Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap Individu

#SuaraMillennial dengan Pimpinan KPK

Jakarta, IDN Times – Ruang tamu bagian dalam di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang biasa disebut Gedung Merah Putih itu, jauh dari kesan “angker”.  Selain digunakan sebagai ruang tamu, kawasan itu juga dimanfaatkan sebagai perpustakaan. Dinding dihiasi mural.

Naik tangga ke mezzanine, ada ruang berukuran sekitar 3 x 4 meter persegi. Ada dua sisi dinding difungsikan sebagai rak buku. Di tengah ada sofa dilapisi kain penutup warna merah cerah. Dari satu sisinya kita bisa melongok ke ruang tamu bawah sambil membaca buku di meja bar yang dilengkapi kursi-kursi bar.

Pencahayaan bagus, cukup terang. Dinding pinggiran tangga dihiasi puluhan tanaman hijau dalam pot kecil. Sejuk, di mata.

Saya dan tim video IDN Times, Aldi dan Fiqih Damarjati, memilih mezzanine sebagai lokasi wawancara  eksklusif Suara Millennial by IDN Times dengan  Laode M. Syarif, Wakil Ketua KPK.

Saat kami tiba di KPK, Kamis, 20 Juni 2019, dia tengah menemani penyidik KPK Novel Baswedan, yang diperiksa sebagai saksi korban oleh Tim Pencari Fakta (TPF) termasuk Polri, dalam kasus kejahatan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Hari itu, genap 800 hari kejahatan terhadap Novel.

Publik kecewa, kasusnya masih gelap.

“Kalau pelaku lapangan tidak ditangkap, kan orang jadi membuat hipotesa,” ujar Laode.  Rumahnya pun kena sasaran kejahatan, dilempari bom Molotov.  Untung tidak meledak.  Sampai kini kasusnya pun masih gelap. 

Laman KPK menyebutkan bahwa Laode lahir di Lemoambo, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, pada 16 Juni 1965.

Laode mulai berkarier di Makassar sebagai dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanudin (Unhas) sejak 1992. Laode menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Setelah itu ia melanjutkan pendidikan pada program Master of Laws (LLM) di Faculty of Law, Queensland University of Technology (QUT), Brisbane, Australia, dan melanjutkan PhD program di Sydney University, School of Law, dengan program kekhususan Hukum Lingkungan Internasional.

Selain menjadi dosen pada Fakultas Hukum Unhas, Laode  juga aktif sebagai pembicara dan dosen tamu di Sydney University Law School, National University of Singapore Law School, Cebu University Law School, dan University of South Pacific, Vanuatu.

“Dari kecil, sampai disertasi, saya berkecimpung dengan isu kebakaran hutan,” ujarnya sambil senyum, menjawab pertanyaan mengapa dia memilih menekuni hukum lingkungan hidup. Ini bidang hukum yang belum banyak ditekuni saat Laode memilih mendalaminya.

Saya pernah mewawancarai Laode secara khusus untuk Rappler.com. Dia menceritakan apa yang membuatnya miris terkait kebakaran hutan.

“Luas total daratan Singapura adalah 71.610 hektare. Jika kita bandingkan dengan luas hutan yang dibakar para pengusaha, luas Singapura jauh lebih kecil,” kata bapak tiga anak ini. Anak-anaknya masih menempuh pendidikan sekolah dasar.

Tesis dan disertasi Laode membahas soal ini. “Pembakaran terparah terjadi pada 1997-1998 karena menghilangkan 11,7 juta hektare hutan Sumatera dan Kalimantan, yang luasnya ribuan kali daratan Singapura,” ujarnya.

Kepengurusan pimpinan KPK saat ini akan berakhir pada Desember 2019. Laode sudah menyatakan tak ingin ikut seleksi untuk masa jabatan berikutnya.  “Capek juga jadi pimpinan KPK,” ujarnya terbahak.

Berikut wawancara kami.  Saksikan video Suara Millennial dengan Laode.

1. Laode M Syarif membanggakan koleksi perpustakaan KPK

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuDoc. IDN Times

Kalau saya, ruangan yang paling suka di sini, tapi jarang karena terlalu banyak orang, di atas untuk publik, ini sekaligus untuk promosi ya, anti corruption library yang paling lengkap di Indonesia di sini ini. Kalau dibandingkan dengan di fakultas hukum fakultas hukum juga lebih lengkap di sini, karena koleksi kami lumayan up to date, kebanyakan koleksi berbahasa Inggris. Yang Bahasa Indonesia juga ada. Kita punya budget khusus untuk beli, sekarang kita mau kembangkan untuk yang digital. Soalnya ruangan ini gak terlalu kecil tapi gak terlalu besar. Nanti sebagian yang dari sini dipindahkan ke Gedung KPK lama, supaya akses lebih gampang, dan lebih banyak yang bisa baca.

Pegawai KPK juga dianjurkan olahraga. Terus terang itu juga karena mungkin load pekerjaan dari khususnya bagian penindakan, salah satu yang disarankan dokter-dokter, orang-orang KPK harus banyak olahraga, supaya gak banyak yang sakit.

2. Akhir Desember 2019 kepengurusan pimpinan KPK saat ini berakhir, ekspektasi kepada KPK paling tinggi di antara lembaga negara independen lain, kredibilitas juga paling tinggi, kalau di sum up, 3 poin yang menurut Bang Laode M Syarif belum bisa dilakukan sampai akhir masa jabatan apa?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

 Beberapa, sebagian sudah dilakukan tapi belum pada tahap yang memuaskan. Jadi awalnya, kita berupaya bahwa pencegahan dan penindakan bisa terintegrasi dengan baik.  Misalnya ya, ini contoh saja, Gubernur Sumatera Utara ada dua orang masuk penjara.  Gubernur Riau tiga orang, masuk penjara,  kita berharap nggak ada lagi gubernur di sana yang masuk penjara, sehingga perbaikan tata kelola pemerintahan menjadi lebih baik ya. 

Sayangnya belum pada level yang kita harapkan. Yang kedua waktu itu misalnya, Banten, banyak diributkan misalnya dinasti (politik) itu menguasai seluruh Banten, dan itu akhirnya menjadi kasus korupsi, maka kita berharap Banten  tidak menjadi seperti itu, tapi masih ada juga (pejabat) yang lama, tapi selama berubah, ya gak apa-apa. Ketiga, dari segi kasus, ada beberapa kasus yang belum bisa selesai, walaupun kami berusaha, kasus-kasus yang lama tapi belum selesai, misalnya BLBI, sekarang kami naikkan menjadi tersangka, mudah-mudahan bisa lebih cepat. 

BLBI adalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, fasilitas lending last resort dari BI. Kasus yang melibatkan beberapa pejabat tinggi dan pihak swasta yang menerima BLBI. Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursaalim dinyatakan tersangka. Mereka tidak berada di Indonesia, berada di negara lain. 

Terus kasus e-KTP, melibatkan banyak pihak, oleh karena itu, akan ada lagi pengumuman-pengumuman, kita berusaha mengejar sebelum Desember utang-utang ini. Utang berikutnya lagi soal koordinasi dan supervisi dengan aparat penegak hukum lain misal dengan kepolisian dan kejaksaan. Sekarang kita sudah meningkatkan, kalau, misalnya, untuk dimulainya penyidikan, dibuatnya surat pemberitahuan penyidikan, kita sudah bisa komunikasi online dengan kepolisian dan kejaksaan, tapi belum semua polda, belum semua kejaksaan tinggi dan polres, bisa. Tapi platform-nya sudah ada, tinggal kita tingkatkan.

Banyak lagi pe-er-nya. Berikut, masyarakat misalnya banyak mengeluh, karena KPK hanya ada di Jakarta, spend of control dari Aceh sampai Papua, kurang, jadi banyak masyarakat berharap ada semacam kantor cabang atau di wilayah, karena kami sudah bikin sembilan wilayah, tapi virtual. Mereka tetap ada di sini tugasnya. Namanya kantor korwil, tugasnya dua, pencegahan dan penindakan juga, tetapi ketika kita komunikasikan ini dengan pemerintah, ada concern, bahwa jangan sampai kalau kita bikin kanwil itu, level of integrity-nya nanti bisa pudar kalau dia di wilayah, jadi salah satunya sekarang, khususnya untuk penindakan, kita masih kontrol,  dari pusat,  terpusat, tapi sebenarnya ada pembagian tugas untuk wilayah tertentu.

3. Bagaimana cara mengukur keberhasilan kinerja KPK, di luar Indeks Persepsi Korupsi oleh Transparancy International? Angkanya pada 2018 nambah satu poin ke 38, tapi di ASEAN masih nomor 4, dibanding Malaysia, Singapura, dengan Brunei yang gak ada demokrasi, kok kita kalah?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Kita mengukurnya sebenarnya tidak bisa hanya dari  indeks dari TI sebagai satu-satunyanya ukuran. Kalau untuk kinerja KPK, saya pikir seharusnya sekurang-kurangnya  dua.  Kesatu, apakah jumlah kasus yang kita selidiki, kita sidik dan tuntut bertambah,  baik segi kuantitas maupun kualitas.  Saya pikir dari segi penambahan, cukup banyak, bahkan nambahnya dulu kurang dari 100 kasus, sekarang sudah  hampir 200, tahun 2018.  Sekarang kita targetkan lebih.  Untuk pencegahan, sekarang itu kita lakukan banyak hal.  Karena itu kita menjadi koordinator sekretariat pencegahan korupsi yang sesuai yang dikeluarkan presiden dan melibatkan Kantor Staf Presiden, MenPAN, Mendagri dan Bappenas. Di situ kita fokus untuk beberapa hal, salah satunya adalah, ease of doing business harus ditingkatkan, sistem perizinan lewat satu pintu seharusnya diperbaiki, kalau bisa online, yang kedua, plan e-budgeting, supaya tidak ada lagi korupsi antara legislatif dan eksekutif di daerah maupun di pusat, itu kita terus lakukan.  Ketiga, peningkatan kualitas dari pengelolaan internal, inspektorat. Selama ini kurang baik, karena dia harus melapor ke atasan si inspektorat. Di kabupaten dia gak lapor ke bupati lho, dia melapor ke sekda. Karena itu kita mengusulkan ke presiden  ada penggantian peraturan dan PPnya ada.

Presiden untuk itu committed, sekurang-kurangnya si inspektorat melapor juga ke, satu tingkat di  atas atasannya, misalnya di provinsi, laporannya  selain diberikan  kepada gubernur, juga diberikan ke Mendagri, supaya ada satu kontrol, ada kementerian dan lembaga juga demikian.

Sedih sih kita masih di kelompok negara seperti Bosnia, Srilanka di IPK

Karena indeks persepsi korupsi yang dijadikan bahan penilaian beberapa (indikator). Untuk ASEAN, kita masih bersedih, Brunei gak apple to apple dibandingkan. Yang saya selalu saya agak kesal itu Malaysia, tapi tren Malaysia itu setelah ditinggal Mahathir menurun. Kalau kita anggap era reformasi sebagai titik mulai, kita sudah menyalip Thailand, Filipina, yang dulu mereka jauh lebih tinggi. Saya belum puas.

Kalau Mbak Uni Lubis mau lihat faktor mengapa (IPK) gak meningkat, ada beberapa hal, salah satunya adalah korupsi di sektor penegakan hukum, nilainya cuma 20, menyangkut kepolisian kejaksaan, pengadilan. Kedua, korupsi di sektor pilitik dan melibatkan parpol dan bagian lain adalah  pejabat-pejabat elected official, itu skor paling rendah. Jadi kalau kita mengakui dan itu memang kenyataan setelah kita lihat banyaknya laporan masyakat dan banyaknya jumlah penindakan di KPK, ya kan banyak sekali.

Itu terkonfirmasi bahwa korupsi di bagian politik banyak.

