Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Program SAT 2025, sesi: Energi Berkelanjutan untuk Dukung Pertumbuhan Ekonomi dengan narasumber Purnomo Yusgiantoro, Eniya Listiani, Zainal Arifin (dok. IDN Times)

Jakarta, IDN Times - Penasihat Presiden Urusan Energi, Purnomo Yusgiantoro, mengatakan target swasembada energi di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tidak bisa diwujudkan dengan instan. Menurutnya, swasembada energi harus dilakukan secara bertahap.

"Swasembada energi harus dilakukan secara bertahap tidak bisa cepat," ujar Purnomo dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 by IDN Times, di IDN HQ, Jakarta, Kamis (15/1/2025).

Meski begitu, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini menjelaskan, Indonesia punya potensi geothermal serta energi baru dan terbarukan (EBT) yang sangat besar.

"Kalau kita lihat swasembada energi ini memang betul yang disampaikan EBT, bayangkan saja potensi EBT kita besar. geothermal kita itu terbesar di dunia, kedua itu California," tuturnya.

1. Anak muda diajak bantu wujudkan swasembada energi

Penasihat Presiden Urusan Energi, Purnomo Yusgiantoro (IDNTimes/Tata Firza)

Purnomo juga mengajak agar anak muda terlibat aktif dan secara mandiri terlibat dalam target swasembada energi di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Indonesia punya potensi geothermal serta EBT yang sangat besar.

Oleh sebab itu, Purnomo menuturkan, sebenarnya masyarakat, khususnya anak muda, bisa terlibat aktif dan secara mandiri mewujudkan swasembada pangan. Mahasiswa dapat membuat lembaga swadaya masyarakat untuk kemudian melibatkan investasi asing dalam memenuhi kebutuhan anggaran membangun pembangkit listrik mini.

Sebagai pengajar di Universitas Indonesia (UI), Purnomo mengaku pernah memantau langsung keberhasilan mahasiswanya dalam membuat pembangkit listrik mini di Purwokerto, Jawa Tengah (Jateng) dan Subang, Jawa Barat (Jabar).

Kala itu, Inisiatif Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) dilakukan mahasiswa bekerja sama dengan Inggris dan Selandia Baru. Inisiatif ini perlu dilakukan, sebab jika menunggu bantuan dari pemerintah program itu sulit dan lama direalisasikan.

"Jadi untuk anak-anak muda ini saya dorong udah kalau yang top down nunggu dari pemerintah lama deh. Jadi jangan nunggu bola, istilahnya, kalian harus punya inisiatif. Bentuk LSM saja, saya punya contohnya itu," paparnya.

Ia memaparkan, mahasiswa UI di Purwokerto dan Subang berhasil membangun pembangkit listrik mini untuk masyarakat desa, dengan dana dari luar negeri. Setelah pembangkit listrik dibangun, mahasiswa membuat koperasi dan iuran untuk membiayai operasional. 

Karena biayanya tidak mahal, dana yang dikumpulkan surplus, bahkan bisa memberikan beasiswa untuk warga sekitar.

"Anak-anak muda ini akhirnya membuat koperasi, jadi operating costnya dikumpulkan dari rakyat setempat, tapi dia dapat listrik. Listriknya dibangun dengan dana dari Inggris tadi. Jalan ini sekarang peer to peer ini," ungkap Purnomo.

"Yang ada di Subang dulu, itu yang dilakukan dulu mini hidro, dapat dari New Zealand. Kita bangun mini hidro karena yang mahal itu di capital cost, kemudian selesai bisa mau listrik di desa itu. Setelah bisa menyediakan pasokan listrik untuk desa, diminta iuran untuk operasional. Pada waktu itu sekitar 2000-an bahkan uang yang dikumpulkan bisa juga untuk membiayai mahasiswa," imbuhnya.

2. Kualitas SDM Indonesia jadi tantangan transisi energi

Editorial Team

Tonton lebih seru di