Adu Vaksin Booster Sinovac dan Moderna, Mana yang Paling Ampuh?

Vaksin Moderna tingkatkan antibodi 67 kali

Jakarta, IDN Times - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan penelitian untuk menguji kemampuan vaksin dosis ketiga (booster) untuk meningkatkan titer antibodi. Adapun vaksin yang digunakan ialah vaksin homolog, yaitu CoronaVac yang diproduksi oleh Sinovac, dan vaksin heterolog, yaitu mRNA yang diproduksi Moderna.

Adapun penelitian ini dilakukan orang yang telah mendapatkan vaksin Sinovac dosis pertama dan kedua, serta belum pernah terinfeksi COVID-19 sebelumnya. Dari hasil penelitian, Senior Manager Strategic Delivery Unit Kemenkes, Ririn Ramadhany mengatakan vaksin heterolog, yakni Moderna bisa meningkatkan titer antibodi hingga 67 kali.

Sementara itu, untuk booster dengan vaksin homolog, yakni Sinovac, hanya meningkatkan titer antibodi 7-8 kali.

"Untuk booster homolog dengan sinovac kami amati bahwa peningkatan titer antibodi terjadi 1 bulan setelah penyuntikan. Peningkatannya 7-8 kali dari segi titer antibodi dengan median 2.246 unit per mili," kata Ririn dalam Webinar Indonesian Congress Symposium on Combating COVID-19 Pandemic without Boundaries, Minggu (16/1/2022).

Baca Juga: Amankah Menggunakan Vaksin Booster COVID-19 yang Berbeda?

1. Peningkatan titer antibodi juga terjadi pada orang berusia di atas 60 tahun

Adu Vaksin Booster Sinovac dan Moderna, Mana yang Paling Ampuh?ilustrasi vaksin booster (IDN Times/Aditya Pratama)

Penelitian tersebut juga dilakukan pada orang dengan usia di atas 60 tahun. Ririn mengatakan baik vaksin booster Sinovac maupun Moderna berhasil meningkatkan antibodi pada orang berusia di atas 60 tahun.

"Tidak ada perbedaan signifikan dari segi titer antibodi antara kelompok usia, walaupun memang cenderung lebih rendah untuk kalangan yang berusia di atas 60 tahun," ucap Ririn.

Selain itu, Kemenkes juga melakukan penelitian pada tingkat keamanan vaksin booster Sinovac dan Moderna. Hasil penelitian menyatakan tidak ada reaksi signifikan usai penyuntikan kedua vaksin booster tesebut.

"Kami menemukan tidak ada reaksi merugikan yang signifikan bagi vaksin homolog maupun heterolog. Di grafik bapak-ibu bisa melihat bahwa untuk Sinovac, reaksi merugikan cenderung rendah. Biasanya mereka mengalami sakit di lokasi penyuntikan," kata Ririn.

Baca Juga: Apa Saja Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Vaksin Booster?

2. Titer antibodi tidak memastikan tingkat perlindungan dari COVID-19

Adu Vaksin Booster Sinovac dan Moderna, Mana yang Paling Ampuh?ilustrasi virus corona (IDN Times/Aditya Pratama)

Meski begitu, sebenarnya tingkat titer antibodi tidak mewakilkan tingkat perlindungan terhadap virus Corona. Sebab, penelitian yang dilakukan juga terbatas, belum sampai pada neutralizing antibody test (NAb) yang bisa mendeteksi kekuatan respons kekebalan tubuh terhadap virus, kekebalan kelompok, hingga efikasi vaksin.

"Neutralising assay masih terus dalam proses pengembangan. Jadi ini adalah beberapa keterbatasan dari studi yg dilakukan. Oleh karena itu hasil untuk neutralizing assay masih belum dapat kami simpulkan," ucap Ririn.

Baca Juga: Penerima Vaksin Pfizer dan Moderna Belum Bisa Vaksinasi Booster

3. Titer antibodi yang tinggi tidak berarti imunitas juga tinggi

Adu Vaksin Booster Sinovac dan Moderna, Mana yang Paling Ampuh?ilustrasi virus corona (IDN Times/Mardya Shakti)

Lebih rinci, Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Nasional Kemenkes, Irene Lorinda Indalao mengatakan tingkat titer antibodi yang tinggi tidak mencerminkan imunitas tubuh juga tinggi. Begitu pula sebaliknya.

"Ini hanyalah salah satu faktor saja. Walaupun ada penurunan titer, tidak berarti bahwa imunitas setelah vaksin tidak semakin membaik. Karena ada juga respons t-cell (sel T) setelah vaksin," kata Irene.

Oleh sebab itu, menurut Irene, penelitian terkait kemampuan perlindungan dari vaksin COVID-19 harus diperluas untuk bisa melihat respons sel T.

"Karena keterbatasan studi yang dilakukan kami tidak mengevaluasi respons t-cell. Selain itu kami juga tidak mengevaluasi status infeksi setelahnya. Tetapi nanti di studi-studi mendatang ini akan menjadi menarik untuk dievaluasi," tutur Irene.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya