Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Gedung Kejaksaan Agung. (Dokumentasi Sekretariat Kabinet)
Ilustrasi Gedung Kejaksaan Agung. (Dokumentasi Sekretariat Kabinet)

Intinya sih...

  • Panglima TNI tidak mencabut MoU soal pengerahan prajurit untuk menjaga gedung Kejaksaan di seluruh Indonesia
  • Perpres 66/2025 dinilai salah dan bermasalah, tidak taat prosedur, serta melegitimasi pengerahan pasukan TNI untuk pengamanan kejaksaan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi merasa kecewa karena Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto tidak mencabut nota kesepahaman (MoU) soal pengerahan prajurit untuk menjaga gedung Kejaksaan di seluruh Indonesia. Alih-alih mencabut MoU itu, tiba-tiba terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia. Langkah ini dinilai salah dan bermasalah. 

"Satu-satunya dasar hukum yang digunakan oleh Perpres 66 tahun 2025 adalah pasal 4 UUD Negara RI tahun 1945 yang mengatur bahwa presiden memegang kekuasaan pemerintahan. Perpres itu sama sekali tidak mendasarkan pada UU TNI, padahal Perpres tersebut melegitimasi pengerahan pasukan TNI untuk pengamanan kejaksaan," ujar Hendardi di dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (28/5/2025). 

"Bahkan, Perpres itu tidak merujuk Undang-Undang Kejaksaan itu sendiri," imbuhnya. 

1. Perpres pengamanan jaksa tidak taat prosedur penyusunan aturan

Jaksa Agung ST Burhanuddin menjenguk staf Kejagung yang diserang orang tak dikenal di Depok. (dok. Puspenkum Kejagung)

Hendardi mengatakan, dari sisi prosedur, Perpres Nomor 66/2025 tidak taat prosedur. Seharusnya, pembentukan Perpres melalui dua prosedur, yakni program penyusunan (progsun) Perpres atau di luar progsun. Proses Perpres bila dilakukan dengan benar akan memakan waktu lama. 

"Prosesnya, kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dapat mengajukan rancangan Perpres di luar progsun Perpres jika ada kebutuhan untuk melaksanakan UU atau putusan Mahkamah Agung (MA). Perpres melalui prosedur di luar progsun dapat dilakukan dalam keadaan tertentu untuk mengatasi keadaan luar biasa, konflik atau bencana alam," katanya. 

Karena itu, Hendardi menduga prosedur tersebut sudah diterabas dan langsung membuat Perpres.

"Tujuannya, untuk memberikan legitimasi secara cepat dan instan atas 'main mata' kejaksaan dengan TNI," ujar dia. 

Selain itu, Hendardi menambahkan, tidak ada ancaman sistematis dan massif yang nyata terhadap kinerja Kejaksaan dalam penegakan hukum sehingga membutuhkan peraturan perundang-undangan khusus dalam bentuk perpres. 

2. Perpres Pelindungan Jaksa dinilai berpotensi memicu gesekan antara tiga lembaga

Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Di sisi lain, penerbitan Perpres Nomor 66/2025 bisa menimbulkan dua dampak. Pertama, pengamanan kejaksaan oleh TNI dalam jangka panjang akan melegalisasi pelibatan militer dalam proses-proses penegakan hukum oleh kejaksaan.

"Kedua, perpres akan secara lebih terbuka mematik gesekan dan mencampuradukan kewenangan, khususnya di antara tiga lembaga, yakni Kejaksaan, Polri dan TNI," tutur dia. 

Hendardi menilai, Presiden Prabowo Subianto seharusnya memberikan perhatian besar bagi perbaikan integritas dan profesionalitas dalam penegakan hukum. Sebab, sudah terlalu banyak penegak hukum di kejaksaan, kepolisian dan Mahkamah Agung malah terlibat dalam tindak pidana, mulai dari melakukan pungutan liar hingga korupsi. 

"Alhasil jadi melemahkan penegakan hukum dan menghancurkan kepercayaan publik pada proses penegakan hukum," ucap dia. 

Prabowo, kata Hendardi, seharusnya juga memberikan perhatian besar bagi penegakan hukum dan peningkatan profesionalitas militer di bidang pertahanan.

"Jangan malah menarik-narik militer ke dalam jabatan dan penegakan hukum sipil yang justru mengalihkan profesionalitas militer dalam pertahanan negara," ujarnya. 

3. Panglima TNI tegaskan pelindungan jaksa sudah sesuai undang-undang

Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto (kiri) ketika berada di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto justru mengatakan, pelibatan TNI untuk mengamankan Kejaksaan di seluruh Indonesia sudah sesuai UU baru TNI. Hal itu terkait Operasi Militer Selain Perang (OMSP), yakni mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis. 

"Jadi pelibatan TNI di kejaksaan sebenarnya sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI, yaitu tugas pokok TNI, dan tugas dalam OMSP (operasi militer selain perang), yaitu mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis, kemudian penempatan prajurit aktif di Kejaksaan TNI," ujar Agus di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada 26 Mei 2025 lalu. 

"Lalu, dukungan kepada TNI di bidang Perdata dan TU, kemudian pemanfaatan sarana-prasarana, dan koordinasi teknis penyelidikan dan penuntutan serta penanganan perkara," imbuhnya. 

Editorial Team