Bulan Juli Penuh “Innalillahi” Bagi Saifullah, Penggali Makam COVID-19

Sedih dan haru setiap memakamkan jenazah COVID-19

Jakarta, IDN Times - Kematian adalah sarapan pagi, makan siang dan makan malam bagi Saifullah. Saat ditemui di komplek Taman Pemakaman Umum (TPU) Rorotan, Senin (26/7/2021), lelaki 31 tahun asal Cilacap itu sedang menikmati makan siang bersama sejumlah penggali kubur lainnya.

Bersama rekannya sesama penggali kubur, Saifullah duduk lesehan di tanah keras, di sisi tenda darurat berukuran 3x3 meter yang menaungi tumpukan makanan dalam kotak, donasi sejumlah pihak yang peduli. Sayup-sayup terdengar pengeras suara di masjid tetangga komplek makam, menyiarkan berita kematian. Innalillahi wainailaihi rojiun.

Para penggali kuburan itu istirahat di makam secara bergiliran. Tidak tentu jamnya. Saat Saifullah ambil giliran, di sisi lain sedang berlangsung pemakaman juga. Ada enam sampai tujuh petugas yang terlibat. Mereka menggunakan baju hazmat di luar seragam kaus berwarna hijau. “Yang bersentuhan langsung dengan peti jenazah dan berdekatan dengan keluarga menggunakan baju hazmat pelindung,” ujar Kepala TPU Rorotan, Sukino.

Ini kali ketiga saya berkunjung ke TPU Rorotan, yang terletak di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan lahan seluas 22 hektare untuk menampung arus gelombang kematian akibat COVID-19, terutama di gelombang kedua, sejak Juni 2021. 

TPU Rorotan dioperasikan sejak Maret 2021 dan melayani pemakaman jenazah untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Setiap kali ke sana, saya menyaksikan pertambahan jumlah makam begitu cepat. Tiga hektare lahan yang sudah dimatangkan dan siap merengkuh pejuang COVID-19, nyaris terisi semua. 

Selama satu jam di sana, saya melihat sendiri selusinan jenazah dimakamkan. Mesin pengeruk yang melubangi tanah, tak berhenti bekerja menyiapkan lubang. Di ujung lahan, sejumlah alat berat tengah meratakan tanah keras, yang tadinya adalah lahan sawah, untuk peluasan lahan makam.

Baca Juga: Potret Pemakaman Jenazah COVID TPU Rorotan, di Antara Deru Ekskavator

1. Penggali kuburan hidup terpisah dengan keluarga untuk menghindari penularan COVID-19

Bulan Juli Penuh “Innalillahi” Bagi Saifullah, Penggali Makam COVID-19Saifullah, penggali kuburan di TPU Rorotan, Jakarta. (IDN Times/Uni Lubis)

Sudah tiga bulan Saifullah hidup terpisah dengan istri dan dua anaknya. Dia sebelumnya bertugas di TPU Kampung Mangga, Jakarta, selama enam tahun menjadi pegawai lepas di sana, atas saran kakak sepupu. Sebelumnya, Saifullah yang lulusan Sekolah Menengah Kejuruan itu mencari nafkah sebagai pembersih pendingin udara di Surabaya. 

“Sejak tugas di Rorotan, istri dan anak saya suruh pulang ke kampung, di Cilacap. Biar enggak ketularan virus,” tutur Saifullah. 

Usai makan siang, sambil melayani pertanyaan, Saifullah mengecek makam. Kami duduk di pinggiran makam yang tanahnya keras itu. 

Setiap peti jenazah dibungkus plastik, sesuai protokol pemulasaran jenazah COVID-19. Memang belum ada penelitian pasti, apakah jenazah bisa menularkan virus corona.  Sejauh ini, semua penggali kubur di Rorotan aman dari infeksi COVID-19. Tapi Saifullah dan sejumlah temannya tak mau ambil risiko. Banyak yang memilih memulangkan keluarga ke kampung. Kalau kangen dengan dua anaknya, putri berusia empat tahun dan putra berusia 10 bulan, Saifullah melakukan panggilan video. Berkah teknologi. 

 

Baca Juga: Rasa Haru Menko Mahfud Vs Haru Rakyat di Pusara COVID-19

2. Jam kerja penggali kuburan COVID-19 tak menentu

Bulan Juli Penuh “Innalillahi” Bagi Saifullah, Penggali Makam COVID-19Suasana TPU Rorotan pada Jumat (9/7/2021). (IDN Times/Uni Lubis)

Ada 30 penggali kubur yang bertugas di TPU Rorotan. Mereka merupakan saksi hidup pemakaman ratusan jenazah COVID-19 setiap harinya. Jam kerja? Gak tentu, tergantung kedatangan jenazah.

Pukul 07.00 WIB, mereka sudah bersiap di lokasi. Ada hari-hari di mana mereka bekerja hingga tengah malam. Puncaknya pada 8 Juli 2021, ketika ada 233 jenazah yang harus dimakamkan. “Luar biasa, Bu,” kata Sukino.

Sementara, Saifullah mengaku tak kuasa melihat keluarga jenazah COVID-19 setiap kali memakamkan. “Sedih. Setiap kali saya menguburkan, melihat keluarga yang enggak bisa memegang jenazah yang sudah dibungkus peti, saya benar-benar terharu. Enggak ngebayangin saat akhir begitu. Saya sudah nguburin ribuan bareng teman-teman di sini,” ujar Saifullah.

Sedih memang melihat pemakaman COVID-19. Sejak di rumah sakit, keluarga tak bisa lagi memeluk yang pergi. Di pemakaman, sesudah peti diturunkan dengan tali ke dasar liang lahad, prosesnya adalah mendoakan. Untuk jenazah yang beragama Islam, dikumandangkan azan. Setelah itu, mesin pengeruk mulai menguruk lubang, meratakan tanah kubur. Keluarga hanya bisa melihat dari jarak aman. Tidak ada sentuhan fisik.

3. Jumlah jenazah yang dimakamkan menurun sejak PPKM Darurat

Bulan Juli Penuh “Innalillahi” Bagi Saifullah, Penggali Makam COVID-19Infografik Pemakaman COVID-19 di Jakarta. (IDN Times/Aditya Pratama)

Setelah mencapai puncak dengan lebih dari 200 pemakaman per hari, belakangan angka yang dimakamkan turun. “Per hari kurang dari 100. Saat IdulAdha sempat 120 sehari,” kata Sukino. 

TPU Rorotan sejauh ini menyiapkan 7.200-an lubang. Turunnya angka pemakaman terjadi sejak minggu kedua Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Total yang dimakamkan dengan protokol COVID-19 di Jakarta per 27 Juli 2021 adalah 29.663 orang. Pemprov DKI Jakarta memutakhirkan data setiap tiga jam. Sementara sulit mendapatkan data terbuka dari daerah lain. Untuk kematian akibat isolasi mandiri (isoman) di Jakarta juga paling banyak, mencapai 1.218 per 27 Juli 2021.

“Puncaknya kematian isoman dua minggu lalu di jakarta, sehari bisa 83 orang, pada minggu pertama dan kedua Juli,” kata Co-inisiator Lapor COVID-19, Ahmad Arif dalam acara Ngobrol Seru by IDN Times, Rabu (28/7/2021).

4. Bulan Juli kematian akibat COVID-19 tertinggi, hingga 30.168 orang

Bulan Juli Penuh “Innalillahi” Bagi Saifullah, Penggali Makam COVID-19Suasana Makam Jenazah Pasien COVID-19 di TPU Rorotan pada Senin (26/7/2020). (IDN Times/Uni Lubis)

Juru bicara Satuan Tugas (Satgas) COVID-19, Wiku Adisasmio menyampaikan bahwa pada Juli  2021 kematian akibat COVID-19 tercatat paling tinggi selama 1,5 tahun pandemik. Hingga Kamis (29/7/2021), jumlahnya mencapai 30.168 orang.

“Bahkan pada 27 Juli, dalam 24 jam terjadi 2.069 kematian. Sementara bulan Juni ada 7.913 orang meninggal dunia,” ujar Wiku dalam keterangan pers secara daring lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Wiku mengingatkan angka kematian tinggi juga terjadi di luar Jawa-Bali. Kendati begitu, DKI Jakarta, Jawa Tengah daan Jawa Timur masih tinggi angkanya.

“Waspada Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan yang turut jadi penyumbang tertinggi kasus mingguan,” kata Wiku.

Per 30 Juli 2021, sebanyak 90.552 meninggal dunia karena COVID-19 di Indonesia, dengan total kasus 3,33 juta, sembuh 2,69 juta. Angka-angka kasus tersebut masih naik setiap harinya, kendati pemerintah belum bisa memenuhi janji uji 400 ribu orang per hari.

Saifullah dan teman-temannya di TPU Rorotan mendapatkan gaji Rp4,2 juta per bulan.  Mereka adalah bagian dari ratusan petugas TPU di berbagai kota, terutama wilayah zona merah, yang setiap hari berjibaku memakamkan pasien COVID-19, sambil was -was tertular. 

“Senang sih kalau jumlahnya turun. Gak harus mulai pagi-pagi dan sampai tengah malam,” kata Saifullah.

Bagi dia, penggali kuburan, dan keluarga korban yang beragama Islam, kalimat dari penyair Joko Pinurbo terasa pas: “Juli 2021, hari-hariku terbuat dari innalillahi”.

Baca Juga: Satgas: Juli Bulan Kematian Tertinggi, 30.168 Pasien COVID Meninggal

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya