Keren! Ini 5 Karya Terpilih Pemenang Basoeki Abdullah Art Award #3

Museum Basoeki Abdullah menarik untuk dikunjungi

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Museum Basoeki Abdullah menggelar Kompetisi Basoeki Abdullah Art Award yang ketiga (BAAA#3) dengan tema Re-Mitologisasi. Kegiatan tersebut menjadi bagian penting dalam agenda Museum Basoeki Abdullah untuk menghargai peran pelukis Basoeki Abdullah dalam memperjuangkan seni lukis Indonesia, terutama di bidang seni budaya Indonesia.

Sebanyak 263 karya yang masuk diseleksi. Selanjutnya, karya-karya itu dikerucutkan lagi menjadi 40 karya untuk mengikuti pameran. Pada akhirnya, juri pun menobatkan lima karya terpilih dari proses seleksi kedua. Lima karya terpilih pemenang itu diumumkan pada pembukaan pameran di Museum Basoeki Abdullah, Jakarta, Rabu (25/9). Pemilik lima karya pilihan juri tersebut berhak atas hadiah uang pembinaan Rp25 juta.

Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Sri Hartini, berharap para peserta bisa memanfaatkan hadiah tersebut untuk lebih berkarya lagi dalam peningkatan kreativitas di seni rupa. Nah, untuk lebih jelasnya yuk simak lima karya pemenang ini!

1. Relief Satir karya Galih Reza Suseno

Keren! Ini 5 Karya Terpilih Pemenang Basoeki Abdullah Art Award #3IDN Times/Kemendikbud

Relief Satir menggambarkan bahwa relief pada candi-candi di Indonesia biasanya menceritakan tentang kisah mitologi dahulu kala yang berisi pesan moral kebajikan untuk dipahami generasi penerusnya.

Namun, dengan berjalannya waktu, zaman berubah sehingga pola pikir berubah. Tecermin dalam karya saya suatu relief yang absurd tak terbentuk, tersusun acak dengan warna pastel. Hal ini bermakna; kearifan cerita mitologi nenek moyang seakan tak relevan dengan semangat zaman.

Manusia diperhadapkan dengan pengetahuan dan informasi yang mahaluas dan tak terbatas. Kaum muda dibanjiri oleh banyak mitos-mitos asing tentang nilai-nilai kehidupan. Banyak dalam mitos itu tumpang-tindih, terpenggal tak utuh, dangkal, dan tak dalam merasuk dalam diri manusia. Ia hanya menjadi manusia hybrid yang kurang mengakar akan nilai kebenaran masa lalu.

Konstruksi nilai manusia sekarang tak pernah sejati. Ia senantiasa suara dari kerterhubungan narasi besar, narasi kecil, norma, opini, bacaan, lini masa, dan logika liyan yang serta-merta diproduksi ulang dalam ragam bentuk.

2. Wanita, Busana, dan Adunan karya Dyan Condro

Keren! Ini 5 Karya Terpilih Pemenang Basoeki Abdullah Art Award #3IDN Times/Kemendikbud

Wanita, Busana, dan Adunan (perhiasan) memang tidak dapat dipisahkan. Keindahan tubuh kaum hawa menjadi objek menarik untuk dieksplorasi oleh kaum laki-laki. Pemaknaan perhiasan yang melekat pada kaum hawa menjadikan sosok wanita sebagai wujud sebuah perhiasan untuk para lelaki. Pemaknaan ini menjadi masalah utama untuk dipertanyakan kebenarannya, hingga saat ini wanita dianggap sebagai pelengkap dan kaum lemah.

Wanita selalu takut untuk berkarier seperti laki-laki sehingga wanita semakin banyak menjadi pelengkap hidup dan media eksplorasi laki-laki kurang bertanggung jawab. Keindahan tubuh wanita merupakan anugerah Yang Mahakuasa untuk melengkapi kehidupan di dunia ini.

Karya tersebut menggunakan media dan teknik campuran, proses penggabungan untuk penggunaan beragam jenis perhiasan kain dan logam melalui proses penempelan, pembakaran, dan menggunakan resin bertujuan memperjelas bahan tersebut identik dengan wanita. Selain itu, bertujuan menciptakan efek kimia yang artistik, mudah membentuk objek simbol + (plus). Proses pembakaran memberikan efek artistik yang berbeda dari wujud asli kain tersebut. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan komposisi warna dan bentuk yang artistik.

Makna palang merah menjadi dasar pemikiran utama untuk penyetaraan, simbol + (plus) memiliki makna sebuah kenetralitasan. Wanita, busana, dan adunan (perhiasan) menjadi hal yang wajar atau sama dengan laki-laki dan aksesori yang juga melekat pada tubuhnya. Makna netral menjadi penyetaraan kaum laki-laki dan wanita, sehingga tidak lagi menjadi pelengkap dan direndahkan. Simbol + (plus) pada bagian tengah terbuat dari penggabungan resin bening berisikan perhiasan logam bertujuan menunjukkan makna 'NETRAL' dan sebagai penyeimbang komposisi di sekelilingnya. Terdapat beberapa gambar yang memperlihatkan keindahan tubuh wanita pada objek + (plus) sebagai penggambaran melekatnya busana dan perhiasan wanita.

3. Strong World karya Ajar Ardianto

Keren! Ini 5 Karya Terpilih Pemenang Basoeki Abdullah Art Award #3IDN Times/Kemendikbud

Salah satu dari ciri karya Basoeki Abdullah adalah banyaknya penggambaran akan figur manusia yang menjadi objek tunggal dalam karya-karyanya. Wanita, anak-anak, para petani, penari, dan perempuan-perempuan berkebaya adalah beberapa contoh di antaranya.

Figur manusia pada karya Basoeki Abdullah digambarkan apa adanya dan sangat kuat akan feeling, intuisi, serta emosi sehingga nuansa romantisme begitu kuat dalam sebagian besar karyanya. Paham romantik memandang manusia lokal atau desa dianggap sebagai manusia yang hidupnya dekat pada alam yang masih belum tercampur oleh masalah-masalah modernisasi.

Akan tetapi, apabila kita lihat saat ini penduduk desa mempunyai pola hidup yang hampir sama dengan kota. Percepatan teknologi informasi mengakibatkan manusia desa mampu menyamai percepatan masyarakat secara global. Berbagai teknologi canggih mulai merambah desa, atau sebaliknya manusia dari desa sudah menyebar ke penjuru berbagai negara.

Dalam karya ini, Strong World menggambarkan figur manusia desa (petani dan buruh) yang berupa relief ditambah dengan berbagai macam 'benda temuan' berupa limbah hasil industri yang telah tidak terpakai. Penambahan 'benda temuan' ini menandakan bahwa kehidupan manusia saat ini sudah mengalami rekonstruksi ulang akibat perkembangan teknologi.

4. Refuse to Forget karya Yanuar Ikhsan Pamuji

Keren! Ini 5 Karya Terpilih Pemenang Basoeki Abdullah Art Award #3IDN Times/Kemendikbud

Mitologi terbangun sendiri oleh manusia yang hidup pada masanya, sehingga waktu kehidupan adalah kunci dari sebuah mitologi. Segala tindakan manusia yang masih hidup merupakan respons akan agama, bangsa, popularitas, dan alam sekitar. Respons tersebut menjadi memori yang dikenang setelah manusia mati, karena ketika manusia mati tidak semuanya usai, tetap ada perihal masih hidup dibenak yang ditinggalkan.

Manusia dengan berbagai sifat dalam dirinya dikenal dengan beberapa karakter utama setelah dia mati. Tindakan, perbuatan, dan jasa yang diberikan semasa hidup diekstrasi menjadi beberapa hal menjadi karakter diri kita tentunya selalu ingin diingat/dikenang. Refuse to Forget mempertanyakan pada diri sendiri penikmat dalam menciptakan kerangka mitologinya sendiri dengan bagaimana orang akan mengingatmu? 

Menyajikan karya visual sebagai simbol dari ekstraksi manusia sebenarnya yang terlintas pertama adalah abu manusia yang telah dikremasi sehingga menghasilkan abu. Tubuh yang rumit menjadi satu bagian dominan berupa abu dan merupakan metafora paling berbicara mengenai ekstraksi sifat manusia.

Karya tersebut menuntun audience agar berpikir mengenai konsep mitologi dirinya telah buat. Jumlah ekstrasi manusia disajikan pada suatu wadah berupa guci kaca agar lebih terlihat mudah sehingga abu tampak jelas. Wadah guci kaca dibuat menyerupai peti mati berbentuk segi enam. Setiap abu perwakilan nama nama diubah menjadi sifat sebagai simbol jejak yang kita tinggalkan saat masih hidup.

Terkait jumlah abu dibagi melalui berbagai sifat manusia dan melalui tanggal lahir, \setiap angka kelahiran kita dimasukkan ke suatu rasi bintang yang memiliki sifat yang berbeda pada setiap rasi dari jumlah keseluruhan 12 buah. Jumlah rasi bintang kelahiran tersebutlah untuk menentukan jumlah guci yang digunakan.

Kemudian bagian terpenting dari beberapa kata sifat pada guci kaca berupa kata terakhir dituliskan “YOU?” sebagai cermin pada diri kita memilih untuk dikenang sebagai apa ketika telah mati. Kematian merupakan rumah terakhir bagi setiap mereka yang hidup di dunia yang diwakili dengan bentuk segitiga sebagi simbol rumah. Guci kaca wadah dupa sebagai tempat menaruh abu kematian terlihat semakin matang.

5. The Appropriation of Basuki Abdullah's Nyai Loro Kidul karya Alfiah Rahdini

Keren! Ini 5 Karya Terpilih Pemenang Basoeki Abdullah Art Award #3IDN Times/Kemendikbud

"Kenapa terjadi tsunami di pantai selatan?”

"Karena Nyi Roro Kidul dipaksa pakai kerudung.”

Kurang lebih begitulah guyon yang berkembang di masyarakat yang pertama kali dicetuskan oleh Gusdur, seorang ulama tersohor sekaligus Presiden ke-4 Indonesia membicarakan Nyi Roro Kidul. Masa pemerintahan Gusdur dinilai sebagai masa saat Indonesia memiliki toleransi antarumat beragama tertinggi. Slogannya: “Berbeda pendapat itu enggak apa-apa, yang penting kita tidak terpecah belah” begitu diamini jutaan rakyat Indonesia pada masanya. Tak heran jika guyon terkait Nyi Roro Kidul tersebut bukanlah menjadi hal yang sensitif, melainkan menjadi perekat silaturahmi.

Pada kesempatan ini, dalam konteks hari ini mitologi masih menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Di bidang politik, ekonomi, sosial, agama, hingga budaya, mitologisasi telah menjadi atmosfer yang kental, apalagi tahun 2019 merupakan tahun kepentingan. Adapun subtema yang diangkat oleh Alfiah yaitu Re-mitologisasi Kebangsaan yang mengekplorasi tradisionalisme, kebangsaan, spiritualitas/agama yang merujuk pada kemunculan perubahan dunia terhadap peran dan keberadaan mitologi dipadupadankan dengan subtema Re-mitologisasi Ketubuhan yang mengekplorasi dan mengangkat peran atau persoalan tubuh manusia sebagai alat untuk mengungkap berbagai hal. Kecantikan, popularitas, problem sosial, dan rumah tangga adalah terkait mitos-mitos ketubuhan.

Dalam karya The Appropriation of Basoeki Abdullah’s Nyai Loro Kidul, Alfiah mencoba menghadirkan ulang penggambaran Nyai Loro Kidul yang dibuat Basoeki Abdullah pada 1950 dalam gubahan patung/tiga dimensional dengan gestur serupa, tetapi mendapatkan sensor karena ada stigma publik mengenai patung sebagai sesembahan dan tubuh perempuan adalah aurat yang harus ditutup. Maka dari itu, sebuah balok batu seolah menutup nyaris seluruh bagian patung tersebut dan menyisakan kedua tangannya saja yang sedang melakukan gestur seolah menari.

Pada bagian 'sensor' tersebut, Alfiah juga menuliskan: “This is the statue of Nyi Roro Kidul, the queen of the south coast, inspired by the work of Basuki Abdullah. To prevent vandalism and controversy, only the hands left to appear since the queen herself is not known to wear a hijab.”

Pada karya ini, pada masa lalu, mitologi Nyi Roro Kidul dijadikan sebuah kekuatan politik karena kebesarannya dan di era Gusdur menjadi guyon untuk mempererat silaturahmi, di zaman sekarang malah membahayakan karena bisa terjadi kericuhan publik terkait simbol agama, entah itu sesembahan, aura, atau kemubaziran.

Akan tetapi ,justru hal seperti ini menjadi santapan menarik bagi golongan tertentu untuk menunjukkan kekuatannya. Dengan demikian, patung ini sebagai penggambaran 'cari aman' di situasi saat ini, atau minimal sebagai representasi kondisi sosial terkini.

Topik:

  • Marwan Fitranansya

Berita Terkini Lainnya