MK Tidak Terima Gugatan Sengketa Pilkada Puncak Jaya soal Status ASN

- Mahkamah Konstitusi menolak permohonan perselisihan hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Puncak Jaya Tahun 2024 pasca-Pemungutan Suara Ulang (PSU).
- Pemohon tidak memenuhi syarat formil pengajuan permohonan, terutama mengenai status ASN Mus Kogoya yang tidak lagi berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara sejak mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Bupati.
Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) memastikan Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Puncak Jaya Tahun 2024 pasca-Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 Miren Kogoya dan Mendi Wonerengga tidak dapat diterima.
Demikian Putusan Nomor 311/PHPU.BUP-XXIII/2025 dibacakan dalam sidang pengucapan putusan yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) di Ruang Sidang Pleno MK, pada Senin (5/5/2025).
1. Pemohon tidak memenuhi syarat formil

MK menilai, pemohon tidak memenuhi syarat formil pengajuan permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Ayat 2 huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, MK mempertimbangkan mengenai dalil pemohon mengenai status ASN Mus Kogoya. Fakta persidangan menunjukkan Mus Kogoya tidak lagi berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) sejak mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Bupati Puncak Jaya.
Hal ini dibuktikan dengan adanya Surat Keputusan Penjabat Bupati Puncak Jaya Nomor 800.1.2.2/216/BKPPD tertanggal 11 September 2024 yang menyatakan pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri sebagai ASN tanpa hak pensiun.
Selain itu, MK mencatat bahwa Mus Kogoya telah mengembalikan kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan melalui Berita Acara Nomor 900.1.3.1/31/INSPEKTORAT/2025 tertanggal 24 April 2025 yang diterbitkan oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah serta Inspektorat Kabupaten Puncak Jaya.
2. Pemohon tidak memenuhi ambang batas selisih suara

MK juga menilai permohonan pemohon tetap tidak dapat diterima karena tidak memenuhi ambang batas selisih suara sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 158 UU 10/2016. Berdasarkan hasil penghitungan, selisih suara antara pemohon dan pasangan calon peraih suara terbanyak mencapai 11.509 suara atau sekitar 8,04 persen dari total suara sah sebanyak 143.083 suara. Padahal, ambang batas maksimal yang diperbolehkan untuk mengajukan permohonan adalah 2 persen atau 2.862 suara.
“Perolehan suara pihak terkait (pasangan calon peraih suara terbanyak) adalah sebanyak 77.296 suara sedangkan perolehan suara pemohon adalah sebanyak 65.787 suara, sehingga perbedaan perolehan suara antara pihak terkait dan Pemohon adalah 77.296 suara dikurangi 65.787 suara sama dengan11.509 suara (8,04 persen) atau lebih dari 2.862 suara. Dengan demikian, Pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 Ayat 2 huruf a UU 10/2016,” kata Enny.
Mahkamah juga menilai dalil-dalil yang diajukan pemohon tidak cukup meyakinkan, termasuk mengenai dugaan kekeliruan dalam rekapitulasi ulang suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. MK menyatakan KPU telah menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya secara patuh.
Selain itu, Mahkamah juga berpendapat, meskipun pemohon adalah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya Tahun 2024 dengan Nomor Urut 2, tetapi pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 Ayat 2 huruf a UU 10 Tahun 2016.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum,” ujar Enny.
Oleh karena itu, berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut, permohonan pemohon tidak memenuhi ketentuan pasal tersebut berkenaan dengan kedudukan hukum. Apabila ketentuan tersebut ditunda keberlakuannya, quod non, maka dalil-dalil pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Mahkamah juga menyatakan tidak mempertimbangkan lebih lanjut dalil-dalil dan permohonan lainnya karena dianggap tidak relevan. Dengan putusan ini, sengketa hasil Pilkada Puncak Jaya 2024 dinyatakan selesai di tingkat Mahkamah Konstitusi.
3. Dalil pemohon permasalahkan status ASN

Sebelumnya, dalam sidang pendahuluan yang digelar pada Jumat (25/4/2025), pemohon menyampaikan, berdasarkan data rekapitulasi ulang yang dilakukan termohon, pasangan calon nomor urut 1 memperoleh 77.296 suara dan pemohon memperoleh 65.787 suara.
Terdapat selisih perolehan suara antara pemohon dengan pasangan nomor satu, 11.509 suara. Pemohon juga mendalilkan Mus Kogoya yang merupakan calon wakil bupati dari pasangan nomor urut 1, tidak memenuhi syarat pencalonan karena masih tercatat sebagai ASN aktif hingga Januari 2025.
Untuk itu dalam petitumnya, pemohon meminta kepada MK menyatakan diskualifikasi Mus Kogoya sebagai Calon Wakil Bupati Nomor Urut 1 dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Puncak Jaya Tahun 2024.
Kemudian membatalkan surat keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Puncak Jaya Nomor 375 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilhan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Puncak Jaya, sepanjang menyangkut Mus Kogoya sebagai Calon Wakil Bupati Kabupaten Puncak Jaya.
Selanjutnya, membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Puncak Jaya Nomor 380 Tahun 2024 tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Puncak Jaya Tahun 2024, tertanggal 23 September 2024, sepanjang menyangkut Mus Kogoya sebagai Calon Wakil Bupati Kabupaten Puncak Jaya.