TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Blokir Android Custom, Google Didenda Korsel 207 Miliar Won

Pihak Google sendiri dikabarkan akan mengajukan banding

Situs web Google. (Pixabay.com/422737)

Jakarta, IDN Times - Regulator antimonopoli Korea Selatan memutuskan untuk memberi denda kepada perusahaan Google Alphabet sebesar 207 miliar won atau setara dengan Rp2,5 triliun karena telah memblokir versi khusus sistem operasi Android pada Selasa (14/9) waktu setempat. Pihak Google sendiri dikabarkan akan mengajukan banding atas putusan tersebut.

1. Putusan itu mengacu pada UU Bisnis Telekomunikasi Korea Selatan yang mulai berlaku

Dilansir dari Aljazeera.com, Korea Fair Trade Commission (KFTC) pada Selasa waktu setempat mengatakan persyaratan dengan pembuat perangkat sama dengan penyalahgunaan posisi pasar dominan Google yang membatasi persaingan di pasar OS seluler.

Sistem operasi seluler Google telah mendukung lebih dari 80 persen ponsel cerdas di seluruh dunia. Pihak Google sendiri mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya bermaksud untuk mengajukan banding.

Dikatakan putusan tersebut mengabaikan manfaat yang ditawarkan oleh kompatibilitas Android dengan program lain serta merusak keuntungan yang dinikmati oleh konsumen.

Putusan denda tersebut datang pada hari amandemen Undang-Undang Bisnis Telekomunikasi Korea Selatan, yang dikenal juga dengan istilah "hukum anti-Google", mulai berlaku.

Undang-undang tersebut saat ini melarang operator toko aplikasi seperti Google untuk mewajibkan pengembang perangkat lunak menggunakan sistem pembayaran mereka, persyaratan yang secara efektif menghentikan pengembang untuk membebankan komisi atas pembelian dalam aplikasi.

KFTC mengatakan Google menghambat persaingan dengan membuat produsen perangkat mematuhi perjanjian anti-fragmentasi (AFA) saat menandatangani kontrak utama dengannya terkait lisensi toko aplikasi.

Di bawah AFA, produsen tidak dapat melengkapi handset mereka dengan versi Android yang dimodifikasi, yang dikenal sebagai "Android fork".

Hal itu telah membantu Google memperkuat dominasi pasarnya di pasar OS seluler.

Baca Juga: Korea Selatan, Jepang, dan AS Akan Kumpul Bahas Nuklir Korea Utara

Pihak regulator setempat khawatir bahwa membatasi fork ke OS telah mencegah munculnya pesaing yang layak untuk Android seperti Amazon dan Alibaba.

Android saat ini adalah sistem operasi seluler paling populer di dunia serta dipasang di lebih dari 80 persen ponsel pintar di seluruh dunia.

Meskipun inti Android adalah sumber terbuka, produsen harus menandatangani Android adalah sumber terbuka, produsen harus menandatangani AFA untuk mendapatkan manfaat seperti akses awal ke sistem operasi serta akses ke Google Play Store, bagian penting dari pengalaman Android bagi sebagian besar penggunaan ponsel pintar.

Ketua KTFC, Joh Sung-wook, mengatakan keputusan tersebut sangat berarti karena memberikan kesemapatan untuk memulihkan tekanan persaingan di masa depan di OS seluler dan pasar-pasar aplikasi.

Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Google mengatakan perusahaan tidak setuju dengan keputusan tersebut dan berpendapat bahwa kebijakan Android telah memungkinkan produsen dan pengembang ponsel Korea untuk sukses serta telah menciptakan peluang untuk inovasi.

Juru bicara Google menjelaskan keputusan KFTC telah mengabaikan manfaat ini dan akan merusak keuntungan yang dinikmati konsumen.

Google sebelumnya mengatakan AFA nya diperlukan untuk memastikan bahwa aplikasi berfungsi di lebih banyak ponsel Android.

Selain itu, regulator Korea juga menyelidiki dugaan pembatasan persaingan di pasar aplikasi Google Play Store, pembelian dalam aplikasi, serta pasar iklan.

2. Google menilai putusan itu mengabaikan manfaat

Baca Juga: Korea Selatan Siap Hidup Berdampingan dengan COVID-19 Mulai Oktober

Verified Writer

Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya