Cara BEM UI Kritik Ciptaker via Meme Puan Badan Tikus Dinilai Gak Pas

Video kritikan BEM UI pakai meme Puan berbadan tikus viral

Jakarta, IDN Times - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mengunggah video di Instagram resminya berupa Ketua DPR RI, Puan Maharani berbadan tikus. Hal itu dilakukan sebagai bentuk kritik terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang baru disahkan DPR RI.

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago menilai cara BEM UI menyampaikan kritikan itu kurang tepat. 

Baca Juga: DPR Sahkan UU Ciptaker, Dema UIN: Bukti Oligarki Lebih Berdaulat!

1. Meme Puan berbadan tikus tak sesuai konteks kritik UU Ciptaker

Cara BEM UI Kritik Ciptaker via Meme Puan Badan Tikus Dinilai Gak PasKetua DPP PDIP Puan Maharani di Manado (dok. PDIP)

Arifki menilai tikus yang identik sebagai simbol korupsi tak ada kaitannya dengan UU Ciptaker. Dia menegaskan, kritikan mahasiswa soal UU Ciptakerja sangat baik, namun yang perlu jadi sorotan bagaimana cara mengemas kritikan tersebut sehingga sesuai dengan aspirasi yang disuarakan.

"Artinya sebenarnya kritik itu sah-sah saja, tapi kan kalau kita lihatkan terkadang juga kritik pada konteksnya juga, kita lihat bukan itu substansi yang akan disuarakan, kecuali itu korupsi," kata dia saat dihubungi IDN Times, Kamis (23/3/2023).

Arifki menjelaskan, narasi visual yang dibuat BEM UI seharusnya lebih mengkritik soal siapa saja pihak di balik layar yang mengakibatkan terbitnya UU Ciptaker. Sehingga, kritikan yang diberikan sesuai dengan konteksnya dan dapat dengan mudah diingat masyarakat luas.

"Tapi isu soal protes UU Ciptaker ini, ruang-ruang yang diinginkan pemerintah dan DPR, kalau kita lihatnya dalam konteks kenapa keluar UU ini, siapa yang menyetujui. Di bagian itunya saya kurang," tutur dia.

Di sisi lain, Arifki menduga meme Puan berbadan tikus itu sebagai bagian dari rasa kecewa para mahasiswa atas sikap DPR karena mereka merasa tak dilibatkan dalam membahas UU Ciptaker.

"Mungkin saja bagian dari kritik, karena mungkin kelemahan uu ciptaker ini mungkin mahasiswa dan kelompok lainnya tidak dilibatkan dalam proses ini sehinggga beberapa demonstrasi gak ditanggapi. Mungkin ini menjadi bentuk kekesalan dari mahasiswa makanya menggunakan kritik seperti ini," ucap dia.

Baca Juga: Puan Matikan Mik Demokrat Jelang Perppu Ciptaker Disahkan, PKS Walkout

2. Kampanye isu di media sosial memang efektif

Cara BEM UI Kritik Ciptaker via Meme Puan Badan Tikus Dinilai Gak PasIlustrasi media sosial. IDN Times/Paulus Risang

Secara konten, kampanye berupa isu UU Ciptaker yang disuarakan di media sosoal memang terbilang efektif. Terbukti, unggahan BEM UI tersebut kini viral dan jadi perbincangan hangat publik. 

Namun sayangnya, narasi visual yang dilontarkan tak menggambarkan penolakan UU Ciptaker secara keseluruhan.

"Sayangnya ketika narasi yang diserang BEM UI ini soal Puan berbadan tikus, orang gak nangkap, nangkapnya ke Puan-nya langsung kan, bukan ke isu-isu Ciptaker," jelas dia.

"Segi kontennya kurang tepat karena orang ingatnya bukan berbahayanya ciptaker. Tentu BEM UI mau menggiring bahwa betapa pentingnya masyarakat peduli terhadap UU ciptaker, tapi ketika mereka serang hanya dalam konteks Puan-nya tikus, artinya sisi korelasinya gak ketemu, mungkin ada sisi kampanye lain yang bisa jadi titik temu, sehingga publik sadar dengan isu tentang UU Ciptaker," sambung Arifki.

Baca Juga: BEM UI Buat Meme Puan Tikus, PDIP: Umpatan Kurang Terdidik!

3. BEM UI posting meme Puan berbadan tikus

Cara BEM UI Kritik Ciptaker via Meme Puan Badan Tikus Dinilai Gak PasBEM UI unggah wajah Ketua DPR Puan Maharani berbadan tikus (Instagram.com/BEM_UI)

BEM UI mengkritik pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yang baru saja dilakukan DPR. Protes itu dilayangkan BEM UI dengan membuat konten di media sosial yang berjudul 'DPR: Dewan Perampok Rakyat'.

Dalam konten yang diunggah BEM UI itu, terdapat wajah Ketua DPR Puan Maharani yang berbadan tikus.

Ketua BEM UI Melki Sedek Huang menjelaskan, unggahan itu menggambarkan kemarahan terhadap DPR. Menurutnya, legislatif tidak layak lagi disebut sebagai Dewan Perwakilan Rakyat.

"Lebih pantas diganti namanya menjadi dewan perampok, penindas, ataupun pengkhianat rakyat. Sebab produk hukum inkonstitusional yang mereka sahkan kemarin jelas merampas hak-hak masyarakat, mengkhianati konstitusi, dan tak sesuai dengan isi hati rakyat," ujarnya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya