Ini Respons KPU soal Gugatan PKPU Keterwakilan Perempuan ke MA

PKPU Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 8 ayat 2 digugat ke MA

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menanggapi adanya gugatan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, tentang pencalonan anggota legislatif, khususnya Pasal 8 ayat 2 mengenai keterwakilan perempuan.

Gugatan tersebut dilayangkan ke Mahkamah Agung (MA) oleh sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan.

Menanggapi hal itu, Anggota KPU, Idham Holik, memastikan gugatan berupa uji materi tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 201, Pasal 9 ayat (2).

Baca Juga: Survei: Gus Baha Tokoh NU yang Arah Politiknya Diikuti Warga Jatim

1. KPU hormati hak politik

Ini Respons KPU soal Gugatan PKPU Keterwakilan Perempuan ke MAKomisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Idham Holik (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Idham menegaskan, KPU sebagai lembaga negara tentu menghormati setiap langkah hukum. Setiap warga negara tentu memiliki hak hukum yang dijamin dalam konstitusi.

“KPU sebagai penyelenggara pemilu dengan prinsip berkepastian hukum, itu harus menghormati hak hukum yang dimiliki warga negara dan dijamin undang-undang, bahkan konstitusi,” kata Idham saat ditemui di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (6/6/2023).

“KPU harus menegakkan prinsip berkepastian hukum. Kami harus menghormati itu,” lanjut dia.

Kendati, Idham tidak menyebut apakah KPU akan merevisi PKPU tersebut sebagaimana kesimpulan setelah menggelar pertemuan tripartit bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) beberapa waktu lalu.

“Kita sebagai warga negara yang baik, kita hormati proses hukum judicial review di MA,” ujar dia.

Baca Juga: Daftar Pemilih Sementara Pemilu 2024: Milenial dan Gen X Mendominasi

2. Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan ajukan uji materi ke MA

Ini Respons KPU soal Gugatan PKPU Keterwakilan Perempuan ke MAIlustrasi gedung Mahkamah Agung di Jakarta Pusat (www.mahkamahagung.go.id)

Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mengajukan uji materi atau judicial review (JR) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 ke Mahkamah Agung (MA). Secara khusus, pasal tentang keterwakilan perempuan di PKPU tersebut digugat ke MA.

Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 itu tentang sistem penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil yang menghasilkan angka pecahan. Apabila dua angka desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah. Namun, jika 50 atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.

Anggota Dewan Penasihat Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam undang-undang tersebut mengamanatkan pencalonan perempuan itu minimal 30 persen perwakilan perempuan di daerah pemilihan (dapil).

Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menegaskan, uji materi diajukan ke MA karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak kunjung merevisi PKPU tersebut.

Padahal, setelah dikritisi banyak pihak, KPU sempat menyatakan akan merevisi PKPU tersebut. Namun niat itu diurungkan setelah KPU menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR.

“Peraturan KPU melanggar ketentuan Pasal 245 UU 7/2017 sebab penggunaan rumus pembulatan ke bawah secara tidak relevan dalam menghitung keterwakilan perempuan sebagaimana terdapat dalam Pasal Pasal 8 ayat (2) huruf a PKPU 10/2023 jo,” kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Senin (5/6/2023).

Titi menjelaskan, para pemohon meminta Mahkamah Agung menyatakan Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 bertentangan dengan UU Pemilu.

Pemohon juga meminta untuk ketentuan Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas".

Titi menambahkan PKPU tersebut bukan hanya melawan norma dalam UU Pemilu, tetapi inkonstitusional, karena bertentangan dengan substansi Pasal 28H Ayat (2) UUD 1945. Adapun bunyi pasal tersebut, setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

"Sehingga Pasal a quo selengkapnya berbunyi: Pasal 8 ayat (2), dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas," ucap dia.

Baca Juga: Pemilu 2024: KPU Hapus Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye

3. Komisi II DPR tolak revisi PKPU soal keterwakilan perempuan

Ini Respons KPU soal Gugatan PKPU Keterwakilan Perempuan ke MARapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dengan Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP membahas rancangan PKPU dan Perbawaslu pada Senin, 29 Mei 2023 (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, Komisi II DPR menolak usulan revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Legislatif. Hal itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR yang diikuti KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri pada Rabu, 15 Mei 2023.

Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023 menjadi sorotan sejumlah elemen masyarakat, karena dinilai mengkerdilkan keterwakilan perempuan dalam pemilu. Berbagai kritik muncul hingga mendorong agar PKPU 10/2023 direvisi.

Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan pihaknya memutuskan agar KPU tetap konsisten melaksanakan tahapan pemilu sebagaimana yang diatur dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2023. Dengan demikian, artinya usulan revisi PKPU 10/2023 ditolak.

"Komisi II DPR RI meminta KPU RI untuk tetap konsisten melaksanakan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota," kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu.

"Tadi sudah sama-sama kita dengarkan, suaranya sama bahwa Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 itu tidak perlu ada perubahan, jadi kita tetap konsisten," lanjut dia.

Adapun, sebelum rapat bersama Komisi II digelar, KPU menyebut akan merevisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Legislatif. KPU mendapat berbagai kritikan terkait aturan tersebut. Sebab, dalam PKPU 10/2023 tersebut dinilai mengesampingkan keterwakilan perempuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 245 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, disebutkan paling sedikit ada 30 persen dari keterwakilan perempuan.

KPU mengadakan pertemuan tripartit bersama Bawaslu dan DKPP untuk membahas revisi PKPU Nomor 10/2023, khususnya untuk Pasal 8 ayat 2. Pertemuan ketiga lembaga pemilu itu dilakukan pada Selasa, 9 Mei 2023.

Ketua KPU, Hasyim Asyari, memastikan pihaknya menerima berbagai masukan dari sejumlah pihak terhadap keterwakilan perempuan. Hasyim mengatakan, akan merevisi Pasal 8 ayat 2 PKPU 10/2023 yang mengakomodasi pembulatan angka desimal keterwakilan perempuan memakai aturan matematika.

“Akan dilakukan perubahan menjadi: Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil, menghasilkan angka pecahan dilakukan pembulatan ke atas,” ujar Hasyim.

Usulan revisi PKPU itu juga terkait dorongan dari sejumlah organisasi aktivis perempuan yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan. Mereka meminta agar Bawaslu memberikan rekomendasi merevisi terhadap PKPU 10 Tahun 2023 Tentang pencalonan anggota legislatif.

 

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

https://www.youtube.com/embed/nUyvYsE4l0M

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya