Kebijakan Tembak Mati Begal Disorot, Apa Kata Polisi?
![Kebijakan Tembak Mati Begal Disorot, Apa Kata Polisi?](https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20180719/e1c9a6f4ea5be6031b739f39a6be5c59_600x400.jpeg)
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Polisi akhirnya angkat bicara soal kebijakan mereka menembak mati begal atau jambret. Sejak 3 Juli 2018 setidaknya ada 12 jambret yang tewas ditembak. Aktivis HAM mengkritisi langkah Polri ini. Lalu apa jawaban Polri?
"Penembakan terhadap tersangka dilakukan pertama karena tersangka tersebut melakukan perlawanan yang membahayakan petugas," kata Argo kepada wartawan, Selasa (24/7).
1. Tembak mati bagi diatur undang-undang
Argo membantah bila tembak pelaku di tempat dilakukan secara serampangan dan tanpa dasar hukum. Ia mengatakan aturan tersebut sudah diatur dalam Kitan Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 48 dan 49.
"Tindakan itu dapat dilakukan sesuai KUHP antara lain pasal 48 dan 49 tentang tindakan yang memaksa dan tindakan yang harus dilakukan karena kalau tidak dilakukan akan membahayakan," tambah dia.
Baca juga: Kisah Pilu Ade Miskan, Suami Korban Begal Berujung Maut
2. Diatur oleh undang-undang internasional
Editor’s picks
Aturan serupa juga diatur dalam prinsip-prinsip universal tentang penggunaan lethal force.
"Tindakan itu juga harus mempertimbangkan prinsip-prinsip universal tentang penggunaan lethal force adanya ancaman seketika yang dapat membahayakan petugas, masyarakat atau barang," terang mantan Kabid Humas Polda Jawa Timur itu.
3. Persilakan Ombudsman dan Kompolnas melakukan pemeriksaan
Sebagaimana diberitakan, Ombudsman dan Kompolnas berencana untuk memintai keterangan Polda Metro Jaya soal 12 pelaku kejahatan jalanan yang sudah ditembak mati.
"Nanti akan kita berikan klarifikasi (bila dipanggil)," tutup Argo.
Baca Juga: Pro-Kontra Tembak Mati Begal, Menukar Keamanan dengan Nyawa?