Posisi Perempuan Sejajar di Saf Pria Saat Salat, Bagaimana Hukumnya?

Ada hikmah mengatur cara salat berjamaah

Jakarta, IDN Times - Sebelumnya viral di media sosial salat Idul Fitri di Pondok Pesantren Al-Zaitun, jemaah perempuan berdiri sejajar di barisan atau saf jemaah laki-laki. Terkait hal ini, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga pengasuh pondok pesantren Miftahul Ulum Jakarta, Abdul Muiz Ali mengatakan, institusi pondok pesantren di Indonesia selama ini menjadi pusat percontohan dalam keistikamahan merawat akidah dan tradisi ibadah ahlussunah waljamaah.

Sehingga, "Sangat disayangkan sekali kalau ada tradisi amaliyah yang dikembangkan di pesantren justru menjadi sebab kegaduhan di masyarakat," ujar Abdul Muiz Ali yang akrab disapa Kiai AMA.

AMA menjelaskan, secara ketentuan fikih, mensejajarkan saf antara laki-laki dan perempuan dalam salat berjamaah hampir semua ulama mengatakan makruh.

"Perbuatan makruh itu termasuk perbuatan tercela, terlebih dilakukan oleh orang atau lembaga yang seyogianya menjadi percontohan masyarakat," ujarnya dikutip Sabtu (29/4/2023).

Baca Juga: Kiat Melapangkan Rezeki dalam Islam, Sedekah!

1. Rujukan hukum makruh mensejajarkan saf laki-laki dan perempuan

Posisi Perempuan Sejajar di Saf Pria Saat Salat, Bagaimana Hukumnya?Abdul Muiz Ali Petugas Haji 1444 H, Pengurus Lembaga Dakwah PBNU dan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI (Dok. Pribadi)

Masih kata AMA, hukum makruh mensejajarkan saf laki-laki dan perempuan dalam salat berjamaah merujuk pada hadis Nabi dan beberapa pendapat ulama sebagai berikut:

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam (SAW) bersabda:

خَيْرُ صُفُوفِ اَلرِّجَالِ أَوَّلُهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوفِ اَلنِّسَاءِ آخِرُهَا، وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا -رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya: Sebaik-baiknya saf laki-laki adalah yang saf pertama, dan seburuk-buruknya saf mereka adalah yang paling terakhir. Sedang sebaik-baiknya saf perempuan adalah yang paling akhir, dan seburuk-buruknya adalah yang pertama. (HR Muslim).

2. Hikmah mengatur cara salat berjamaah

Posisi Perempuan Sejajar di Saf Pria Saat Salat, Bagaimana Hukumnya?Suasana Salat Tarawih malam pertama di Masjid Raya Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Aceh (IDN Times/Saifullah)

Adapun hikmah dalam agama mengatur cara salat berjamaah, antara lain menghindari percampuran laki-laki dan perempuan. Seperti diterangkan berikut ini:

وإنما فضل آخر صفوف النساء الحاضرات مع الرجال لبعدهن من مخالطة الرجال ورؤيتهم وتعلق القلب بهم عند رؤية حركاتهم وسماع كلامهم ونحو ذلك

Artinya: Diutamakannya saf akhir bagi para perempuan yang hadir bersamaan dengan lelaki dikarenakan hal tersebut menjauhkan mereka dari bercampur dengan laki-laki, melihatnya lelaki (pada mereka), dan menggantungnya hati para perempuan kepada lelaki ketika melihat gerakan lelaki dan mendengar ucapan lelaki dan semacamnya. (Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, juz 13, hal. 127)

ويجب أن يضرب بين الرجال والنساء حائل يمنع من النظر فإن ذلك أيضا مظنة الفساد والعادات تشهد لهذه المنكرات

Artinya: Wajib untuk menempatkan penghalang antara laki-laki dan perempuan yang dapat mencegah pandangan, sebab hal tersebut merupakan dugaan kuat (madzinnah) terjadinya kerusakan dan norma umum masyarakat memandang ini sebagai bentuk kemungkaran. (Al-Ghazali, Ihya’ ulum ad-Din, juz 3, hal. 361)

Dalam penjelasan lain disebutkan:
وإن كان معه رجال ونساء الامام فى الصلاه ثبت قليلا لينصرف النساء ، فإن انصرفن وثب لئلا يختلط الرجال بالنساء

Artinya: Ketika terdapat laki-laki dan perempuan yang bersamaan dengan imam dalam salat, maka imam menetap (di tempatnya) sejenak agar jemaah perempuan bubar terlebih dahulu, ketika jemaah perempuan sudah bubar maka imam berdiri (untuk bubar). Hal tersebut dilakukan agar tidak bercampur antara laki-laki dan perempuan. (Al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, juz 23, hal. 497)

3. Hukum memisahkan saf laki-laki dan perempuan dalam kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah

Posisi Perempuan Sejajar di Saf Pria Saat Salat, Bagaimana Hukumnya?Ilustrasi. Salat tarawih perdana di Masjid Al Markaz Al Islami, Kota Makassar. IDN Times/Sahrul Ramadan

Perincian hukum di atas secara tegas dijelaskan dalam kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah:

وصرح الحنفية بأن محاذاة المرأة للرجال تفسد صلاتهم . يقول الزيلعي الحنفي : فإن حاذته امرأة مشتهاة في ص مطلقة - وهي التي لها ركوع وسجود - مشتركة بينهما تحريمة وأداء في مكان واحد بلا حائل ، ونوى الإمام إمامتها وقت الشرولاةع بطلت صلاته دون صلاتها ، لحديث : أخروهن من حيث أخرهن الله (2) وهو المخاطب به دونها ، فيكون هو التارك لفرض القيام ، فتفسد صلاته دون صلاتها . وجمهور الفقهاء : (المالكية والشافعية والحنابلة) يقولون : إن محاذاة المرأة للرجال لا تفسد الصلاة ، ولكنها تكره ، فلو وقفت في صف الرجال لم تبطل صلاة من يليها ولا من خلفها ولا من أمامها ، ولا صلاتها ، كما لو وقفت في غير الصلاة ، والأمر في الحديث بالتأخير لا يقتضي الفساد مع عدمه

Artinya: Mazhab Hanafiyah menegaskan bahwa sejajarnya posisi perempuan dengan barisan saf laki-laki dapat merusak (membatalkan) salat mereka (para laki-laki). Imam Az-Zayla’i al-Hanafi mengatakan, 'jika perempuan yang (berpotensi) mendatangkan syahwat sejajar dengan lelaki dalam salat mutlak yakni salat yang terdapat rukun ruku’ dan sujud, dan keduanya bersekutu dalam hal keharaman dan melaksanakan salat di satu tempat yang tidak ada penghalangnya, lalu imam niat mengimami perempuan tersebut pada saat melaksanakan salat, maka salat lelaki tersebut batal, tapi tidak batal bagi perempuan.' Hal ini berdasarkan hadits, 'kalian akhirkan mereka (perempuan) seperti halnya Allah mengakhirkan mereka.' Lelaki pada hadits tersebut merupakan objek yang terkena tuntutan syara' (al-mukhatab) bukan para wanita, maka lelaki dianggap meninggalkan kewajiban menegakkan tuntutan tersebut hingga salatnya menjadi rusak (batal), namun tidak bagi salat para perempuan. Sedangkan mayoritas ulama fiqih (mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) mengatakan, "sejajarnya shaf perempuan dengan laki-laki tidak sampai membatalkan salat, hanya saja hal tersebut makruh. Jika perempuan berdiri di shaf laki-laki maka tidak batal salat orang yang ada di sampingnya, di belakangnya ataupun di depannya; dan juga tidak batal salat yang dilakukan oleh dirinya, seperti halnya ketika mereka (perempuan) berdiri pada selain salat. Perintah dalam hadits untuk mengakhirkan shaf (perempuan) tidak menetapkan batalnya salat ketika tidak melakukannya. (Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, juz 6, hal. 21).

Baca Juga: Hukum Menikah di Bulan Sya’ban Menurut Islam, Bolehkah?

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya