TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Intelijen AS Sebut China Bantu Militer Rusia lewat Pasokan Teknologi

Teknologi tersebut digunakan Rusia dalam perang di Ukraina

ilustrasi bendera Rusia (kiri) dan bendera China (kanan) (twitter.com/Gabi_Chivas)

Jakarta, IDN Times - Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI) AS merilis laporan terbaru yang menyebut China memasok teknologi dan peralatan ke Rusia untuk digunakan dalam perang di Ukraina. Laporan itu menyebut Beijing membantu Moskow untuk menghindari sanksi Barat.

Laporan tersebut juga mengungkap, China telah mengirim drone beserta suku cadangnya ke Rusia senilai 12 juta dolar AS (setara Rp181 miliar) pada Maret.

"China menyediakan beberapa teknologi penggunaan ganda yang digunakan militer Moskow untuk melanjutkan perang di Ukraina, meskipun ada sanksi internasional dan kontrol ekspor," bunyi laporan tersebut pada Kamis (27/7/2023).

"Catatan pabean menunjukkan perusahaan pertahanan milik negara China mengirimkan peralatan navigasi, teknologi jamming, dan suku cadang jet tempur ke perusahaan pertahanan milik Pemerintah Rusia yang dikenai sanksi," sambungnya, dikutip Reuters.

Baca Juga: Menlu RI Gelar Pertemuan Bilateral dengan Selandia Baru-Rusia-China

Baca Juga: Rusia Klaim China Dukung Putin Usai Upaya Pembelotan Wagner

1. China bantah tudingan kirim bantuan militer ke Rusia

Beijing telah berulang kali membantah pihaknya mengirim peralatan militer ke Rusia. Juru bicara Kedutaan Besar China di Washington, Liu Pengyu, mengatakan negaranya menjunjung tinggi tujuan dan posisi yang adil dalam konflik di Ukraina.

China mengklaim netralitas atas perang Rusia-Ukraina dan menyerukan perdamaian dalam konflik tersebut. Namun di saat yang sama, negara itu juga menghindari kritik terbuka terhadap upaya perang yang dilancarkan Moskow. 

"Mengenai masalah Ukraina, China menjunjung tinggi tujuan dan posisi yang adil, secara aktif mempromosikan pembicaraan untuk perdamaian dan telah memainkan peran konstruktif dalam memfasilitasi penyelesaian politik dari krisis tersebut," ujar Liu.

"China tidak menjual senjata kepada pihak-pihak yang terlibat dalam krisis Ukraina dan dengan hati-hati menangani ekspor barang-barang penggunaan ganda sesuai dengan hukum dan peraturan," tambahnya. 

Lebih lanjut, Liu menegaskan kerja sama yang terjalin antara Beijing dan Moskow tidak menargetkan pihak ketiga mana pun. 

"Kerja sama ekonomi dan perdagangan China-Rusia benar-benar terbuka. Itu tidak menargetkan pihak ketiga mana pun dan bebas dari gangguan atau paksaan oleh pihak ketiga mana pun," terangnya, dikutip CNN.

2. Hubungan Rusia-China semakin erat di tengah sanksi Barat

Presiden China, Xi Jinping (kiri), dan Presiden Rusia, Vladimir Putin (kanan). (twitter.com/SpokespersonCHN)

Laporan ODNI juga mengatakan bahwa China telah menjadi mitra yang lebih penting bagi Rusia, sejak negara itu melancarkan invasinya. Beijing melakukan berbagai mekanisme dukungan ekonomi ke Moskow agar mengurangi dampak sanksi Barat dan kontrol ekspor yang diberlakukan kepada negara tersebut.

ODNI mengatakan China dan Rusia telah meningkatkan pangsa perdagangan bilateralnya menggunakan mata uang Yuan. Lembaga keuangan kedua negara memperluas penggunaan sistem pembayaran domestik guna menghindari sistem perbankan Barat yang telah terputus dari Moskow.

Selain itu, laporan ODNI juga mengungkap bahwa Beijing telah meningkatkan impor energi Rusia dan menjadi pembeli minyak mentah terbesar negara tersebut. Namun, impor itu sebagian besar telah dilarang oleh AS dan Eropa, karena dinilai meningkatkan pendapatan Negara Beruang Merah tersebut. 

Baca Juga: UU Semikonduktor Sah, AS Disebut China Mulai Genderang Perang Dingin

Verified Writer

Angga Kurnia Saputra

Self-proclaimed foreign policy enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya