Jakarta, IDN Times - Peristiwa kembali aktifnya Letjen Novi Helmy Prasetya ke Mabes TNI usai tak lagi menjabat Direktur Utama Bulog, menimbulkan tanda tanya publik. Sebab, sebelumnya ia disebut sedang dalam proses mengundurkan diri dari dunia militer, lantaran ditugaskan untuk menjadi Direktur Utama Bulog.
Hal itu ditandai dengan adanya rotasi posisi Novi Helmy pada Maret 2025. Dalam Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/333/III/2025, Novi dirotasi dari posisi Danjen Akademi TNI menjadi staf khusus Panglima TNI. Artinya, Novi menjadi salah satu perwira tinggi yang nonjob selama berada di Mabes TNI.
Tetapi, usai dicopot Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, dari kursi Dirut Bulog, Novi tiba-tiba kembali aktif di dunia militer. Menurut peneliti HAM dan sektor keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, implementasi undang-undang baru TNI yang sudah berjalan sembilan bulan terlihat tidak konsisten dalam kasus jenderal bintang tiga itu. Apalagi berdasarkan UU baru TNI, posisi yang diisi Letjen Novi tidak termasuk dalam 15 sektor pekerjaan yang boleh diisi TNI aktif.
"Pengembalian status militer aktif terhadap Letjen Novi Helmy setelah menduduki jabatan sipil menjadi potret regresi reformasi berlapis. Ketidakpatuhan terhadap UU TNI Tahun 2004 mengingat jabatan Dirut Bulog tidak termasuk ke dalam Pasal 47 ayat (2), berpadu dengan pengembalian status yang dapat mengingkari ketentuan pensiun sebagaimana amanat Pasal 47 ayat (1) UU TNI, terkait ketentuan menduduki jabatan sipil bagi prajurit TNI," ujar Ikhsan dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (7/7/2025).
Ikhsan menggarisbawahi ketika seorang prajurit TI memasuki masa pensiun, maka tugas kedinasan militernya juga berakhir. Ia kembali ke masyarakat.
"Pengembalian status militer aktif pasca-pensiun ini juga dapat menjadi preseden yang mengganggu regenerasi di internal TNI ke depannya, jika dijalankan tanpa ketentuan yang jelas," tutur dia.