Jakarta, IDN Times - Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi, mengusulkan agar TNI sebaiknya memiliki undang-undang khusus tentang tata cara pemusnahan amunisi kedaluwarsa atau tidak lagi terpakai.
Hal itu menyusul adanya tragedi peledekan amunisi kedaluwarsa di Desa Sagara, Kabupaten Garut, Jawa Barat yang menewaskan anggota TNI dan warga sipil. Menurut dia, undang-undang itu komprehensif mencakup ketiga matra di TNI dan Polri. Selama ini, kata dia, aturan untuk pemusnahan amunisi hanya didasarkan pada prosedur tetap (protap) yang dibuat oleh masing-masing matra di TNI.
"Jadi, tata cara disposal amunisi di TNI AD, dengan TNI AL dan TNI AU berbeda-beda dan tidak integrasi. Mereka mengacu kepada aturan internal saja," ujar Muradi ketika dihubungi IDN Times, dikutip Rabu (14/5/2025).
Ia menambahkan, ada sejumlah aturan mulai dari Perpres, Peraturan Menhan hingga Peraturan Kapolri soal penggunaan amunisi. Namun, dalam aturan-aturan tersebut, tak ada satu pun poin yang menyebut tata cara pemusnahan amunisi yang sudah tidak terpakai.
"Yang ada di dalam aturan itu adalah pembelian atau pengadaan, penggunaan dan habis pakai. Amunisi yang habis pakai ini penting untuk dijelaskan. Apakah amunisi yang sudah habis pakai ini hanya menjadi tanggung jawab dari pengguna saja atau bersama dengan produsen (amunisi)?" kata dia.
Muradi kemudian mengacu ke militer di sejumlah negara yang melibatkan produsen amunisi dalam proses pemusnahan.
"Katakanlah kita punya PT Dahana, PT Pindad, mereka bisa ikut supervisi (pemusnahan amunisi) di situ," kata dia.