Dokumentasi - Desakan pengesahan RUU PKS dalam aksi Gejayan Memanggil di Yogyakarta pada 30 September 2019. (IDN Times/Pito Agustin Rudiana)
Isu yang seringkali dipikirkan dan seringkali menjadi tiar kebohongan dari muatan RUU TPKS ini adalah kemudian karena dia tidak mengatur persoalan tentang zina misalnya pengujian dianggap yang memperbolehkan atau permisif pada zina itu sendiri ini sangat tidak tepat, karena tadi saya sampaikan persoalannya tidak dapat digabungkan karena kalau digabungkan kita akan mengurangi kemungkinan korban mendapatkan perlindungan yang baik, karena sedari awal struktur ataupun konstruksi pikir kita kemudian menempatkan sebuah ruang ragu-ragu abu-abu, apakah ini memang tindak kekerasan atau perilaku yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat.
Pada isu zina sebetulnya sangat rumit ya, tidak bisa serta merta kita berpendapat bahwa dengan demikian situasi yang merupakan persoalan sosial ini sekaligus persoalan hukum ini harus ditindak dengan penanganan pidana. Kan ada sebenarnya ada filosofi hukumnya ya tentang apa yang sebaiknya dan bagaimana pengaturannya, apakah melalui hukum pidana atau bukan.
Misalnya saja dalam isu hubungan di luar pernikahan yang dilakukan oleh salah satu pihaknya adalah orang yang telah berpasangan secara resmi atau menikah, tidak dengan serta merta kita bisa mengatakan bahwa kita cabut dia jadi delik biasa dan delik aduan di dalam KUHP kita sekarang delik aduan ya.
Jadi artinya pasangannya yang menikah secara resmi inilah yang dapat melaporkan bahwa dia menjadi pihak yang dirugikan akibat hubungan di luar perkawinan yang dilakukan oleh pasangannya dengan orang lain, bagi perempuan dalam pengalaman pendokumentasian Komnas Perempuan, tidaklah gampang untuk memutuskan melalui proses hukum bagi pasangannya yang melakukan hubungan di luar perkawinan dengan perselingkuhan atau yang lainnya ya.
Karena ada banyak pertimbangan, ini bukan sekadar pertimbangan ekonomi, di mana seorang perempuan punya ketergantungan pada pasangannya, tetapi bisa juga pertimbangan-pertimbangan sosial lain, termasuk misalnya Bagaimana jika anak-anaknya kehilangan sosok seorang ayahnya sekalipun mungkin sosok ayahnya sendiri hanya bersifat formalistik ya mungkin tidak pernah ada di rumah lebih sering keluyuran di luar punya kelakuan yang entah bagaimana, tetapi secara formal anak-anaknya akan tetap diakui sebagai anak yang punya ayah kan ya di dalam kartu keluarganya sekurang-kurangnya.
Begitu juga kalau dia kemudian persoalan hukum ini membawa pasangannya ke ranah pidana penjara misalnya nanti Anaknya akan memiliki stigma sebagai anak yang berayahkan seorang narapidana, bisa jadi akan menyulitkan anaknya di masa depan ketika mencari pasangan, apalagi komunitas yang mensyaratkan ayahnya menjadi wali untuk bisa hadir di dalam pernikahan, dengan pasti akan sulit sekali ya.
Jadi untuk seorang menentukan apakah akan menyikapi perselingkuhan suaminya dengan ranah hukum itu sesuatu keputusan yang luar biasa banyak. Banyak sebetulnya yang melaporkan dengan maksud agar suaminya ini berhenti berhubungan, bukan dengan maksud untuk mempidanakan bahkan juga banyak yang kemudian mengambil keputusan untuk bercerai saja, karena meskipun bercerai secara administratif sekurang-kurangnya, tadinya persoalan-persoalan sosial di masa depan itu masih bisa lebih tertanggulangi.
Jadi isu tentang kesusilaan itu di luar itu kekerasan seksual ya itu justru lebih pelik yang perlu mendapatkan perhatian, juga yang sangat serius dan mungkin pengaturannya itu bukan di ruang hukum pidana tetapi di ruang pendidikan baik itu di dalam institusi seperti keluarga yang kita kenal memang merupakan institusi penting di dalam masyarakat kita atau juga melalui lembaga-lembaga keagamaan.
Kita tahu ya banyak lembaga keagamaan yang menyelenggarakan kursus sebelum perkawinan sekarang untuk dapat menjangkau kawan-kawan muslim, KUA juga menyelenggarakan kursus bagi calon pengantin yang diharapkan bisa mengurangi misalnya ya peristiwa-peristiwa hubungan di luar perkawinan dari orang yang telah berpasangan itu, tentunya bisa juga melalui berbagai program-program untuk anak-anak muda jika itu yang dikhawatirkan kan, ada juga melalui pendidikan lembaga-lembaga pendidikan.
Kita juga punya kementerian Menpora ya untuk Pemuda dan Olahraga itu jadi satu fokus yang perlu diperhatikan sehingga kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif bagi anak muda yang selalu dicurigai ya, anak-anak muda ini kan dicurigai oleh banyak pihak sebagai orang yang lebih lose ya, yang tidak patuh nilai moral, karenanya akan berhubungan seksual di luar, berbagai prasangka dan praduga pada anak muda yang sebetulnya lebih banyak lagi anak muda yang sebetulnya berproduksi dengan luar biasa gitu kreatif dan lain-lain, yang tidak sama sekali di dalam bayangan prasangka itu.
Pengaturannya bisa jadi ada pengaturannya bisa jadi bukan di dalam ranah hukum pidana melainkan di ruang-ruang pengaturan yang lain tidak berarti persoalan ini tidak penting, karena memang juga dia bisa menjadi faktor pemicu terjadinya kekerasan tetapi sekali lagi ya harus dibedakan dengan kekerasan itu sendiri-sendiri. Nah dengan membedakan dengan kekerasan itu sendiri kita memiliki ruang yang lebih besar untuk memastikan yang pertama pemulihan korban terjadi, mengutus impunitas bisa diwujudkan dan untuk mencegah peristiwa serupa terulang lagi di masa depan.