Wamen PPPA: Anak Harus Dilindungi dari Akses Informasi Tak Layak

- Pentingnya tujuan jelas dalam pemberian gawai
- Inisiatif sekolah rakyat sebagai solusi pembagian waktu anak di ruang digital
Jakarta, IDN Times - Penyediaan konten digital yang ramah dan aman untuk anak merupakan bagian dari pemenuhan hak anak atas informasi yang layak. Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, mengatakan, penting untuk melindungi anak dari berbagai bentuk informasi yang tak layak, seperti kekerasan, pornografi, radikalisme, dan lainnya.
Hal ini disampaikan Veronica di acara 'Anak Digital Anak Hebat, Hari Anak Nasional 2025' di kawasan Sekolah Rakyat Sentra Handayani di Bambu Apus, Jakarta Timur, Kamis (24/7/2025).
“Anak-anak harus dilindungi dari akses informasi yang tak layak. Ini adalah bagian dari pemenuhan hak mereka. Ruang digital yang ramah anak bukan berarti anak tidak boleh menggunakan teknologi, tetapi bagaimana kita membatasi dan mengarahkan mereka pada konten yang positif dan mendukung proses belajar,” ujar Veronica Tan dikutip Jumat (25/7/2025).
1. Pentingnya tujuan jelas dalam pemberian gawai

Psikolog Anak, Euis Heni Mulyani, mengingatkan pentingnya tujuan jelas dalam pemberian gawai oleh orangtua. Orangtua disebut memberikan HP atau gawai dengan tujuan yang tak jelas.
"Penelitian menyebutkan, 70 persen orangtua memberikan HP atau gawai kepada anak tanpa tujuan yang jelas. Ini yang salah. Selama gawai digunakan untuk belajar, membuat tugas, atau karya produktif, maka bisa dilakukan (pemberian gawai),” kata Euis.
2. Inisiatif sekolah rakyat

Dia mengatakan, inisiatif Sekolah Rakyat yang digagas pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran bisa jadi contoh solusi yang diharapkan mampu mengimbangi pembagian waktu dan aktivitas anak di ruang digital, dengan memberikan fasilitas lengkap untuk anak-anak agar fokus belajar. Dia juga mengatakan pelaku aktif di dunia digital. Mereka banyak yang sudah menjadi content creator, developer muda, bahkan inovator digital.
“Ini bukti nyata anak mampu menjadi aktor perubahan. Menjadi anak digital hebat berarti bisa menjaga diri, menghormati orang lain, dan menggunakan teknologi secara bertanggung jawab, aman, dan produktif. Dulu ibu saya berpesan, kalau mau menjadi juara dan pintar, mainlah dengan teman yang suka belajar dan cari lingkungan yang positif,” kata dia.
3. Peraturan pemerintah soal ruang digital

Direktur Eksekutif Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Nisa Felicia, mengatakan, terdapat risiko di ruang digital yang bisa mendekatkan anak pada eksploitasi digital hingga menghambat perkembangan otak anak.
“Di Peraturan Pemerintah atau PP Tunas, kami mencatat ada tujuh risiko utama, salah satunya adalah risiko bertemu orang tidak dikenal. Misalnya, anak sedang bermain game lalu di-chat orang asing, diajak berkenalan, bertemu, bahkan diminta mengirim foto pribadi. Risiko lainnya adalah kecanduan digital atau brainroot, yang bukan hanya membuat anak tidak bisa belajar hari ini, tetapi juga berdampak pada perkembangan otaknya," kata dia.