4. Ada kritik ke KPK, dianggap tidak bertaring dalam menjaring kasus yang melibatkan polisi. Menurut Anda?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Sebenarnya ada beberapa, waktu itu misalnya kita menangkap polisi, misalnya mantan penyidik KPK, suaminya Angelina Sondakh (Raden Brotoseno, red) itu pada waktu awal-awal. Tetapi dalam rangka upaya mempererat hubungan antara polisi dan KPK yang sebelumnya sempat ada masalah (ada Cicak Buaya, red),  supaya jangan terulang lagi ke depan, kita bekerja sama, Polri berjanji kepada kita akan menyidik sendiri dan kita akan supervisi.  Dan itu dilaksanakan dengan baik.

Berikutnya, soal kritik tidak ada penindakan ke polisi? Yang pertama, memang karena butuh bukti kuat juga. Soal bahwa di KPK ada polisi, apakah itu yang membuat KPK tidak menyasar kepolisian, karena dalam sejarah KPK banyak, tapi dalam saat yang sama, kita juga berikan apresiasi karena Pak Tito  (Kapolri Tito Karnavian, red), wanti-wanti korupsi polisi dikurangi, termasuk misalnya mewajibkan semua penyidik lapor LHKPN.  Kita juga ingin  mensupport upaya yang seperti itu, tetapi kalau ada laporan masyarakat jangan ragu-ragu lapor ke KPK.

5. Karena kita sudah menyinggung soal sumberdaya manusia (SDM), berapa persentase penyidik KPK yang dari unsur polisi? Bagaimana situasi yang memicu gonjang-ganjing di internal KPK, sebagaimana dikeluhkan wadah pegawai KPK?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Fifty-fifty, antara polisi dan penyidik dari  internal KPK. Pada saat yang sama, kita juga meningkatkan kemampuan penyidik internal

Jadi, sebenarnya salah satu ciri lembaga independen itu adalah independensi juga dari segi  human resources, seperti Serious Fraud Office (UK), ICAC (Hongkong), CPIB ( Singapura).  Cuma di Indonesia ini karena by UU KPK, dibikin seperti itu, banyak perwakilan (pegawai) diambil dr instansi lain, penyelidik banyak background dr BPKP, BPK, yang akuntan, tapi mereka masih pegawai BPKP,  tapi ditugaskan di sini.  Ada juga penyelidik yang sudah menetap di KPK,.  Kepolisian penyidik juga begitu.  Kalau jaksa, memang gak boleh kita membuat  jaksa sendiri, semuanya dari kejaksaan agung.  Ini yang menurut kami menjadi bottleneck, karena jumlah jaksa kami kurang dari 100 orang. Padahal per tahun kita harus menyidik sekitar 200 perkara.  Selalu kita minta dari kejaksaan untuk menambah (penyidik), kendalanya memang mereka gak lolos.  Karena tesnya di KPK agak berat.  Memang menurut saya idealnya KPK memiliki otoritas, mulai  untuk (rekrutmen) pegawainya, mulai corporate culture-nya, dari  mulai masuk, terjaga.  Untuk jaksa gak bisa, untuk penyelidik dan penyidik banuyak yang kita grooming dari awal. 

Itu salah satu masalah.  Kedua, manuver di dalam KPK itu kecil. Yang senior untuk mau naik ke atas, ya susah.  Kalau polisi kan bisa jadi kapolres, kapolda.  Di KPK paling jadi penyidik senior saja, sedangkan semua untuk posisi struktural itu harus dipilih secara kompetitif, kadang tidak lolos, bahkan dari  luar yang masuk. Itu yang sedang kami tata, agar SDM di KPK, mempunyai peluang untuk bisa naik ke atas, salah satunya dengan korwil itu tadi.

6. Soal SDM, kini juga berembus isu soal pegawai KPK dengan celana “cingkrang”. Pansel akan memasukkan asssesment BNPT dan BIN dalam seleksi calon pimpinan berikutnya. Untuk mencegah calon yang dianggap terpapar paham radikal. Menurut Bang Laode?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Saya sih kalau soal radikalisme di dalam KPK, misalnya, tidak mengakui NKRI, tidak hormati bendera, kami upacara setiap hari.  Tapi apakah di KPK ada yang pakai jenggot? Ada. Saya juga kan pernah pasang jenggot haha, ada.  Ada 1-2 pegawai KPK yang celananya cingkrang, ada.

Tetapi apakah dengan (bercelana) cingkrang, dianggap dia bagian terrorisme, saya pikir, tidak.  Tetapi untuk  itu kita hidup dalam image, termasuk di media. Kami gak mau KPK diasosiasikan sebagai bagian dari yang itu, kami punya peraturan cara berpakaian, ini mau kami enforce, agak lelah jadi pimpinan KPK,  harus pakai (kemeja) lengan panjang, saya misalnya, dulunya pakai lengan pendek, pakai kaus. 

Gak boleh tuh, kecuali di acara olahraga.  Ini supaya pemirsa  tahu, bahwa, Pak Saut (Saut Situmorang, pimpinan KPK),  itu pernah disidang etis, gara-gara dia mengumumkan perkara pakai lengan pendek, karena itu weekend. Saya juga pernah. Kita ditegur, gak boleh, pimpinannya seperti itu, ukurannya celana itu bukan di atas tumit, harus di bawah tumit. Ini bakal kita ingatkan lagi.

7. Semua isu dan diskusi ini mungkin tidak lepas dari suasana kebatinan masyarakat, polarisasi gara-gara pemilu, dan pemihakan terhadap kekuatan politik, jadi tuduhan ke KPK seperti itu?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Iya. Saya pikir iya. Dengan segala hormat, sebagian pimpinan KPK ini kan ada terlibat aktif dalam proses (politik). Bukan yang eksisting ya. Mas Johan Budi misalnya, terpilih jadi anggota DPR dari PDIP. Mas Bambang Widjojanto, jadi tim lawyer-nya 02, ya seperti itu, tidak terlepas.  Tapi sebenarnya untuk mengukurnya,  masyarakat kalau mau obyektif,  gampang. Apakah KPK membeda-bedakan parpol? Dalam menindak?  Kalau selama, ndak usah selama 3 tahun ke belakang, selama tahun terakhir, menetapkan tersangka, ada yang Golkar, PDIP, ada PAN, semuanya lengkap. Orang yang meniupkan KPK menarget 01? Yang 02 juga ada beberapa. Bukan yang kecil-kecil. Wakil ketua DPR ada (tersangka),  bahkan dari PAN, dari  pihak 02. 

Apalagi ditulis awalnya oleh buzzer politik, apa niatnya untuk menghancurkan KPK?, atau supaya KPK tidak mendapatkan dukungan publik? Padahal kami menikmati  lebih dari 80 persen dukungan publik.  Tapi kan kita gak bisa immune dari persepsi itu di era media sosial, jadi kami terus-terang harus introspeksi juga.

8. Pembentukan KPK adalah proses politik di DPR dan eksekutif. Apakah Bang Laode menangkap nuansa ada peluang mengurangi kewenangan KPK, mengurangi pembentukan kapasitas dan dukungan kepada KPK dari politisi?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Kalau dari setiap pertemuan formal mereka selalu support.  Informal, sebenarnya  nuasa itu, misalnya ada dari pembentukan panitia angket terhadap KPK, banyak pimpinan parpol dan legislatif yang  selalu opposing KPK, bahkan dianggap parasit.. Memang banyak kita merasakan itu, oleh karena itu kami selalu berusaha, ya itu kita lurus-lurus saja, gak terlalu memperhatikan political noise, saat yang sama KPK adalah Lembaga  yang  selain dinilai oleh masyarakat, kami juga diaudit keuangan dan performance oleh komisi III DPR RI, ya kita harus tetap obyektif, pada saat yang sama, KPK adalah bagian dari institusi negara yang independent.

Yang sekarang itu menurut saya kalau secara jujur, bahwa kami mendapatkan support, yang cukup khususnya misalnya untuk pencegahan, dengan Pak Jokowi mengeluarkan stranas (strategi nasional) pencegahan korupsi, yang kedua ada isu misalnya mau ganti UU KPK kan, waktu pertama kali saya jadi komisioner disibukkan untuk itu, pemerintah akhirnya, gak jadi UU Tipikor mau dimasukkan ke KUH Pidana, akhinya setelah bertemu Presiden, yang akan direvisi UU Tipikor, tapi gak masukkan materi UU Tipikor ke KUH Pidana, di situ kita dapat support. Jadi saya pikir, satu lagi kalau kita mau lihat, komitmen beliau, adalah bagaimana pimpinan KPK berikutnya.

9. Untuk pemilihan calon pimpinan KPK berikutnya, apa aspirasi Bang Laode?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Yang paling penting, adalah aspirasi saya untuk pimpinan KPK berikutnya, seharusnya, pertama datang dari kalangan independen, kedua, tidak terafiliasi dengan parpol atau kekuatan-kekuatan lain yang selama ini punya sejarah untuk melemahkan KPK.  Saya pikir itu pengetahuan lain apakah dia background hukum atau akunting itu penting, tapi paling penting yang dua itu.

10. Kekuatan-kekuatan lain itu apakah termasuk dari polisi?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Selama mereka profesional, ini pendapat personal saya, dia menjaga independensinya setelah dia berada di dalam, itu  yang penting, dia ndak punya, kasus-kasus masa lalu, mau kasus apa saja.  Ndak ada supaya dia betul-betul bekerja untuk pemberantasan koprupsi

Kami sangat berharap kepada pansel, bagus mendengarkan masukan dari polisi, kejaksaan, masyarakat, termasuk  dari internal KPK.

Kalau misalnya ada calon pimpinan KPK, ada hubungan dengan narkoba, atau terorisme, menurut aku harus mendengarkan dari internal KPK.  Itu penting juga,  Karena banyak yang kita tahu di KPK ini bukan untuk public consumption.

11. Anda masih menganggap penanganan kasus kejahatan terhadap Novel Baswedan masih serius kah?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Tadi saya ikut mendampingi saat Novel Baswedan diperiksa sebagai saksi. Secara obyektif, kalau untuk kasus pidana  umum seperti itu kan tidak terlalu lama. Kalau menurut saya, memang begitu. 

Makanya Komnas HAM ikut memeriksa. Kesimpulannya, ada maladministrasi pada pemeriksaan, bukan pendapat saya, ya, ini pendapat resmi Komnas HAM, maka dibentuknya TPF, terus terang kami apresiasi, kebetulan hari ini Novel Baswesan diperiksa oleh TPF dan penyidik dari Polda. 

Saya dan Pak Agus (Ketua KPK, red) menyaksikan, mudah-mudahan ada harapan ke depan ini tidak lama lagi, saya selalu punya harapan dan niat baik bahwa kasus ini bisa diselesaikan. Mengapa  itu penting? Karena itu sebenarnya serangan terhadap Novel tidak boleh dianggap serangan terhadap individu Novel sendiri, karena  itu dilakukan akibat pekerjaan di sini, dan  yang alami hal itu bukan cuma Novel saja, ada percobaan pembakaran rumah saya, ada ancaman bom di rumah Pak Agus.  Itu juga belum jelas.  Jadi kita berhadap bahwa itu segera dituntaskan, supaya tidak terjadi lagi hal serupa.

Saya yakin (kemampuan polisi), karena dulu saya suka mengajar di JCLEC (Jakarta Center for Law Enforcement Center). Salah satu mengapa JCLEC di Indonesia, karena dianggap penanganan terrorisme di kita salah satu yang paling advance, kita selalu berhasil, banyak dipelajari oleh polisi-polisi dari bagian dunia lain. Bahkan direktur program JCLEC yang di Semarang,  yang polisi Australia, pernah bilang ke saya dalam sebuah seminar di Eropa, JCLEC adalah the beacon of hope untuk pemberantasan terorisme.

12. Skala 1-100, berapa persen, Bang Laode optimistis kasus Novel ketahuan siapa yang melakukan atau menyuruh melakukan?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Sebenarnya saya langsung aja, motif bisa banyak saja, paling penting menangkap pelaku lapangan. Saya berharap pelaku lapangan bisa ditangkap. Mungkin saja, motifnya cuma karena dia gak suka sama Novel, bisa saja. Jadi kan belum tentu juga ada hubungan dengan lain-lain tapi kalau kita tidak tangkap pelaku lapangannya, kita jadi berhipotesa macam-macam. Sama juga dengan yang melempar molotov di rumah saya, untung yang satu botol gak meledak, kalau meledak, our house habis, terbakar, siapa tahu ada tetangga saya gak suka sama saya?  Harus ditangkap pelakunya supaya terang,

Jadi dari segi sophisticated kasusnya,  sebenarnya gak terlalu sophisticated. untuk ditangkap. Kalau ada kemauan yang betul-betul  genuine, saya optimistis 90 persen bisa ditangkap orang yang menyerang Novel itu, termasuk yang menyerang rumah Pak Agus, termasuk  yang melempar bom molotov ke rumah saya.

Dan saya masih percaya kepolisian bisa.

13. Novel Baswedan bagaikan ikon KPK, karena itu juga disorot, misalnya pernah diisukan bagian dari Gerinda. Bagaimana pimpinan KPK menyikapi hal ini?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Akhirnya kita harus bahas juga,misalnya, Novel, disamping dia diserang, dia juga dituding melakukan hal-hal. KPK bukan cuma Novel sendiri, banyak juga penyidik-penyidik yang lain yang sama dengan Novel. Bahwa dia yang diserang menimbulkan simpati, bukan cuma di Indonesia diapreasiasi, bahkan Novel mendapatkan undangan ke Peru, Vienna, saya baru kembali dari Oslo, mereka ingin undang Novel ke Dubai, dia jadi contoh bahwa aparat negara diserang karena mungkin menjalankan tugasnya.

Orang-orang jadi mengapreasi, tapi akhirnya di hubung-hubungkan karena politik di pilpres ini.  Maka, termasuk di halal bil halal KPK kemarin, kami undang Pak Imam Prasodjo untuk memoderatori narasumber adiknya Amrozi yang pelaku bom Bali, Ali Fauzi, dan Pak Mulyono (salah satu korban selamat dari bom di depan kedutaan besar Australia),  yang kena bom itu, kita bicarakan, kepada semua pegawai KPK dan pimpinan KPK, tidak boleh terafiliasi dengan parpol mana pun. Harga mati, ndak boleh. Saya yakin yang tadi-tadi itu dalam rangka persepsi, karena suasana pemilu, yang ingin meperlihatkan bahwa KPK tidak solid.

14. Apa kendala penanganan kasus-kasus besar, seperti BLBI, e-KTP?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Kendalanya, sebenarnya, paling utama kalau BLBI, karena pelakunya tidak berada di Indonesia, kedua, dari saya makin lama, kasus itu, itu kan kasus lama, sehingga saya harus menggali lagi, data-data lama, sebagian penyidik dari polisi udah pindah, kadang saya harus panggil mereka untuk menjadi semacam ahlinya, atau konsultannya, sampai kita ke keputusan itu.  Walaupun bagaimana ini terjadi kerugian negara yang besar. Yang kedua, kendalanya itu soal ada yang menggugat hasil audit dari BPK itu sendiri secara perdata. Makanya kami menjadi sebagai pihak, mengintervensi.  Karena selalu korupsi yang besar, banyak yang defence-nya firewall istilah komputernya, kuat, kita harus mencari jalan, supayafirewall bisa kita tembus, termasuk misalnya e-KPT

15. Kasus yang menarik, yang temuan 400 ribu amplop, melibatkan kader Golkar. Apakah bisa membuka kotak pandora korupsi di sektor politik dan pemilu?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Itu betul, sayangnya itu  isolated case, dia sendiri dan orang pemberinya, karena ini  untuk ,mengamankan dirinya, bukan untuk untuk mengamankan partai politiknya secara keseluruhan.  Tetapi apakah ada pihak lain yang melakukan hal yang sama, saya yakin ada, dan menurut kajian KPK, mereka mengakui, untuk menjadi Bupati sekurang-kurangnya punya Rp 50 miliar, untuk jadi gubernur, paling sedikit Rp 100 miliar. Empiris ada pengakuan, bukan pendapat KPK, ini pendapat parpol.

