Ketua DKPP: Saya Secara Pribadi Setuju DKPP Dibubarkan

- Ketua DKPP setuju lembaga dibubarkan jika mengganggu ketenteraman penyelenggara pemilu
- KPU dan Bawaslu perlu pengawasan, Heddy Lugito contohkan pengawasan etik oleh MKD di DPR
Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito, mengaku secara pribadi setuju lembaganya dibubarkan jika dianggap menganggu ketenteraman lembaga penyelenggara pemilu.
Hal tersebut disampaikan Heddy saat menanggapi berbagai usulan dari legislator Komisi II DPR dalam rapat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).
"Kalau nanti memang di DKPP, keberadaan DKPP dianggap mengganggu ketenteraman penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu. Bapak (Anggota DPR) tadi mengusulkan bubarkan saja DKPP, saya kira juga saya setuju," kata dia.
1. Heddy ingatkan lembaga yang punya peran besar harus ada pengawasan

Meski setuju, Heddy pun mengingatkan, lembaga yang punya kewenangan dan peran besar cenderung harus memiliki pengawasan. Ia pun mencontohkan DPR yang diawasi kode etiknya oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
"Saya secara pribadi setuju, secara pribadi, ya, tapi mari kita berbicara hampir semua lembaga yang punya kekuatan besar harus ada pengawasan, itu saja. Dan pengawasan etik itu sekarang juga berkembang di DPR, di MPR, di semua lembaga," kata dia.
2. Penyelanggara pemilu tidak perlu diawasi jika sudah bekerja baik

Heddy menyampaikan, sebenarnya penyelanggara pemilu tidak perlu diawasi secara kinerja maupun kode etik, jika kinerjanya sudah baik. Namun, fakta di lapangan baik KPU maupun Bawaslu masih banyak kekurangan sehingga harus diawasi.
Dia menganalogikan, apabila KPU sudah bekerja dengan baik tanpa cacat apa pun, sebenarnya tidak perlu diawasi Bawaslu.
"Jadi kalau Bapak menghendaki nanti (DKPP) dibubarkan saya secara pribadi sangat setuju, tapi dan nanti bahkan Bawaslu pun tidak diperlukan lagi kalau KPU-nya sudah bekerja dengan baik, ya, cukup KPU saja. Tapi faktanya kan tidak begitu bapak, faktanya masih juga banyak kekurangan," kata dia.
3. Ketua Komisi II DPR analogikan DKPP seperti malaikat pencabut nyawa

Sebelumnya, dalam RDP tersebut, Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengatakan, banyak jajaran penyelanggara pemilu di daerah meminta bantuan perlindungannya karena takut dipanggil DKPP.
Dia secara khusus menyoroti keberadaan DKPP sebagai lembaga kode etik penyelenggara pemilu yang tidak bisa diprotes atau diadukan. Sebab, DKPP tidak punya Mahkamah Etik DKPP. Sementara, kinerja KPU diawasi Bawaslu. Serta kode etik jajaran KPU dan Bawaslu diawasi DKPP.
Rifqinizamy pun menganalogikan DKPP sebagai malaikat pencabut nyawa. Menurutnya, ke depan harus ada hukum acara sengketa pemilu.
"Jadi di DKPP ini sudah kita duplikasi dari malaikat pencabut nyawa yang abstrak itu menjadi malaikat pencabut nyawa yang konkret dalam konteks penyelenggaraan pemilu. Jujur pak, mungkin bapak-bapak ini dalam setiap sujud penyelenggara pemilu kita masuk dalam doa mereka agar kami dihindarkan dari putusan-putusan DKPP," ucap dia.
"Ini kan harus kita susun hukum acaranya, Pak Ketua KPU ya. Pak ketua KPU ketawa karena tidak pernah dihukum, hukumnya kecil-kecil, ringan-ringan," sambungnya sembari tertawa.
Rifqinizamy mengaku banyak lembaga penyelenggara pemilu daerah yang meminta perlindungannya karena takut dipanggil DKPP. Sementara DKPP sebagai lembaga tidak bisa diadukan ke pihak mana pun.
"Tapi yang di kampung-kampung pak, itu dapat surat panggilan dari bapak (DKPP), itu sudah pasti WA saya minta tolong untuk minta dilindungi. Karena kan saya bukan Allah ta'ala yang bisa melindungi mereka. Lawan tanding kita malaikat pencabut nyawa," kata dia.
Dia berharap penanganan sengketa pemilu ke depan bisa terus diperbaiki. Rifqinizamy meyakini seluruh lembaga pemilu sudah berusaha semaksimal mungkin.
"Yang begini-gini mungkin perlu kita sempurnakan ke depan. Saya menyadari apa yang sudah bapak ibu lakukan adalah ikhtiar terbaik dan maksimal, yang bapak ibu lakukan," kata dia.
Rifqinizamy mendorong agar dibuat hukum acara perdata yang jelas dalam menangani sengketa pemilu.
"Karena itu bapak ibu sekalian kami merindukan betul, ke depan kita punya hukum acara sengketa pemilu. Agar, pertama kita semua punya kepastian, satu objek sengketa yang sama itu jangan dibawa ke mana-mana yang kemungkinan putusannya akan berbeda," kata dia.
Ia lantas menyayangkan penanganan sengketa pemilu yang terjadi belakangan ini. Di mana, dugaan kecurangan ditangani oleh DKPP secara terbuka. Kemudian fakta dalam putusan penanganan pelanggaran kode etik itu dibawa ke ranah peradilan lainnya.
"Saya misalnya, ketahuan curang dalam pemilu legislatif. Dibawa ke Bawaslu mental. Tiba-tiba sudah saya dilantik, dibawa ke DKPP saya gak dihukum tapi KPU-nya yang dihukum karena putusan di DKPP dibacakan secara terbuka. Muncullah berbagai macam fakta atas putusan itu dibawalah, digoreng putusan ini nanti ke mana-mana ke mahkamah partai, dibawa ke peradilan umum lah, karena Bawaslu sudah gak bisa lagi. Akhirnya apa saya yang duduk nih udah jadi Ketua Komisi II gak tenang saya kerja. Karena tidak ada hukum acara yang membatasi kapan masa kedaluwarsa saya yang ada di DKPP," ucap dia.