Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Humvee milik Pasukan Khusus Afghanistan terlihat hancur selama bentrokan hebat dengan Taliban selama misi penyelamatan seorang perwira polisi yang dikepung di sebuah pos pemeriksaan, di provinsi Kandahar, Afghanistan, Selasa (13/7/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui.

Jakarta, IDN Times – Pejabat pertahanan Amerika Serikat (AS), mengutip informasi intelijen, mengatakan bahwa Taliban dapat mengisolasi ibu kota Afghanistan dalam 30 hari dan mereka mungkin bisa mengambil alih Kabul dalam 90 hari.

Dikutip dari Reuters, pejabat itu membagikan informasi intelijen dengan syarat anonim pada Rabu (11/8/2021). Kalkulasi 30 dan 90 hari merupakan hasil perhitungan intelijen AS terhadap kebijakan pemerintahan Joe Biden, yang akan menarik habis seluruh militer dari Afghanistan pada 31 Agustus 2021.

Di sisi lain, Taliban mengambil keuntungan seiring pasukan NATO yang juga angkat kaki. Satu per satu ibu kota provinsi mulai jatuh ke dalam cengkeraman kelompok militan Islam.
 
“Tapi ini bukan kesimpulan yang sudah pasti,” kata pejabat itu, mengatakan bahwa pasukan keamanan Afghanistan dapat membalikkan momentum dengan melakukan lebih banyak perlawanan.

1. Perbatasan Kabul dipadati pengungsi dari berbagai tempat

Cuplikan suasana di wilayah yang dikuasai Taliban. twitter.com/pagossman

Taliban telah menguasai 65 persen wilayah Afghanistan dan mengancam akan mengambil alih 11 ibu kota provinsi, demikian laporan pejabat senior Uni Eropa pada Selasa (10/8/2021).

Faizabad, di provinsi timur laut Badakhshan, menjadi ibu kota provinsi kedelapan yang direbut oleh Taliban pada Rabu.

Informan Reuters mengatakan, perbatasan Kabul yang dikelilingi lembah dan pegunungan dipenuhi warga sipil, yang berupaya memasuki kota setelah melarikan diri dari pertempuran antara Taliban dengan pemerintah di tempat lain.

Ketakutan yang kini dihadapi pasukan keamanan adalah pemberontak Taliban menyusup ke dalam kelompok pengungsi itu. "Ketakutannya adalah pelaku bom bunuh diri memasuki markas diplomatik untuk menakut-nakuti, menyerang, dan memastikan semua orang pergi secepat mungkin," tambah sang informan.

2. Presiden Ghani mulai mengumpulkan panglima perang

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, Diskusi IMC, WEF 2020 di Davos, Swiss (IDN Times/Uni Lubis)

Kejatuhan Faizabad menjadi kemunduran terbaru bagi pemerintah Afghanistan, yang telah berjuang untuk membendung serangan Taliban. Presiden Ashraf Ghani terbang ke Mazar-i-Sharif untuk mengumpulkan para panglima perang, sebagai upaya untuk mempertahankan kota terbesar di utara Afghanistan.

Jawad Mujadidi, anggota dewan provinsi dari Badakhshan, mengatakan bahwa Taliban telah mengepung Faizabad sebelum melancarkan serangan pada Selasa. "Dengan jatuhnya Faizabad, seluruh timur laut telah berada di bawah kendali Taliban," kata Mujadidi.

Ghani mulai memikirkan rencana untuk memerangi Taliban dalam skala besar, salah satunya dengan mempersenjatai warga sipil dan bekerja sama dengan milisi anti-Taliban. Ghani menilai dialog damai dengan Taliban telah menemui jalan buntu.

Di satu sisi, Taliban memiliki visi untuk menegakkan kembali hukum Islam, salah satunya dengan melengserkan Ghani yang didukung oleh pemerintahan sekuler Barat. Di sisi lain, Ghani kekeh bahwa jabatannya diperoleh secara demokratis dan menolak untuk menanggalkan kursi presiden hingga pemilihan umum mendatang.

3. Peperangan AS di Afghanistan selama 20 tahun bisa sia-sia

Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam sebuah konferensi pers di Gedung Pentagon pada Kamis 11 Februari 2021. (Facebook.com/President Joe Biden)

Pemerintahan Biden menjadi sasaran kritik karena dianggap menarik pasukannya terlalu cepat. Walau begitu, Biden melihat perang di Afghanistan adalah konflik tak berujung, yang telah membunuh lebih dari 2.400 anggota militer serta merugikan negara hingga Rp14.398 triliun.

Sedangkan, Biden melihat kepentingan AS di Afghanistan telah tercapai, bersamaan dengan matinya pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden sekaligus melemahkan kelompok itu. 

Dikutip dari Bloomberg, mantan duta besar AS untuk Afghanistan pada era Barrack Obama, Ryan Crocker, menyayangkan keputusan Biden yang dianggap terburu-buru menarik pasukan. Kata dia, perjuangan militer selama 20 tahun akan sia-sia jika Taliban berhasil menguasai Afghanistan.  
 
“Ini adalah penyerahan kepada Taliban. Sungguh ironis bahwa kami mendekati peringatan 20 tahun serangan, kami justru menyerahkan negara itu kepada mereka yang melindungi para perencana Al-Qaida dalang (serangan) 9/11,” kata Crocker.
 
"Kami menyaksikan sejarah berulang dengan cara yang sangat buruk. Taliban adalah satu-satunya militan Islam yang bisa memaksa Amerika Serikat untuk mundur,” tutup dia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAndi IR