Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
pelantikan presiden wapres prabowo-gibran
Pelantikan Presiden Prabowo

Intinya sih...

  • Kata kunci "Wapresnya" muncul 10,08% dari total respons

  • "Hancur", "Omon-omon", dan "Kosong" sering muncul

  • Pemuda merasa hanya menjadi komoditas politik

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Untuk menandai satu tahun pemerintahan Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, IDN Times menggelar jajak pendapat sederhana terhadap komunitas dan pengikut setianya, sejak 14 hingga 20 Oktober 2025. Jajak pendapat ini dilakukan melalui media sosial Instagram dan grup percakapan WhatsApp yang sebagian besar isinya adalah millennial dan Gen Z.

Sebanyak 400 responden berpartisipasi dalam jajak pendapat ini. Mereka diminta untuk merespons satu pertanyaan sederhana: "Ungkapkan satu kata untuk 1 tahun Pemerintahan Prabowo dan Gibran". Responden bebas mengungkapkan pandangan mereka dan kerahasiaan identitasnya dijamin oleh tim IDN Times.

Data opini ini dikumpulkan melalui formulir daring, kemudian dibersihkan dan diolah menggunakan lembar spreadsheet. Tim editorial mengekstrak satu kata kunci utama dari setiap respons, terutama jika responden memberikan jawaban lebih dari satu kata, untuk memastikan data tetap relevan dengan format "satu kata".

Hasilnya menunjukkan gambaran yang sangat beragam, namun dengan satu temuan yang menonjol secara signifikan: sorotan tajam terhadap kinerja Wakil Presiden.

1. Kata kunci "Wapresnya" muncul sebanyak 10,08 persen

Temuan yang paling menonjol dari jajak pendapat ini adalah kata kunci "Wapresnya", yang muncul sebanyak 10,08 persen dari total respons. Kata kunci ini hampir seluruhnya didominasi oleh sentimen negatif yang kuat. Responden secara spesifik mengkritik kinerja Wakil Presiden, bahkan beberapa secara eksplisit meminta penggantian.

Beberapa respons yang terekam di antaranya: "Ganti wapres nya sama AHY", "Presidennya boleh lah. Wakilnya TERSERAH !!!!", "Presiden = 🔥, wakil = no komen", "Ganti Wakil nya...biar pak Prabowo... benar 2 di bantu dalam pemerintahan nya...".

Menanggapi temuan jajak pendapat IDN Times, Head of Research Center for Digital Society (CfDS) Hafiz Noer mengatakan, sorotan tajam ini adalah cerminan dari ekspektasi publik yang tidak terpenuhi.

"Sejak awal Wapres mengklaim dirinya sebagai representasi kaum muda. Namun, seiring Wapres menjabat, kebijakannya tidak merefleksikan kaum muda, alih-alih mengakomodir kepentingan elite politik—sehingga jauh dari aspirasi kaum muda," jelas Hafiz.

Sementara Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan UGM Alfath Bagus Panuntun menambahkan, publik secara spesifik "menantikan kinerja nyata" dan "ekspektasi kinerja yang lebih berdampak" dari Gibran, yang hingga kini dinilai belum terlihat.

Kedua pakar setuju bahwa masalah ini bersifat dua arah: kesenjangan ekspektasi diperburuk oleh komunikasi publik yang tidak efektif.

"Bisa jadi karena kesenjangan ekspektasi dan juga komunikasi publik Wapres yang buruk," ujar Hafiz.

"Sejauh ini Wapres minim respons yang elaboratif terkait satu isu, dan cenderung memberikan statement yang nyeleneh atau bahkan minim statement. Respons komunikasi publik yang buruk ini tentu tidak diinginkan oleh kaum muda."

Alfath mengamini hal ini, menyatakan bahwa "gaya komunikasi politik Gibran membuatnya menjadi sorotan ‘selalu’ di media."

2. Tiga kata negatif lain yang mendominasi

Erick Thohir ikut meramaikan joget gemoy Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto dalam acara Komunitas Ojol Penggemar Erick Thohir (OjolET). (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Selain sorotan terhadap wakil presiden, persepsi publik yang terekam juga diwarnai oleh kata-kata bernada negatif lainnya. Tiga kata negatif yang paling sering muncul berikutnya adalah "Hancur" (3,02 persen), "Omon-omon" (2,77 persen), dan "Kosong" (2,02 persen).

Kata "Omon-omon" merujuk pada istilah yang pernah DIpopulerKAN oleh Prabowo di masa kampanye. Saementara "Hancur" dan "Kosong" menggambarkan persepsi responden terhadap kondisi pemerintahan secara umum.

Menurut Alfath, ini adalah potret hubungan antara kaum muda dan pemerintah yang tidak harmonis dari awal. "Tidak pernah ada bulan madu," tegas Alfath.

"Pemuda selama ini hanya menjadi komoditas politik. Belum ada agenda politik dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada anak muda," lanjutnya.

Hafiz menjelaskan, citra kampanye yang lekat dengan anak muda seperti visual "gemoy" dan #jedagjedug, sirna begitu Prabowo terpilih dan "memilih untuk menunjukkan otoritas militeristiknya."

Publik, menurut Hafiz, merespons kegagalan program kampanye dengan slogan sinis. "Munculnya slogan seperti 'omon-omon' berkaitan juga dengan isu-isu publik seperti ketidaktersediaan lapangan kerja dan program MBG (Makan Bergizi Gratis) yang bermasalah," katanya.

3. Tiga nama menteri juga disebut

Menetri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang saat foto ini diambil menjadi Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dalam acara Fortune Indonesia Summit 2022 pada Rabu (18/5/2022). (IDN Times/Herka Yanis)

Menariknya, jajak pendapat ini juga menangkap sejumlah nama pejabat dan tokoh politik yang diasosiasikan responden dengan satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran. Kata "Bahlil" yang merujuk kepada nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia muncul sebanyak 2,27 persen dengan sentimen negatif, seperti dalam komentar "Pecat Bahlil".

Nama Menteri Keuangan Purbaya juga disebut oleh 1,01 persen responden, namun dengan nada yang cenderung netral hingga positif, seperti dalam komentar ini. "Berasa Purbaya yg jadi Presidennya 😂". Selain itu, nama mantan Presiden Jokowi juga masih disebut oleh 1,01 persen responden , seperti dalam ungkapan "Hidup Jokowi".

Temuan jajak pendapat yang menyebut nama menteri secara spesifik, seperti Bahlil dan Purbaya, serta masih munculnya nama Jokowi, dibaca sebagai dua fenomena.

Di satu sisi, Alfath menilai ini sebagai hal yang "lumrah", di mana publik kini jeli mengevaluasi kinerja berdasarkan "perilaku politik personal dan kebijakan yang dibuatnya."

Di sisi lain, Hafiz melihat adanya dinamika politik internal. "Tentu ada upaya untuk ‘sapu-sapu’ menteri yang dianggap terafiliasi oleh Jokowi, dan memunculkan nama-nama menteri yang tidak terafiliasi dengannya. Jokowi juga masih berusaha menjadi top of mind pada perbincangan politik melalui menteri-menterinya," analisis Hafiz.

4. Hal positif di tengah dominasi kritik

Wapres Gibran Rakabuming Raka. (IDN Times/Larasati Rey)

Meskipun didominasi oleh kritik, jajak pendapat ini juga merekam sejumlah sentimen positif dari responden. Kata "Keren" muncul sebagai kata positif yang paling banyak disebut, yakni sebesar 1,01 persen. Kemudian Diikuti oleh kata-kata positif lainnya seperti Oke (0,76 persen), Makasih (0,76 persen), Yes (0,50 persen), Terbaik (0,50 persen), Menyala (0,50 persen), Semangat (0,50 persen).

Perbaikan komunikasi untuk mensosialisasikan program-program pemerintah serta mendengarkan dan merespons aspirasi warga negara wajib ada. Lebih dari itu, Alfath mengingatkan bahwa komunikasi saja tidak cukup. Pemerintah, tegasnya, harus "memperbaiki cara kerja agar benar-benar kinerja pemerintah berdampak. Program unggulan bukan sebatas delivery tapi menjamin kualitasnya."

Editorial Team