TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Belanda Tuduh Rusia Mencoba Sabotase Infrastrukturnya di Laut Utara

Rusia ingin dapat detail kincir angin

ilustrasi bendera Belanda. (unsplash.com/@joaovguima)

Jakarta, IDN Times - Badan Intelijen Militer Belanda (MIVD), pada Senin (20/2/2023), menuduh Rusia berupaya menyabotase infrastrukturnya di Laut Utara. Tuduhan disampaikan menanggapi ketegangan kedua negara dalam beberapa minggu terakhir.

Pekan lalu, Belanda sudah mengusir 10 diplomat Rusia yang berkantor di negaranya, sebagai balasan karena Rusia tidak memprose visa bagi diplomat Belanda yang akan berkantor di Moskow. Belanda juga menganggap Rusia mencoba merekrut intelijen sebagai diplomat. 

Baca Juga: China Anggap Konflik Rusia-Ukraina Lepas Kendali  

1. Rusia kepergok mencoba ambil informasi kincir angin Belanda

Kincir angin di Belanda (unsplash.com/@jian_leo)

Kepala MIVD, Jan Swillens, mengungkapkan bahwa kapal Rusia beberapa kali mencoba mengambil detail kincir angin milik Belanda. 

"Usaha itu diketahui tepat pada waktunya dan kapal tersebut sudah diarahkan oleh kapal penjaga pantai dan Angkatan Laut. Insiden ini jelas menjadi bukti bahwa ancaman untuk Belanda tidaklah jauh seperti yang dipikirkan," papar Swillens, dilansir Dutch News.

"Rusia juga ingin memetakan kabel internet dan pipa gas bawah laut Belanda. Kami juga mewaspadai layanan penting, seperti air minum dan saluran listrik kemungkinan akan menjadi target Rusia selanjutnya," tambah dia. 

2. Kelompok ekstremis pro-Rusia jadi ancaman di Belanda

Di samping ancaman terhadap infrastruktur energi, Badan Keamanan Belanda (AIVD) dan MIVD juga mengungkapkan ancaman ekstremis anti-institusional di negaranya. Kedua institusi itu menganggap ini sebagai dampak perang Rusia-Ukraina. 

"Keamanan nasional diancam oleh sebaran eksremis anti-institusional. Kelompok ekstremis itu memanifestasikan narasi terkait elite jahat. Mereka menyebarkan pesan bahwa elite menggunakan kekuasaannya untuk mengontrol orang biasa lewat krisis," kata AIVD, dikutip NL Times.

"Mereka menggunakan krisis akibat COVID-19, krisis nitrogen, termasuk konflik di Ukraina. Mereka juga dituding menyebarkan isu bahwa kenaikan harga gas alam bukan disebabkan oleh perang, tapi alat lain dari elite untuk menekan rakyat biasa," sambung AIVD. 

AIVD dan MIVD mengungkapkan bahwa kelompok ekstremis yang melawan insititusi pemerintah dikenal pro-Rusia. Ini dianggap sebagai cara Presiden Rusia Vladimir Putin untuk melengserkan elite Barat.

"Sikap pro-Rusia ini tidak mencerminkan sirkulasi narasi, karena warga Belanda mayoritas pro-Ukraina atau netral terhadap konflik ini. Namun, sikap pro-Rusia mungkin akan membuat gerakan ekstremis rawan tersangkut pengaruh Rusia," demikian prediksi institusi tersebut. 

Baca Juga: Belanda Usir Diplomat dan Tutup Kantor Perdagangan Rusia di Negaranya

Verified Writer

Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya