Ini Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Amandemen UUD 1945

Amandemen UUD 1945 bisa mengubah masa jabatan presiden

Jakarta, IDN Times - Polemik kepemimpinan Partai Demokrat kini tengah menjadi sorotan masyarakat. Apalagi setelah terselenggara kongres luar biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara, yang mengokohkan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko menggantikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua umum Partai Demokrat.

Direktur Eksekutif Indonesia Politican Review (IPR), Ujang Komarudin, memandang perebutan kursi kepemimpinan di Demokrat tersebut menjadi salah satu langkah Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk merangkul oposisi. Diketahui, Demokrat saat ini merupakan salah satu partai yang belum menentukan sikap akan bergabung ke pemerintah.

Apabila Demokrat berhasil diambil alih kepemimpinannya oleh Moeldoko, maka tidak menutup kemungkinan akan bergabung dengan pemerintah. Langkah merangkul oposisi tersebut dinilai akan menguatkan Jokowi di parlemen. 

"Mungkin saja oposisi ingin dihabisi, agar pemerintah aman," kata Ujang saat dihubungi IDN Times, Sabtu (6/3/2021).

Sebelumnya, sekitar akhir tahun 2019, perpolitikan Tanah Air sempat diramaikan dengan munculnya wacara amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Salah satu wacana yang menuai sorotan ialah masa jabatan presiden menjadi tiga periode yang disuarakan anggota DPR dari Fraksi NasDem.

Wacana tersebut mendapat penolakan dari berbagai pihak, mulai dari Demokrat, PKS, Golkar, hingga Jokowi. Namun, berbicara mengenai rencana amandemen UUD 1945, sebenarnya apa saja syarat yang harus dipenuhi agar bisa dilakukan?

1. Amandemen UUD 1945 butuh mayoritas suara di parlemen

Ini Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Amandemen UUD 1945Ilustrasi gedung DPR. (IDN Times/Kevin Handoko)

Baca Juga: Jokowi Tolak Amandemen UUD 1945

Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, menjelaskan untuk melakukan amandemen UUD 1945, termasuk terkait masa jabatan presiden, membutuhkan mayoritas suara perwakilan rakyat di parlemen. Jika usulan dari pemerintah, maka harus memastikan tidak ada partai yang menentangnya.

"Atau setidak-tidaknya pemerintah hendak memastikan tidak ada partai yang menentang gagasan perubahan UUD 1945 dengan menguasai berbagai partai," kata Feri saat dihubungi IDN Times, Sabtu (6/3/2021).

2. Jumlah suara parlemen yang dibutuhkan untuk amandemen UUD 1945

Ini Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Amandemen UUD 1945Antara Foto/Yudhi Mahatma

Ia menjelaskan proses pelaksanaan amandemen tertulis dalam Pasal 37 UUD 1945. Amandemen UUD 1945 bisa diagendakan MPR jika sepertiga dari total anggota DPR dan DPD menyetujuinya.

Feri merinci, anggota DPR terdiri dari 575 orang dan DPD terdiri dari 136 orang. Sepertiga dari jumlah tersebut yakni 237 orang.

Secara politik, menurutnya komposisi tersebut telah dipenuhi partai pendukung pemerintah, meski tanpa Demokrat. Tetapi, Feri mengatakan untuk mengamankan agenda tersebut memang harus bisa merangkul para penentang kerasnya.

"Tapi pemerintah tentu khawatir ada penentang keras. Itu sebabnya partai-partai oposisi perlu dinetralisirkan," ujar Feri.

Lebih lanjut, untuk persetujuan atas usulan amandemen UUD 1945, ia menyebut harus mendapatkan dua per tiga suara anggota yang hadir atau sebanyak 474 suara parlemen.

3. Demokrat menjadi kunci penting untuk agenda pemerintah di parlemen

Ini Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Amandemen UUD 1945Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang dinilai ilegal di Jakarta, Jumat (5/3/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Meski suara partai politik pendukung pemerintah sudah cukup di DPR, lanjut Feri, pemerintah tentunya harus memastikan lagi tidak ada yang menentang agendanya di parlemen. Sebab, jika ada partai yang masih menentang, maka rencana amandemen UUD 1945 bisa menjadi gagal.

"Pada titik ini, jika Gerindra, PAN, PKS, dan Demokrat memboikot, bisa rencana gagal. Jadi Demokrat sangat penting untuk ditundukkan," tutur Feri.

4. Isi Amandemen Pasal 7 UUD 1945 terkait jabatan presiden dan wakil presiden

Ini Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Amandemen UUD 1945Presiden Jokowi pimpin rapat terbatas di Istana Merdeka pada Senin (19/10/2020) (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Amandemen UUD 1945 telah dilakukan sebanyak empat kali setelah berakhirnya Orde Baru, yaitu pada 1999, 2000, 2001, dan 2002. Amandemen UUD 1945 Pasal 7 Amandemen UUD 1945 pertama dilakukan tahun 1999.

Salah satu pasal yang penting dan diamandemen pada Sidang Umum MPR 1999 yaitu Pasal 7 tentang Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Sebelum amandemen, tertulis di Pasal 7 UUD 1945 bahwa presiden dan wakilnya memiliki masa jabatan selama lima tahun. Apabila telah selesai, dapat dipilih kembali tanpa ada batasan berapa kali periode diperbolehkan menjabat.

Dikutip dari situs dpr.go.id, berikut bunyi teks Pasal 7:

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan

Sementara, bunyi Pasal 7 yang telah diamandemenkan itu berubah dari bunyi Pasal 7 di dalam teks yang asli. Sebagai berikut:

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali

Kemudian, pada 2001, amandemen UUD 1945 kembali dilakukan. Kali ini menambahkan Pasal 7A, 7B dan 7C. Berikut bunyi pasal-pasal tersebut:

Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pasal 7B

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pasal 7C

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.

5. Jokowi menentang wacana jabatan presiden tiga periode

Ini Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Amandemen UUD 1945Presiden Jokowi pimpin rapat terbatas pada Rabu (4/11/2020) (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Presiden Jokowi sempat menyatakan tidak setuju dengan usulan mengubah jabatan presiden menjadi tiga periode dalam amandemen UUD 1945. Menurut Jokowi, usulan tersebut sama saja dengan menampar wajahnya.

"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu ada tiga (maknanya) menurut saya. Satu, ingin menampar muka saya, yang kedua, ingin cari muka. Padahal saya sudah punya muka, yang ketiga ingin menjerumuskan," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2019).

Jokowi menyampaikan, sejak awal sudah ragu dengan wacana amandemen terbatas UUD 1945 tersebut. Ia ragu sebab amandemen bisa melebar kemana-mana.

"Apakah bisa yang namanya amendemen berikutnya dibatasi? Untuk urusan haluan negara. Apakah tidak melebar kemana-mana? Sekarang kenyataannya seperti itu kan," ujar Jokowi.

"Jadi, lebih baik tidak usah amendemen. Kita konsentrasi aja ke tekanan-tekanan eksternal yang bukan sesuatu yang mudah untuk diselesaikan," lanjut dia.

Baca Juga: Tak Setuju Amandemen UUD 1945, Jokowi: Ingin Cari Muka

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya