Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Koalisi Sipil Minta MK Agar Pemberlakukan UU Baru TNI Ditunda

Suasana persidangan di Mahkamah Konstitusi ketika sidang pendahuluan uji formil Undang-Undang TNI. (Tangkapan layar YouTube MK)
Intinya sih...
  • Koalisi masyarakat sipil ajukan 15 gugatan uji formil UU TNI baru di MK.
  • Revisi UU TNI dilakukan tanpa partisipasi publik, transparansi, dan akuntabilitas.
  • Koalisi meminta penundaan pemberlakuan UU baru TNI hingga ada keputusan akhir dari MK. Presiden diminta tidak menerbitkan peraturan pelaksanaan baru terkait UU tersebut.

Jakarta, IDN Times - Koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan yang terdiri dari sejumlah lembaga sosial masyarakat (LSM) mengikuti sidang perdana uji formil Undang-Undang nomor 3 tahun 2025 mengenai TNI pada Rabu (14/5/2025) di Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang dipimpin oleh hakim ketua panel Suhartoyo bersama Daniel Yusmic Foekh dan M Guntur Hamzah. Agenda pada hari ini melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap isi gugatan. 

Gugatan ini diajukan oleh empat pemohon, termasuk putri bungsu mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Inayah Wahid. Namun, Inayah tidak ikut hadir di dalam sidang perdana dan diwakilkan kepada kuasa hukum. 

Di dalam sidang perdana, kuasa hukum koalisi Bugivia Maharani mengatakan sejak awal pembahasan revisi Undang-Undang TNI yang dilakukan oleh parlemen dengan sengaja menutup ruang partisipasi publik, tidak transparan dan tidak akuntabel. Sehingga, menimbulkan kegagalan pembentukan hukum. 

"Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono dalam pemberitaan yang dimuat akun media sosial Narasi Newsroom pada 20 Maret 2025. Pada intinya ada kesengajaan untuk tidak memberikan draf RUU TNI ketika DPR sedang melakukan proses pembahasan revisi RUU TNI," ujar perempuan yang akrab disapa Rani itu di Gedung MK.

Pembahasan revisi UU TNI, kata Rani, juga dilakukan di ruang-ruang tertutup, tidak digelar di gedung parlemen dan disiarkan di kanal-kanal resmi DPR serta pemerintah. Hal itu mengakibatkan publik sulit untuk mengakses dan mengawasi revisi UU TNI sehingga semakin menguatkan penyalahgunaan wewenang pembuatan UU dalam revisi UU TNI. 

"Fakta-fakta tersebut telah secara nyata melanggar asas keterbukaan dalam pembentukan perundang-undangan yang baik seperti yang tercantum dalam ketentuan pasal 5 huruf G UU PPP," tutur dia. 

1. Prabowo dan DPR dianggap sengaja menahan akses ke naskah RUU TNI

Presiden Prabowo menerima penganugerahan Bintang Kebesaran Negara Brunei Darussalam “Darjah Kerabat Laila Utama Yang Amat Dihormati” (D.K.L.U) (dok. Sekretariat Presiden)

Lebih lanjut, Rani mengatakan hingga saat ini Presiden Prabowo Subianto dan parlemen dengan sengaja menahan penyebarluasan dokumen revisi UU TNI. Bahkan, ketika gugatan uji formil dibacakan oleh koalisi masyarakat sipil hari ini, masyarakat masih belum bisa mengakses dokumen UU baru TNI di kanal-kanal resmi parlemen dan pemerintah. 

"Namun, dalam keterangan Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi dalam pemberitaan di sejumlah media, revisi UU TNI telah diundangkan pada 26 Maret 2025. Namun demikian, sikap DPR dan presiden yang tidak langsung membuka akses pasca disahkannya revisi UU TNI, dinilai dengan sengaja menahan penyebarluasan dokumen revisi UU TNI kepada publik," kata Rani. 

Hal tersebut dianggap bertentangan dengan pasal 88 dan pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

2. Koalisi masyarakat sipil meminta agar MK tunda pemberlakuan UU baru TNI

Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sementara, di dalam petitum gugatannya, koalisi masyarakat sipil meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) agar memberikan putusan sela berisi menunda pemberlakukan revisi UU TNI. Penundaan pemberlakuan UU baru TNI itu sampai ada keputusan akhir dari MK. 

"Ketiga, memerintahkan kepada presiden untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksanaan baru yang berkaitan dengan UU nomor 3 tahun 2025 tentang TNI sampai dengan adanya putusan akhir MK," ujar Rani. 

Keempat, memerintahkan kepada presiden dan DPR untuk tidak mengeluarkan kebijakan dan tindakan strategis terkait pelaksanaan UU nomor 3 tahun 2025. Kelima, MK memerintahkan kepada kementerian atau lembaga atau badan lainnya untuk tidak membuat kebijakan atau tindakan terkait implementasi revisi UU TNI. 

Tuntutan keenam yakni meminta hakim konstitusi agar menyatakan UU TNI tahun 2004 tetap berlaku hingga ada putusan akhir dari MK. 

3. Hakim konstitusi usul koalisi sipil gabungkan gugatan serupa dengan pemohon lain

Ketua MK Suhartoyo memimpin persidangan pengujian Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), pada Jumat (2/5/2025), di ruang sidang Pleno MK (dok. Humas MK)

Sementara, ketua hakim panel, Suhartoyo mengatakan sudah ada 15 permohonan terkait UU baru TNI yang masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam pandangan Suhartoyo, belum tentu 15 permohonan itu akan berlanjut ke tahap pembuktian di persidangan. Lagipula bila semua permohonan disidangkan akan bertentangan dengan prinsip peradilan yakni cepat dan murah. 

"Oleh karena itu silakan untuk dipertimbangkan apakah mau bergabung saja dengan pemohon yang lain, atau tetap ingin sendiri. Itu pun bukan menjadi sesuatu yang dilarang," katanya. 

MK kemudian memberikan kesempatan perbaikan gugatan permohonan hingga 27 Mei 2025. "Baik hardcopy atau softcopy sudah harus diserahkan ke mahkamah untuk segera kami menjadwalkan sidang dengan agenda perbaikan," tutur dia. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwifantya Aquina
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us