Nah, untuk millennial nih.  Korupsi itu berkembang karena memang masyarakatnya korup, apa gunanya 400 ribu amplop kalau masyarakatnya menolak?  Isinya ada yang 100 ribuan, bahkan 50 ribuan.

Soal apakah mungkin masyarakat yang menerima menanggap ini sekali dalam lima tahun?

Saya pikir  ndak bisa begitu, karena mereka juga mengeluhkan kualitas pelayanan publik,  rumah sakit rusak, sekolah gak bagus, kog suara  kamu mau dibeli?  Dengan harga berapa?  Rp 100 ribu? Paling tinggi Rp 500 ribu, itu jarang-jarang, 500 ribu dibagi berapa hari dalam setahun?   Berapa rupiah, itu ironis, kita tangkap, di  Jateng dia masih mengumpulkan suara bannyak, bahkan, mantan koruptor yang sudah bebas, ada yang  jadi bupati lagi, walikota, masyarakat masih permisif.

Ada bupati cerita jelang lebaran, melarikan diri dari kantor dan rumah, karena orang datang untuk minta THR, seakan-akan, saya sudah pilih kamu, sekarang lebaran, kamu beri dong.  Setelah kita tanya-tanya anggota DPR kenapa gak sering ke konstituen, mereka minta uang.  Minta mentahnya.

16. Dalam wawancara kita sebelumnya, untuk Rappler, Bang Laode menyampaikan concern soal korupsi di sumberdaya alam. Ada kasus yang signifikan?

Laode Syarif: Serangan Terhadap Novel Bukan Serangan Terhadap IndividuIDN Times/Aldila Muharma

Ada, misalnya kita mulai dengan gubernur Sultra, mining.  Besar juga.  Sayangnya kami ingin memasukkan kerugian mining sebagai kerugian lingkungan, sebagai kerugian negara, tapi pengadilan berpendapat lain, yang kedua, Konawe, sultra,  ada juga Kalimantan,  mining semua.. Bahkan ada juga yang sudah lama juga, misalnya plantation,  gubernur Riau, akhirnya korporasinya kita kenakan, kita kirim pesan bahwa korporasi harus ikut bertanggug jawab bukan hanya orangnya, kalau direkturnya saja dihukum, bisa angkat direktur baru, CEO baru, jadi korporasi harus kena.

Laode  juga aktif sebagai penasihat senior terkait tata pemerintahan keadilan dan hukum lingkungan di kemitraan. Untuk isu korupsi, Laode pernah menjabat sebagai Spesialis Pendidikan dan Pelatihan Proyek Pengendalian Korupsi Indonesia. Ia juga masuk dalam tim perumus dan International Advisory Panel on Transboundary Pollution.

Dengan makin banyaknya kasus terkait lingkungan hidup yang mencuat ke publik, dari kebakaran hutan, alih fungsi hutan dan reklamasi, Laode bisa disebut sebagai “senjata rahasia” yang bisa mempertajam bidikan KPK atas kasus-kasus itu.

“Saya pernah mengatakan bahwa kasus yang menyangkut proyek reklamasi Pantai Jakarta itu dugaan saya adalah grand corruption. Memang, masalahnya sejauh ini kami baru menemukan kasus suap kepada Sanusi, anggota DPRD DKI.  Ya kita harus sesuai bukti-bukti,” kata Laode.

Kepada millennials audiens IDN Times, Laode menutup wawancara dengan menceritakan bagaimana ketatnya aturan di KPK.  “Misalnya, saya pergi ke luar kota,, dinas.  Istri ikut.  Ostri beli tiket sendiri kan.  Lalu saya dapat fasilitas penginapan kamar hotel dari kantor.  Nah, istri saya gak bisa ikutan menginap di kantor saya tuh.  Dia harus pesan kamar hotel sendiri.  Jadi dia tidak boleh ke kaamar saya.  Saya ke kamar dia, hahaha,” tutur Laode.

Baca Juga: KPK: Hanya 2 Izin Penambangan di Sultra yang Benar, Sisanya Abal-Abal

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya