130 Ribu Warga Thailand Mengungsi akibat Konflik dengan Kamboja

Jakarta, IDN Times - Lebih dari 130 ribu warga Thailand terpaksa mengungsi dari rumah di sepanjang perbatasan setelah pertempuran dengan pasukan Kamboja meletus. Eskalasi ini merupakan yang terburuk antara kedua negara dalam lebih dari satu dekade terakhir.
Konflik telah menewaskan sedikitnya 32 orang di kedua belah pihak, dengan mayoritas warga sipil. Pertempuran dilaporkan telah meluas ke 12 lokasi berbeda di sepanjang perbatasan, dilansir The Guardian pada Sabtu (26/7/2025)
1. Thailand evakuasi warga dari empat provinsi
Evakuasi massal dilakukan di empat provinsi Thailand yaitu Ubon Ratchathani, Si Sa Ket, Surin, dan Buri Ram. Para pengungsi kini ditampung di 295 lokasi penampungan sementara yang telah disiapkan pemerintah.
Sebagian pengungsi harus melarikan diri di tengah malam hanya dengan membawa barang seadanya. Pemerintah Thailand telah mengerahkan tim medis darurat serta dukungan kesehatan mental untuk membantu para korban yang terdampak.
Salah satu insiden terparah terjadi ketika sebuah roket menghantam pom bensin PTT di distrik Kantharalak. Serangan tersebut menewaskan tujuh warga sipil yang berada di dalam sebuah toko serba ada di lokasi itu, dilansir dari Bangkok Post.
"Tak seorang pun menginginkan hal ini terjadi. Saya turut prihatin dengan para lansia dan penyandang disabilitas. Sangat sulit bagi mereka untuk sampai ke sini,” ujar salah seorang pengungsi Thailand, Ngerntra Pranoram.
Thailand melaporkan 19 warganya tewas, dengan 13 di antaranya adalah warga sipil, termasuk seorang anak laki-laki berusia delapan tahun. Sementara itu, Kamboja mengonfirmasi 13 warganya tewas dan sekitar 23 ribu dievakuasi.
2. Konflik bisa berujung perang
Ketegangan selama berbulan-bulan ini akhirnya memuncak setelah lima tentara Thailand terluka akibat ledakan ranjau darat pada Rabu (23/7/2025). Thailand menuduh ranjau tersebut baru saja dipasang oleh Kamboja.
Keesokan harinya, pertempuran meletus. Pasukan Kamboja dituduh memulai bombardir menggunakan artileri dan sistem roket BM-21. Serangan tersebut mengenai wilayah sipil di Thailand.
Militer Thailand merespons dengan tembakan balasan artileri untuk melindungi kedaulatannya. Angkatan Udara Thailand juga mengerahkan jet tempur F-16 dan melancarkan serangan udara ke sasaran militer di dalam wilayah Kamboja.
Kedua negara ini saling tuduh soal siapa yang memulai agresi dan melanggar norma internasional. Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, menilai bentrokan ini dapat berujung perang.
"Agresi semakin meningkat dan bisa berkembang ke tahap perang. Namun, saat ini kami masih berada pada tingkat pertikaian, bertempur dengan senjata berat," ujarnya di Bangkok.
3. Kamboja menyerukan gencatan senjata
Kamboja telah meminta pertemuan darurat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membahas krisis ini. Utusan Kamboja untuk PBB juga menyerukan gencatan senjata dengan segera dan tanpa syarat.
Malaysia, selaku ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tahun ini, telah mengajukan proposal gencatan senjata. Thailand menyetujui tawaran itu, tetapi menyoroti serangan Kamboja masih terus berlanjut sepanjang hari.
Amerika Serikat dan China mengaku prihatin atas kekerasan yang terjadi. Kedua negara mendesak Thailand dan Kamboja untuk sebisa mungkin menahan diri dan mencari solusi damai. Ketegangan dipicu sengketa perbatasan antara kedua negara.
"Ini bukan hanya pelanggaran perbatasan. Ini adalah pelanggaran terhadap kemanusiaan. Serangan-serangan ini telah menghancurkan rasa aman bagi masyarakat biasa, dan menebarkan ketakutan di tengah komunitas yang damai," kata Menteri Pembangunan Sosial dan Keamanan Manusia Thailand, Varawut Silpa-archa, dalam unggahan Facebook, dikutip dari CNN.