TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Tukang Cukur di Afghanistan, Banting Harga hingga 1 Dolar AS

Warga Afghanistan takut dimarahin Taliban jika cukur jenggot

Pasukan Taliban berpatroli di jalan raya sehari setelah penarikan pasukan AS dari Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, Selasa (31/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/FOC.

Jakarta, IDN Times – Nader Shah, pemuda berusia 24 tahun asal Herat, Afghanistan, mengeluh karena tidak lagi bisa menata rambutnya. Sebelum pertengahan Agustus lalu, dia terbiasa memotong rambut dengan gaya quiff hingga mohawk.

Namun, sejak Taliban mengambil alih kekuasaan, dia mengurungkan niatnya untuk menata rambut seperti sedia kala. Bukan saja karena cadangan uang yang menipis, tetapi juga karena dia takut dihukum jika memotong rambut ukuran pendek atau bergaya lebih modis.

"Sebelumnya, orang-orang datang dan meminta gaya rambut yang berbeda, tapi sekarang tidak seperti itu lagi. Sekarang mereka semua patah hati,” kata dia di sebuah salon, dikutip dari AFP.

"Sekarang orang datang ke sini dan mereka hanya meminta potongan sederhana. Mereka juga tidak mencukur janggut mereka dan jadi itu masalah sekarang," tambah dia.

Baca Juga: Taliban Minta Menlu Afghanistan Berbicara di Sidang Majelis Umum PBB

1. Banyak warga yang menalibankan diri

Ilustrasi Taliban (ANTARA FOTO/AFP/Noorullah Shirzada)

Salah seorang tukang cukur juga mengeluh, karena pendapatan hariannya anjlok dari 15 dolar AS sehari (sekitar Rp213 ribu) menjadi antara 5-7 dolar AS (sekitar Rp71 ribu-Rp99 ribu).

Di tempat lain, Mohammad Yousefi terpaksa membanting harga supaya bisnisnya tetap berjalan. Semula, per kepala dihargai 6 dolar AS (sekitar Rp85 ribu), kini seorang hanya perlu membayar 1 dolar AS (sekitar Rp14 ribu).

"Karena Taliban, kami memiliki pendapatan lebih sedikit dan mereka membayar kami lebih sedikit," kata dia.

“Orang-orang tidak mencukur janggut mereka karena Taliban akan berhenti dan mempertanyakan hal itu. Mereka mengatakan, itu (memotong janggut) tidak ada dalam hukum syariah. Laki-laki harus memiliki janggut dan rambut panjang,” kata lelaki berusia 32 tahun itu, yang mengeluh karena semua orang kini menalibankan diri.  

Baca Juga: Pakistan Peringatkan Taliban soal Ancaman Perang Sipil di Afghanistan

2. Taliban berusaha untuk menghidupkan kembali ekonomi

Seorang anak yang mengungsi dari provinsi bagian selatan, yang meninggalkan rumah akibat peperangan antara Taliban dengan aparat keamanan Afghanistan, tidur di taman umum yang digunakan sebagai penampungan di Kabul, Afghanistan, Selasa (10/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/FOC.

Untuk menghidupkan kembali ekonomi, Taliban telah menunjuk seorang menteri perdagangan dan dua deputi. Mereka menunjuk Nooruddin Azizi, seorang pengusaha dari provinsi Panjshir utara Kabul, sebagai Menteri Perdagangan dan Industri Afghanistan.

Azizi akan bekerja sama dengan pejabat kementerian keuangan dan ekonomi, yang sudah diumumkan sebelumnya, untuk mengeluarkan Afghanistan dari jurang krisis. Selain pemblokiran akses keuangan di luar negeri sejak Taliban berkuasa, kondisi kemanusiaan di Afghanistan diperparah dengan kekeringan dan pandemik COVID-19.

"Kami bekerja siang dan malam untuk ini dan memastikan bahwa masalah ekonomi diselesaikan secepat mungkin," kata juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, dikutip dari Reuters.

Tanpa memberi keterangan detail, Mujahid berjanji akan menggaji pegawai pemerintah yang belum dibayar sejak Juli. Dia juga menyoroti sejumlah permasalahan ekonomi di Afghanistan, seperti harga bahan pokok dan bahan bakar yang melambung dan antrean panjang di bank karena penarikan uang yang terbatas.

Baca Juga: India Sita Heroin dari Afghanistan Senilai Rp38,4 Triliun

Verified Writer

Andi IR

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya