Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sameh Shoukry dari Mesir dan Mevlut Cavusoglu dari Turki (Twitter.com/Mevlüt Çavuşoğlu)
Sameh Shoukry dari Mesir dan Mevlut Cavusoglu dari Turki (Twitter.com/Mevlüt Çavuşoğlu)

Jakarta, IDN Times - Di ibu kota Turki, Ankara pada Kamis (13/4/2023), Menteri Luar Negeri Mesir dan Turki mengatakan bahwa mereka akan segera menunjuk duta besar masing-masing. Kedua negara tersebut akan melipat halaman lama dan memperbaiki hubungan diplomatik yang telah rusak.

Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry bahkan mengatakan bahwa kedua pihak sedang berupaya untuk kemungkinan melakukan pertemuan antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi.

Hubungan Turki-Mesir rusak setelah penggulingan Presiden Mohammed Mursi dari Mesir pada 2013. Mursi berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin yang didukung Ankara. Kairo setelahnya menetapkan kelompok tersebut sebagai organisasi teroris.

Berikut ini adalah fakta-fakta membaiknya kembali hubungan Turki-Mesir, dua kekuatan regional utama di kawasan tersebut.

1. Penyebab keretakan hubungan Turki-Mesir

ilustrasi (Unsplash.com/Meg Jerrard)

Hubungan Turki dan Mesir di tingkat kedutaan mengalami kerusakan pada 2013. Tapi keduanya kini berusaha memulihkan kembali hubungan tersebut, yang telah berselisih sekitar satu dekade.

Kerusakan itu bermula ketika militer Mesir menggulingkan Presiden Mohammed Mursi di tengah gelombang protes pemerintahannya selama satu tahun. Dilansir Al Monitor, kelompok Ikhwanul Muslimin yang mengusung Mursi merupakan organisasi yang didukung oleh Ankara.

Perjalanan hubungan setelah itu terus mengeras. Turki dan Mesir pernah bentrok atas masalah Libya. Kedua pihak mendukung kelompok yang berseberangan dan keduanya bahkan hampir terlibat konflik secara langsung di ibu kota Tripoli.

Empat tahun lalu, Presiden Erdogan juga pernah berkomentar tentang El-Sissi. Katanya, Erdogan tidak akan pernah berbicara dengan orang seperti dia. Erdogan dengan keras mengkritik negara-negara Barat yang merangkul Presiden Mesir karena menutup mata terhadap pelanggaran hak asasi manusia.

2. Ikhtisar hubungan tegang Turki-Mesir

ilustrasi (Pexels.com/Anthony Beck)

Kudeta militer atas Mohammed Mursi membuat Ankara marah. Erdogan menyebut calon presiden Mesir saat itu, Abdel Fattal el-Sissi, sebagai seorang tiran yang tidak sah.

Dilansir Al Jazeera, pada November 2013, Kairo memutuskan duta besar Turki sebagai persona non grata. Negara Turki secara bertahap juga menjadi pusat pelarian bagi oposisi Mesir, termasuk para pemimpin senior Ikhwanul Muslimin.

Di Libya setelah penggulingan Muammar Khadafi, Turki dan Mesir juga saling berseberangan. Turki mendukung Government of National Accord (GNA) yang menguasai bagian barat sedangkan Mesir mendukung Libya National Army (LNA), kelompok timur yang mendukung Khadafi. Turki dan Mesir pernah hampir terlibat konfrontasi langsung di ibu kota Tripoli.

Lalu pada 2020, Turki dan Mesir bersitegang dalam sengketa batas laut Mediterania Timur. Keduanya saling klaim hak untuk mencari dan mengeksploitasi simpanan gas alam yang melimpah.

3. Erdogan jabat tangan dengan el-Sissi

Mulai tahun 2021, kritik keras Turki kepada Mesir mulai melunak. Media oposisi Mesir yang berbasis di Istanbul, juga diminta untuk melunakkan kritik terhadap pemerintahan El-Sissi. Beberapa jurnalis Mesir kemudian mulai pulang ke negaranya.

Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) mulai mengurangi perannya di Timur Tengah. Hal itu membuat negara-negara di kawasan tersebut saling mencari dukungan. Ankara juga mengalami kemerosotan ekonomi sehingga berupaya mencari dukungan dari rekan negara sekitar.

Dilansir Associated Press, Presiden Erdogan dan Presiden el-Sissi bahkan kemudian melakukan sesi jabat tangan dan difoto pada bulan November 2022 di Piala Dunia Qatar. Ini memberi sinyal yang menandakan perbaikan hubungan keduanya.

Pada Februari 2023, gempa dahsyat mengguncang Turki selatan yang menewaskan puluhan ribu orang. Ini membuat negara-negara di kawasan tersebut, termasuk kawasan Teluk yang mengulurkan bantuan kepada Ankara.

4. Perdagangan saling menguntungkan

Ilustrasi pelabuhan. (Pexels.com/Tom Fisk)

Pada bulan Maret tahun ini, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu melakukan kunjungan ke Mesir. Itu merupakan kunjungan pejabat senior Ankara pertama yang pergi ke Kairo dalam satu dekade terakhir.

Dalam kunjungan tersebut, Cavusoglu membicarakan tindak lanjut perbaikan hubungan bilateral. Mesir pada dasarnya adalah mitra dagang terbesar Turki di Afrika Utara dan perbaikan hubungan bisa berkontribusi pada stabilitas ekonomi Ankara.

Dilansir Al Monitor, perdagangan bilateral antara dua negara tersebut bisa melebihi 5 miliar dolar atau sekitar Rp73,6 triliun. Tingkat perdagangan saat ini bahkan diperkirakan melonjak seratus persen dengan Turki mengimpor lebih banyak gas alam Mesir.

"Kami ingin mengisi halaman baru yang kami buka dengan Mesir dengan proyek bersama dan kisah sukses," kata Cavusoglu.

"Sebagai dua negara penting di Mediterania dan geografi Islam, kerja sama kami sangat penting untuk masalah regional, untuk stabilitas kawasan. Itu sebabnya kami akan bekerja sama lebih erat mulai hari ini," tambahnya.

5. Bersatu selesaikan masalah Libya

Sameh Shoukry dari Mesir dan Mevlut Cavusoglu dari Turki (Twitter.com/Mevlüt Çavuşoğlu)

Dalam kunjungan Sameh Shoukry ke Ankara yang disambut Cavusoglu, kedua utusan itu mengatakan akan segera mengambil langkah menunjuk duta besar masing-masing. Keduanya juga akan berupaya mengadakan pertemuan antara dua pemimpin.

"Kami menyepakati kerangka waktu tertentu untuk meningkatkan tingkat hubungan diplomatik dengan Turki dan mempersiapkan pertemuan puncak antara kedua presiden," kata Shoukry dikutip Swiss Info.

Mesir dan Turki yang berseberangan dalam konflik Libya, juga akan berusaha menghentikan perselisihan itu.

"Kami akan bekerja sama lebih erat mengenai Libya mulai sekarang. Dalam pertemuan kami hari ini, kami (melihat) bahwa pandangan kami pada dasarnya tidak terlalu berbeda tetapi kami berpikir secara berbeda dalam beberapa metode," kata Cavusoglu.

Ankara dan Kairo disebut akan mengerjakan peta pemilu di Libya dan bekerja memperkuat militer gabungan antara pasukan barat dan timur negara tersebut.

"Kami memiliki keinginan yang sama dengan Turki untuk mengadakan pemilu di Libya," kata Shoukry.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team