Walhi Laporkan 29 Korporasi soal Kerusakan Lingkungan Capai Rp200 T

Intinya sih...
Walhi melaporkan 29 korporasi terkait dugaan korupsi dan pengrusakan lingkungan ke Kejaksaan Agung.
29 perusahaan bergerak di sejumlah sektor seperti pertambangan nikel, tambang emas, perkebunan sawit, dan lainnya dengan potensi kerugian negara mencapai Rp200 triliun.
Potensi kerugian dihitung dari aktivitas tambang ilegal, pengerusakan hutan, dan kegiatan berdampak pada alam lainnya. Laporan diterima oleh Jampidsus, Jampidum, dan Satgas PKH.
Jakarta, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melaporkan 29 korporasi terkait dugaan korupsi dan pengrusakan lingkungan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Manager Kampanye Hutan Dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian mengatakan 29 perusahaan yang dilaporkan Walhi ini tersebar di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
"Kami dari Walhi hari ini melaporkan kembali 29 kasus, 29 perusahaan yang kami duga terindikasi melakukan korupsi dan kejahatan lingkungan," ujarnya di Kejagung, Kamis (3/7/2025).
1. 29 korporasi bergerak di pertambangan nikel hingga sawit
Walhi mencatat puluhan korporasi itu bergerak di sejumlah sektor mulai dari pertambangan nikel, tambang emas, perkebunan sawit hingga terkait lingkungan lainnya.
Uli mengatakan, dugaan tindak pidana yang dilakukan sejumlah korporasi itu dinilai berpotensi merugikan negara sekitar Rp200 triliun.
"Kami menaksir sekitar Rp200 triliun ya kerugiannya," imbuhnya.
2. Perhitungan atas aktivitas tambang ilegal
Potensi kerugian itu, kata Uli dihitung berdasarkan aktivitas tambang ilegal, pengerusakan hutan dan kegiatan yang berdampak pada alam lainnya.
"Kerugiannya itu bukan hanya dari aktivitas ilegal pengerukan nikelnya saja, tetapi pembongkaran hutan secara ilegal dari 147 hektare hutan, kayunya diambil, dan lain sebagainya, kerusakan lingkungan, dan lain sebagainya itu kami hitung sebagai kerugian," kata Uli.
3. Laporan diterima Kejagung
Uli menjelaskan, laporannya diterima oleh Jampidsus, Jampidum dan Satgas PKH.
“Karena memang tipologi kasusnya kan ada yang beraktivitas di kawasan hutan secara ilegal sehingga tim PKH yang menerima, lalu kemudian aktivitas-aktivitas yang kami duga juga melakukan pelanggaran dan tindakan korupsi di luar sektor kehutanan itu masuknya di Jampidsus dan Jampidum,” ujarnya.