Dilantik Jadi Kepala Badan Siber, Djoko Setiadi Bolehkan Hoax Asal 3 Hal Ini

Perhatikan tinjauan hukumnya

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko Widodo atau Jokowi hari ini resmi melantik Djoko Setiadi sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) di Istana Negara.

Dikutip dari Kantor Staf Presiden melalui akun Twitternya @KSPgoid, Rabu (3/1), Jokowi mengatakan BSSN adalah sebuah badan yang sangat penting dan ke depannya sangat diperlukan oleh negara. Terutama dalam mengantisipasi perkembangan dunia siber yang pertumbuhannya sangat cepat.

1. Membolehkan hoax dengan 3 syarat

Dilantik Jadi Kepala Badan Siber, Djoko Setiadi Bolehkan Hoax Asal 3 Hal IniTwitter/@KSPgoid

Pernyataan mengejutkan terucap oleh Djoko Setiadi yang merupakan mantan Kepala Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dua periode itu. Menurut dia, hoax terbagi dua jenis, hoax positif dan hoax negatif.

"Kalau hoax itu membangun ya silakan saja, tapi jangan terlalu memprotes dan menjelek-jelekkan lah. Ujaran yang tidak pantas saya rasa bisa dikurangi," ujar Djoko mengimbau pada masyarakat usai pelantikan.

2. Menindak tegas penyebar hoax

Dilantik Jadi Kepala Badan Siber, Djoko Setiadi Bolehkan Hoax Asal 3 Hal IniTwitter/@KSPgoid

Nantinya, BSSN akan bekerja sama dengan berbagai instansi, seperti Polri, Badan Intelejen Negara (BIN), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), untuk menindak tegas penyebar hoax.

"Penyebar hoax akan ditindak tegas. Kita ingatkan supaya berhenti. Saya berharap (BSSN) bisa menindak, karena percuma kalau ada badan siber tapi tidak bisa menindak," kata Djoko.

Baca juga: Jelang Pilkada, Polri Lakukan Patroli Cyber Hempaskan Penyebar Hoax

3. Tinjauan hukum dan sejarah hoax

Dilantik Jadi Kepala Badan Siber, Djoko Setiadi Bolehkan Hoax Asal 3 Hal IniTwitter/@KSPgoid

Dikutip dari laman hukumonline.com yang melakukan peninjauan terhadap dua undang-undang (UU) yang dinilai menjerat para penyebar hoax, yakni Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan Pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kesimpulannya, hukumonline.com menggarisbawahi tiga hal yang menjadikan suatu berita dikategorikan hoax dan patut mendapat hukuman, yakni dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak, menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, dan menyebabkan kerugian.

Dengan kata lain, tiga unsur tersebut tidak terpenuhi maka negara tidak bisa mendakwa pelaku dengan tuduhan penyebaran hoax.

Asal kata 'hoax' sendiri, seperti dikutip dari Antara, diyakini sudah ada sejak ratusan tahun sebelumnya, yakni 'hocus' dari mantra 'hocus pocus'. Frasa yang kerap disebut oleh pesulap, serupa 'sim salabim'.

Dilantik Jadi Kepala Badan Siber, Djoko Setiadi Bolehkan Hoax Asal 3 Hal IniTwitter/@KSPgoid

Menurut Lynda Walsh dalam bukunya, Sins Against Science, istilah hoax merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang masuk sejak era industri. Diperkirakan pertama kali muncul pada 1808.

Alexander Boese dalam bukunya, Museum of Hoaxes, juga mencatat hoax pertama yang dipublikasikan adalah almanak atau penanggalan palsu yang dibuat Isaac Bickerstaff alias Jonathan Swift pada 1709.

Saat itu, Swift meramalkan kematian astrolog John Partridge. Agar meyakinkan publik, ia membuat obituari palsu tentang Partridge pada hari yang diramal sebagai hari kematiannya.

Swift mengarang informasi tersebut untuk mempermalukan Partridge di mata publik. Partridge pun berhenti membuat almanak astrologi hingga enam tahun setelah hoax beredar.

Baca juga: BMKG Lakukan 4 Hal Ini untuk Berantas Informasi Hoax saat Bencana

Topik:

Berita Terkini Lainnya