaraan terkait Jokowi bergabung ke Partai Gerindra.