Wujudkan DKI Kota Layak Anak, Integrasi Jadi Kunci Program Kaltara
Jakarta, IDN Times - Integrasi menjadi kunci penting dalam melaksanakan program Kawasan Layanan Terintegrasi Ramah Anak (Kaltara) untuk mewujudkan Kota Layak Anak (KLA).
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta, Hendry Novritzal, mengatakan, integrasi antarlayanan tersebut adalah yang membedakan layanan ramah anak yang sudah ada.
"Layanan di Kaltara seperti pemenuhan hak anak. Yang membedakan, Kaltara ini ada integrasinya. Terkoneksinya antara layanan 1 dengan yang lain," kata Hendry dalam Podcast Rabu Belajar dengan tema 'Kawasan Layanan Terintegrasi Ramah Anak', dikutip Senin (14/11/2022).
Kaltara digagas Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur dalam rangka mewujudkan KLA. Program tersebut telah berhasil membawa Jakarta Timur mendapatkan penghargaan 'Kota Layak Anak Kategori Utama Tahun 2022'.
1. Layanan satu dengan lainnya terhubung
Hendry mengatakan, wilayah di Jakarta lainnya pun memiliki layanan ramah anak seperti halnya yang ada di Kaltara. Namun, layanan-layanan tersebut tidak terintegrasi satu sama lain.
"Kalau Kaltara ini, walaupun lokasi berjauhan tapi saling terkoneksi. Artinya, satu klaster akan mendorong yang lainnya sehingga semua klaster akan mewujudkan ramah anak," kata dia.
2. Wilayah masing-masing bisa kembangkan klaster Kaltara sesuai kekuatan
Hendry mengatakan, konsep Kaltara memiliki beberapa klaster, sesuai pembagian indikator dari Kementerian PPPA yang dapat dikembangkan wilayah masing-masing.
Antara lain, klaster 1 tentang hak sipil, klaster 2 pengasuhan alternatif, klaster 3 kesehatan dasar, klaster 4 pemanfaatan waktu luang dan sosial budaya, dan klaster 5 perlindungan khusus.
"Kalau diurai, masing-masing kota punya kekuatan dari klaster itu sehingga bisa mengandalkan masing-masing klasternya," kata dia.
Misalnya di klaster 2 untuk kelompok-kelompok kegiatan sebagai pengasuh pengganti orangtua atau pengasuh alternatif, klaster 3 seperti puskesmas yang harus sudah ramah anak baik di kelurahan maupun kecamatan.
Selanjutnya klaster 4 untuk sekolah ramah anak baik SD, SMP, SMA dan lain-lain, termasuk panti, lembaga pemasyarakatan (lapas) dan lainnya.
3. Satu klaster bisa dorong klaster lainnya
Hendry mengatakan, integrasi menjadi hal yang membedakan Kaltara dengan layanan ramah anak lainnya.
"Bukan satu areanya, tapi satu klaster bisa mendorong klaster lainnya sehingga per satu kawasan memberikan layanan anak semuanya. Ini yang membedakan Kaltara, yang kami coba replikasi dari Jakarta Timur ke wilayah-wilayah lainnya untuk bisa mengkoneksikannya," kata dia.
Misalnya, kata dia, Kaltara di Rawa Bunga, Jakarta Timur, diawali dengan keberadaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang sudah ramah anak dengan adanya sarana bermain dan berbagai fasilitas lainnya.
Hal itu mendorong puskesmas di wilayah itu untuk turut membuat puskesmasnya ramah anak. Termasuk sekolah yang juga semakin ramah anak.
"Di situ juga ada masjid ramah anak, perpustakaan ramah anak, sehingga faktor-faktor saling mendukung semua. Oleh karena itu, camat dan lurah harus mengoneksikan ini semua," kata dia.
4. Direplikasi ke wilayah lain di Jakarta
Keberhasilan Kaltara ini, kata dia, membuat Pemprov DKI Jakarta berencana mereplikasi atau memperluas program Kaltara yang digagas Jakarta Timur itu.
"Pengalaman dan praktek baik di Jakarta Timur ini pada skala provinsi, tahun 2022 akan direplikasi ke wilayah-wilayah lain sehingga berharap secara bertahap 2021 sudah Jakarta Timur, besoknya bisa Jakarta Utara, dan lainnya. Kami harap DKI betul-betul jadi provinsi ramah anak," ujar dia.
Oleh karena itu, kata dia, camat dan lurah harus mengoneksikan layanan-layanan ramah anak yang ada untuk dapat melaksanakan Kaltara demi mewujudkan KLA.
Menurut dia, melalui Kaltara, ada pembagian peran yang jelas dari seluruh anggota gugus tugas KLA baik dari kecamatan, kelurahan, hingga suku dinas.
Pembagian yang dimaksud adalah pengawasan per sektor oleh setiap suku dinas terkait dengan tugas lurah dan camat yang mengawasi secara teritori.
"Dua kutub ini, persoalan-persoalan yang dipegang sektoral, segmental, dan teritorial oleh camat lurah sehingga ada koneksinya. Ini yang coba kita lakukan, wujudkan untuk KLA skala provinsi," ucap dia.