Eks KSAD dan Eks Danjen Kopassus Ikut Ajukan Amicus Curiae ke MK

Keduanya tergabung dalam Petisi 100 dan F-PDR

Jakarta, IDN Times - Mantan Kepala Staf TNI AD (KASAD) Jenderal (Purn) TNI, Tyasno Sudarto dan mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) TNI, Soenarko ikut mengajukan amicus curiae (sahabat pengadilan) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil perselisihan Pilpres 2024.

Kedua purnawirawan petinggi TNI itu tergabung dalam Petisi 100 dan Front Penegak Daulat Rakyat (F-PDR).

1. Mengajukan amicus curiae untuk pihak Pemohon

Eks KSAD dan Eks Danjen Kopassus Ikut Ajukan Amicus Curiae ke MKSuasana sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 di MK (4/4/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Koordinator Pengajuan Amicus Curiae, Marwan Batubara menuturkan pihaknya mengajukan amicus curiae untuk Perkara Nomor 1 yang dimohonkan Anies-Muhaimin dan Nomor 2 yang diajukan Ganjar-Mahfud.

"Kami mengambil langkah ini karena cinta kepada NKRI, dan ingin negara kita ini terjaga eksistensinya, termasuk sistem yang berlaku di dalamnya, yakni sistem demokrasi, demi menuju Indonesia Emas tahun 2045", kata Marwan dalam keterangannya di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2024).

Baca Juga: MK Sudah Terima 22 Amicus Curiae, Terbanyak Dalam Sejarah PHPU Pilpres

2. Dugaan kecurangan pilpres jadi sorotan

Eks KSAD dan Eks Danjen Kopassus Ikut Ajukan Amicus Curiae ke MKGedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Marwan menilai, kecurangan pilpres hanya melahirkan pemimpin yang tidak amanah, sehingga harus dihentikan. 

"NKRI harus diselamatkan. Kami berdiri bersama MK, berjuang bersama MK, demi Indonesia yang lebih baik ke depannya," ungkapnya.

Oleh sebab itu, pihaknya mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim MK untuk mempertimbangkan kecurangan terstruktur, masif, dan sistematis dalam permohonan Paslon 01 dan 03. Mengingat dalam mencari kebenaran dan keadilan, peradilan harus mempertimbangkan teori hukum Causa Litet (sebab akibat dari munculnya perbuatan melawan hukum). 

"Proses (kecurangan TSM) sebagai sebab tidak bisa dipisahkan dengan akibat yaitu adanya perubahan atau perbedaan atau pengurangan suara perolehan," tuturnya.

Marwan juga menuturkan dalam hampir sepuluh tahun ini demokrasi dikorupsi dengan kebijakan yang mengarah untuk kembali kepada sistem otoriterianisme yang berlaku pada era Orde Baru. Puncak pengkhianatan terhadap reformasi itu ialah didesainnya penyelenggaraan Pilpres 2024 demi melanggengkan kekuasaan yang dibarengi pembangunan dinasti politik yang didalangi oleh para pejabat di posisi strategis pemerintahan pusat maupun daerah.

"Jika politik dinasti itu selesai dibangun dengan sempurna, maka Indonesia bisa saja menjadi negara monarki dengan penerapan sistem pemerintahan otoriterianisme sebagaimana halnya di era Orde Baru," jelasnya.

Selain itu, pihaknya juga menyoroti Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menjadi landasan bagi putra sulung Presiden Joko "Jokowi" Widodo, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres. Menurutnya putusan hukum itu mengindikasikan bahwa MK dalam posisi yang tidak steril, bahkan terindikasi telah diintervensi demi memenuhi kepentingan kekuasaan yang berpotensi membuat Indonesia berubah menjadi negara dengan sistem monarki atau otoriterianisme.

"Sebagai putra-putra bangsa yang cinta Tanah Air, kami menolak Indonesia dibawa jauh mundur ke belakang setelah Orde Baru ditumbangkan pada tahun 1998," tegasnya.

Baca Juga: Gerindra: Amicus Curiea Megawati Sudah Terpatahkan di Sidang MK

3. Petisi 100 dan F-PDR berisi dari berbagai kalangan

Eks KSAD dan Eks Danjen Kopassus Ikut Ajukan Amicus Curiae ke MKGedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Petisi 100 dan F-PDR berisi dari berbagai kalangan yakni para akademisi, tokoh nasional, mahasiswa, dan ulama.

Selain Tyasno Sudarto dan Soenarko, tokoh-tokoh lainnya yang tergabung di antaranya, mantan Senator/Anggota DPD RI Utusan Jakarta, Marwan Batubara; Letjen Mar (Purn) TNI, Soeharto; Presiden KISDI, HM Mursalin; praktisi hukum, Dindin Maolani; pemerhati politik, Rizal Fadillah; dan aktivis, Syafril Sjofyan.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya