Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi kekerasan pada perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Seorang bocah disabilitas di Cepu, Blora, Jawa Tengah, menjadi korban pemerkosaan enam orang. Korban masih duduk di bangku Sekolah Menegah Pertama (SMP).

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar, mengungkapkan pihaknya akan mendorong aparat penegak hukum (APH) untuk memberi hukuman pelaku sesuai perundang-undangan yang berlaku.

“Kami berharap semua terduga pelaku bisa segera ditangkap. Kami mendukung kerja keras pihak aparat kepolisian yang masih memburu para terduga pelaku. KemenPPPA akan terus mengawal kasus ini bersama APH dan Dinas PPPA setempat, agar para pelaku dapat segera diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Nahar dalam keterangannya, dilansir Senin (16/10/2023).

1. Korban mengalami pemerkosaan sejak 2022 dan tengah hamil

Ilustrasi hamil (IDN Times/Mardya Shakti)

KemenPPPA menjelaskan dari hasil penyelidikan Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan hasil koordinasi dengan Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Blora dan kepolisian Cepu, korban mengalami pemerkosaan sejak 2022 di tiga lokasi.

Tiga lokasi tersebut yakni di tempat pencucian motor tempat kerja pelaku, pasar swalayan, dan rumah korban. Pelaku merayu korban dengan mengiming-imingi sejumlah uang. Bahkan saat ini siswi disabilitas itu dalam kondisi hamil tujuh bulan. 

2. Korban saat ini tinggal bersama orangtuanya

Kunjungan KemenPPPA pada korban paedofilia asal Padang | Deputi Perlindungan Anak, Nahar mengunjungi TR di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Selasa (3/11). (Dok. Humas KemenPPPA)

Tim Layanan SAPA 129 dan UPTD PPA Blora juga telah berkoordinasi dengan Dinas Sosial setempat, supaya ada pendampingan bagi korban berupa visum, pemeriksaan kesehatan, dan pemeriksaan psikolog. 

“Saat ini, korban tinggal bersama kedua orangtuanya, kami akan terus memberikan pendampingan kepada korban dan keluarganya. Kami juga memastikan agar korban tetap mendapatkan hak pendidikannya,” kata Nahar. 

3. Satu pelaku adalah keluarga korban

Ilustrasi tersangka (IDN Times/Mardya Shakti)

Nahar mengatakan para pelaku terbukti melakukan tindak pidana persetubuhan dan dijerat Pasal 81 Ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 17 Tahun 2016, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun dan denda paling banyak lima miliar rupiah. 

Dalam hal satu dari enam pelaku merupakan orang yang memiliki hubungan keluarga dengan korban, maka pidana penjara terhadap pelaku tersebut dapat ditambah sepertiga sesuai dengan Pasal 81 Ayat 3 sehingga ancaman pidana penjara bagi para pelaku bisa mencapai 20 tahun.

Editorial Team