‘Smart Grid’ Membantu Mempercepat Transisi Energi di Indonesia

- Berbagai badan PBB dukung transisi energi di Indonesia
- Program UNDP membawa energi terbarukan ke pulau-pulau terpencil
- ILO mendukung pemerintah dalam mengembangkan keterampilan hijau
- Rencana jangka panjang: RUPTL 2025–2034
- Rencana investasi bersih dengan kapasitas pembangkit listrik terbarukan baru sebesar 42,6 GW
- Membatasi kapasitas bahan bakar fosil baru hanya 16,6 GW
- Fungsi vital "smart grid" dan pusat kontrol
Artikel ini merupakan hasil kolaborasi antara IDN Times dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia untuk mengangkat isu-isu penting yang berdampak signifikan bagi masyarakat, serta mendorong kesadaran dan aksi nyata demi tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG).
Jaringan listrik di pulau-pulau utama Jawa, Madura, dan Bali—yang menjadi rumah bagi lebih dari 160 juta orang—kini sedang ditingkatkan dan dimodernisasi dengan dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tujuannya adalah untuk mengakomodasi beban energi yang berfluktuasi dari tenaga surya dan angin, seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi bersih nasional.
“Sebagai hasil kerja sama kami dengan PBB, kami kini memiliki cetak biru untuk smart grid dan sedang bekerja untuk memungkinkannya mengintegrasikan listrik dari energi terbarukan secara mulus sesuai dengan prioritas nasional,” kata Evy Haryadi, Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem di PLN. “Ini akan menjadi langkah besar dalam dekarbonisasi sistem energi Indonesia.”
Inisiatif smart grid ini didukung oleh Kantor Layanan Proyek PBB (UNOPS) dan menjadi bagian integral dari bantuan PBB di Indonesia untuk memastikan transisi energi yang adil. Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Aksi Iklim dan Transisi Berkeadilan, Selwin Hart, menekankan pentingnya proyek ini dalam kunjungannya ke Jakarta.
1. Berbagai badan PBB dukung transisi energi di Indonesia

Inisiatif ini mencakup kerja dari Program Pembangunan PBB (UNDP) untuk membawa energi terbarukan ke pulau-pulau terpencil yang belum terhubung ke jaringan nasional, serta dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) untuk mendukung pemerintah dalam mengembangkan keterampilan hijau.
“PBB di Indonesia bekerja sama erat dengan pemerintah untuk mendukung target transisi energi sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs),” kata Gita Sabharwal, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia. “Kami menyediakan solusi cepat dan keahlian teknis untuk mempercepat kemajuan menuju tujuan pemerintah dalam energi hijau.”
2. Rencana jangka panjang: RUPTL 2025–2034

Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang diluncurkan pada bulan Mei menguraikan pergeseran strategis menuju masa depan energi yang lebih bersih dan berbasis investasi. Rencana ini menargetkan kapasitas pembangkit listrik terbarukan baru sebesar 42,6 GW dan kapasitas penyimpanan sebesar 10,3 GW, sekaligus membatasi kapasitas bahan bakar fosil baru hanya 16,6 GW.
Rencana ini dirancang untuk menyelaraskan komitmen iklim Indonesia dengan SDGs. Di saat yang sama rencana ini juga bertujuan untuk meningkatkan ketahanan energi nasional Indonesia.
3. Fungsi vital "smart grid" dan pusat kontrol

Smart grid dan pusat kontrol yang menjadi inti sistem ini, yang mengelola pasokan dan permintaan listrik, sangat penting dalam upaya ini. Negara ini memperkirakan lonjakan pembangunan pembangkit energi terbarukan setelah modernisasi Pusat Kontrol JAMALI selesai dilakukan.
Secara historis, jaringan listrik dirancang untuk menerima listrik dari sumber-sumber dengan output yang relatif stabil—seperti batu bara, gas alam, atau tenaga air. Namun, beberapa sumber energi terbarukan berfungsi secara berbeda: pembangkit surya hanya menghasilkan listrik saat matahari bersinar, dan tenaga angin hanya saat angin bertiup.
4. Adaptasi teknologi untuk stabilitas dan efisiensi

Dalam smart grid, pusat kontrol harus mampu menyesuaikan asupan listrik dari energi terbarukan dan menyeimbangkannya dengan sumber yang stabil seperti batu bara, berdasarkan kondisi cuaca dan pola konsumsi secara real-time. Smart grid juga akan memanfaatkan baterai skala besar untuk menyimpan kelebihan listrik—misalnya, dari energi surya yang dihasilkan selama periode cerah.
Didirikan pada awal 1980-an, pusat kontrol jaringan JAMALI mencakup 79 persen kapasitas pembangkitan di Indonesia. Desain sistem smart grid yang dikembangkan oleh UNOPS memungkinkan pusat kontrol untuk mengintegrasikan kemampuan peramalan energi terbarukan dan alat analisis jaringan guna mendukung stabilitas dan keamanan, serta fitur canggih lainnya.
5. Dari rancangan ke lapangan: Penerapan dan replikasi

Desain teknis rinci untuk Pusat Kontrol Utama JAMALI mencakup rencana untuk mengkonsolidasikan lima pusat kontrol regional menjadi dua pusat untuk meningkatkan efisiensi sambil tetap menjaga redundansi. UNOPS juga telah menyelesaikan proses tender dan pemilihan vendor untuk implementasi desain tersebut, serta membangun kapasitas staf PLN yang terlibat dalam operasional pusat kontrol agar mampu mengelola teknologi baru ini secara efektif.
Para pekerja konstruksi dan insinyur kini tengah bekerja keras di kampus PLN di Depok, tepat di luar Jakarta, untuk mengimplementasikan desain yang disediakan oleh UNOPS. Pusat kontrol ini ditargetkan selesai pada akhir tahun 2025. Selama fase ini, UNOPS bertanggung jawab untuk memantau vendor yang terpilih dalam pembangunan, pemasangan, konfigurasi, dan akhirnya, pengoperasian pusat baru ini.
Pekerjaan berjalan sesuai jadwal. Bangunan baru sebagian besar telah selesai, dan pemasangan sistem pemantauan industri—yang menjadi pusat dari pengoperasian pusat kontrol—telah selesai sekitar 40 persen. Berdasarkan keberhasilan inisiatif ini, saat ini sedang dilakukan diskusi untuk mereplikasi desain ini di empat pusat kontrol lainnya yang mengelola pasokan listrik di pulau-pulau lain di seluruh Indonesia.
UNOPS mendukung modernisasi ini melalui Kemitraan Transisi Energi Asia Tenggara (ETP), yang menyediakan keahlian teknis kepada negara-negara mitra di kawasan ini untuk membantu mereka memenuhi komitmen energi nasional sejalan dengan Persetujuan Paris dan SDGs.
ETP Adalah kemitraan multi-donor, yang didukung oleh pemerintah Australia, Kanada, Prancis, Jerman, dan Inggris serta donor filantropis. ETP beroperasi di Indonesia, Filipina, dan Viet Nam, serta di tingkat regional ASEAN, dan bekerja secara kolaboratif untuk mengoordinasikan sumber daya dalam rangka memfasilitasi transisi energi yang adil di kawasan ini.
“Peningkatan pusat kontrol ini menjanjikan terobosan besar bagi bauran energi Indonesia,” kata Ibu Sabharwal. “Dukungan kami merupakan contoh konkret dari peran PBB di negara-negara berpenghasilan menengah: bekerja di balik layar dan menyediakan keahlian teknis inti untuk mempercepat transformasi hijau, guna mendukung prioritas pemerintah dalam ketahanan energi.”
#UNxIDNTimes