Pelantikan menteri, wakil menteri, dan kepala negara di Kabinet Merah Putih di Istana Negara pada Senin (21/10/2024). (youtube.com/Sekretariat Presiden(
Kondisi rangkap jabatan ini menurut Pemohon, berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Meskipun hal ini bukan merupakan suatu tindak pidana, namun konflik kepentingan dalam bentuk rangkap jabatan menghadirkan kerentanan-kerentanan tersendiri apabila tidak diregulasi secara ketat. Misalnya, kekhawatiran mengenai integritas pengambilan keputusan atau proteksi kepentingan dari publik serta pemegang saham untuk konteks privat.
Pemohon dalam naskah permohonannya pun mengutip Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019, yang dalam pertimbangan hukumnya Mahkamah sebenarnya telah melarang wakil menteri rangkap jabatan pada perusahaan negara atau swasta. Alasannya, posisi wakil menteri adalah sama dengan menteri yang diangkat oleh Presiden sehingga harus juga tunduk pada Pasal 23 huruf b UU Kementerian Negara.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemohon meminta MK menyatakan frasa “Menteri” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23 Kementerian Negara bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Menteri dan Wakil Menteri”. Sehingga Pasal 23 UU Kementerian Negara menjadi berbunyi: “Menteri dan Wakil Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.