Pemilu Proposional Terbuka Terbatas Ala Muhammadiyah Dinilai Tak Adil
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pengamat Politik dan Pemilu, Ray Rangkuti, menyebut jika sistem pemilu proporsional terbuka terbatas yang diusulkan Muhammadiyah, dianggap tidak adil.
Adapun sistem proporsional terbuka terbatas, memungkinkan para pemilih bisa memilih mencoblos lambang partai atau caleg. Jika caleg tersebut mendulang banyak suara, maka caleg bisa mendapatkan kursi di dapil seperti mekanisme proporsional terbuka.
Sementara itu, jika lambang partai yang lebih banyak dicoblos, maka pemenang pileg ditetapkan lewat nomor urut caleg seperti mekanisme proporsional tertutup.
1. Alasan proporsional terbuka terbatas dinilai tak adil
Ray mengatakan, sistem bisa coblos caleg atau lambang partai seperti itu sebelumnya sudah dilakukan, khususnya pada Pemilu 2004 lalu.
Namun, aturan tersebut dianggap tidak adil karena mengharuskan caleg memenuhi batas suara tertentu untuk bisa terpilih sebagai anggota legislatif. Sementara bagi caleg yang tak bisa memenuhi ambang batas itu, maka keputusan sepenuhnya diberikan kepada partai politik.
Ray menyoroti jika ada caleg yang sudah berusaha keras untuk bisa lolos kursi DPR. Meskipun dia mendapat suara tinggi ketimbang caleg lain yang separtai, tetapi tetap harus mengikuti keputusan partai jika tak lolos ambang batas yang ditentukan.
"Orang (caleg) sudah berharap, tiba-tiba gak jadi anggota DPR. Jadi ada perasaan tidak fair itu. Gimana kita sudah habis-habisaan kerja, tapi karena gak melewati batas suara yang ditentukan, suara harus ditransfer ke partai. Kemudian partai memberikannya kepada nomor urut caleg yang pada dasarnya gak pernah turun di dapil itu," kata dia saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (4/1/2023).
Baca Juga: PBNU Minta Aturan Kampanye di Tempat Ibadah Dipertegas: Bahaya Sekali!
2. Semua sistem proporsional punya banyak kekurangan
Ray tak memungkiri, semua sistem proporsional sebenarnya memiliki kekurangan. Mengingat proporsional tertutup dan terbuka keduanya dipakai di berbagai negara.
"Memang selalu ada masalah. Makanya kan bukan, saya mengatakan, bukan soal demokratiknya. Karena dua-duanya dipakai di seluruh dunia, mau terbuka, mau tertutup, dengan banyak varian kan," kata dia.
3. Muhammadiyah usul sistem pemilu proporsional terbuka terbatas
Sebelumnya, Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti buka suara terkait sistem proporsional pemilihan legislatif (pileg) yang belakangan jadi perbincangan publik.
Mu'ti menuturkan, sesuai dengan muktamar, Muhammadiyah mengusulkan dua sistem pemilihan legislatif. Pertama, menggunakan sistem proporsional tertutup. Atau, kedua, sistem proporsional terbuka terbatas.
"Usulan sesuai muktamar ada dua, yang pertama kita mengusulkan agar sistem prop terbuka sekarang ini diganti dengan sistem tertutup. Jadi hanya memilih gambar parpol. Nomor urut calegnya sudah ditetapkan oleh parpol," kata dia dalam konferensi pers usai menggelar audiensi dengan KPU RI, di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2022).
"Usulan kedua, adalah terbuka terbatas. Dimana sebagaimana sistemnya yg pernah kita pakai. Kita bisa memilih parpol atau memilih calon legislatif yang memang semua mengikuti ketentuan kalau memenuhi BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) dia akan terpilih, tapi kalau tidak yg terpilih sesuai dengan nomor urut," sambung dia.
Baca Juga: Muhammadiyah Usul Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terbatas