Migrant Care Ungkap Dugaan Jual Beli Surat Suara di Malaysia

Kasus jual beli surat suara disebut sudah terjadi sejak 2019

Jakarta, IDN Times - Lembaga perlindungan pekerja migran Indonesia, Migrant Care mengungkap dugaan kasus adanya jual beli surat suara di Malaysia. Staf Pengolahan Data dan Publikasi Migrant Care, Muhammad Santosa menyampaikan bahwa surat suara itu dijual kepada para calon anggota legislatif (caleg).

"Misalnya seribu surat suara dari Malaysia nih, lalu pedagang surat suara, 'ok saya kasih satu surat suara, seharga 25 ringgit. Saya kasih satu suara 50 ringgit, dan seterusnya," kata dia dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2024).

Baca Juga: Kemlu Buka Suara soal 130 WNI Ilegal Ditangkap di Malaysia

1. Migrant care ungkap kronologi dugaan kasus jual beli surat suara di Malaysia

Migrant Care Ungkap Dugaan Jual Beli Surat Suara di MalaysiaKonferensi pers Migrant Care di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat (20/2/2024)

Santosa menyampaikan, pemungutan suara melalui pos merupakan salah satu konsep yang digunakan oleh PPLN di Malaysia. Mereka mengirimkan surat suara pos dan memastikan sampai diterima kepada para pemilih. 

"Layaknya kita memesan barang dikirim lewat pos sampai ke penerima di ambil tanda tangan ataupun gambarnya. Itu konsepnya, tapi satu hari sebelum pencoblosan atau tepatnya tanggal 10 Februari 2024, saya investigasi sendiri di Kuala Lumpur, di beberapa apartemen yang ada di Kuala lumpur dimana disitu memang banyak WNI yang tinggal di apartemen tersebut," tutur dia.

Berdasarkan penelusuran Santosa, di sejumlah apartemen itu hanya menyediakan kotak pos di setiap jalur tangga. Namun sayangnya surat suara itu hanya ditaruh di kotak pos dan tidak diberikan ke para penerima sebagai pemilih. Bahkan para penghuni apartemen yang merupakan pemilih tak mengetahui keberadaan surat suara itu.

"Nah, misalkan saya yang sebagai penerima surat suara tersebut, saya sering lalu lalang naik turun naik turun, tapi kan saya tidak tau apa kah saya mendapatkan kiriman surat suara pos atau tidak, saya tidak pernah tahu," ungkap dia.

Santosa lantas menyebut, ketidaktahuan para pemilih itu yang akhirnya dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk melakukan transaksi jual beli surat suara.

"Kalau saya mengutip kata katanya Pak Hermono (Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia) pedagang susu, pedagang surat suara. Nah inilah yang dimanfaatkan oleh pedagang-pedagang surat suara itu tadi, mereka memang sengaja mencari dari kotak pos satu, ke kotak pos yang lainnya, akhirnya sampai terkumpul banyak," tutur dia.

"Nah ketika mereka berkumpul banyak, mereka akan mengamankan di satu titik dan di saat itulah, siapa yang mencari, yang membutuhkan surat suara itu tadi," lanjut Santosa.

2. Migrant Care sebut jual beli surat suara sudah terjadi sejak 2019

Migrant Care Ungkap Dugaan Jual Beli Surat Suara di MalaysiaIlustrasi (IDN Times/Aditya Pratama).

Santosa juga mengklaim, kasus transaksi jual beli surat suara itu sudah terjadi sejak Pemilu 2019 lalu. Oknum itu disebut bekerja sama secara berkelompok.

"Ini sudah terjadi tidak hanya di 2024 saja, tapi pemilu sebelumnya juga sudah terjadi jual beli surat suara. Dan itu pelakunya yang biasa melakukan seperti itu. Karena kenapa yang biasa melakukan seperti itu? Karena mereka kerjanya tim, tidak sendiri-sendiri," ungkap Santosa.

"Mereka kerjanya tim di daerah mana, Siapa? Di daerah mana, Siapa? Nah setelah mereka dapat info bahwasannya surat pos itu sudah dikirim, mereka bergerak dari titik kotak suara pos satu ke kotak pos suara yang lainnya seperti itu," imbuh dia.

Baca Juga: TKN Ungkap Dugaan Kecurangan Pemilu Dilakukan PPLN Malaysia

3. KPU hentikan hitung suara pemilu pos dan KSK Kuala Lumpur

Migrant Care Ungkap Dugaan Jual Beli Surat Suara di MalaysiaKetua KPU RI, Hasyim Asy'ari bersama jajaran Komisioner KPU RI (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI resmi menghentikan penghitungan suara dengan metode pos dan kotak suara keliling (KSK) di Kuala Lumpur, Malaysia. Keputusan itu diambil KPU menyusul masalah yang muncul akibat pendataan pemilih yang sempat jadi sorotan Bawaslu.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menyebut, pihaknya sudah mengetahui ada cacat prosedur dalam data pemilih. Dengan demikian, maka suara yang sebelumnya dihitung di Kuala Lumpur hanya mencakup para pemilih yang mencoblos via TPS.

"Untuk dua metode itu dihentikan dulu, tidak diikutkan karena ada temuan-temuan yang sesungguhnya KPU sendiri sudah mengetahui ada situasi yang secara prosedural itu unprocedural," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dalam konferensi pers di Gedung KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/2/2024).

KPU juga akan menindaklanjuti usulan Bawaslu untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur. Namun, PSU yang akan dilakukan di Malaysia hanya menggunakan metode pos dan KSK.

“Nanti situasinya potensial untuk metode pos dan KSK di KL akan dilakukan pemungutan suara ulang,” ujar Hasyim.

Baca Juga: Penjelasan PPLN Kota Kinabalu soal Dugaan Penambahan Suara

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya