TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Militer Myanmar Janji akan Cabut Keadaan Darurat, Kapan?

Pihak junta militer siap bekerja dengan utusan khusus ASEAN

Ilustrasi Pemilihan Umum. (Pixabay.com/mohamed_hassan)

Naypyitaw, IDN Times - Pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, berjanji akan mengadakan Pemilu yang baru serta mencabut keadaan darurat setidaknya hingga Agustus 2023 ini. Pihak junta militer juga bersiap untuk bekerja sama dengan utusan khusus ASEAN. Bagaimana awal ceritanya?

1. Pengumuman tersebut memperpanjang batas waktu keadaan darurat di Myanmar 

Pemimpin militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, mengumumkan janjinya untuk menggelar Pemilu serta mencabut keadaan darurat pada Agustus 2023 ini. (Twitter.com/LeongWaiKitCNA)

Dilansir dari The Guardian, pemimpin junta militer Myanmar mengatakan pada hari Minggu, 1 Agustus 2021, waktu setempat bahwa Pemilu akan diadakan dan keadaan darurat dicabut pada Agustus 2023 ini, sekaligus memperpanjang waktu keadaan darurat yang diberikan di mana sebelumnya mereka memberikan waktu hingga tahun 2022 ini. Dalam pidato yang disiarkan televisi setempat, Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan pihaknya akan menyelesaikan ketentuan darurat pada bulan Agustus 2023 ini serta berjanjin untuk mengadakan Pemilu multi-partai tanpa gagal.

Tak hanya itu, dia juga mengatakan junta militer Myanmar siap bekerja dengan utusan khusus yang ditunjuk oleh ASEAN. Para Menteri Luar Negeri ASEAN akan bertemu pada hari Senin, 2 Agustus 2021, ini ketika para diplomat mengatakan mereka bertujuan untuk menyelesaikan utusan khusus yang ditugaskan untuk mengakhiri kekerasan dan mempromosikan dialog antara junta dan lawan-lawannya. Sebelumnya, militer Myanmar secara resmi membatalkan hasil Pemilu Myanmar 2020 lalu pada hari Selasa, 27 Juli 2021 lalu, serta menunjuk Komisi Pemilu yang baru untuk memimpin Pemilu Myanmar.

Baca Juga: Janjikan Pemilu Ulang, Junta: Myanmar Darurat Militer hingga 2023

2. Direktur Human Rights Watch untuk Asia menilai junta Myanmar menanggapi oposisi besar-besaran dengan cara pembunuhan, penyiksaan, dan penahanan 

Suasana protes besar-besaran oleh warga Myanmar menentang kudeta militer. (Twitter.com/TostevinM)

Direktur Human Rights Watch untuk Asia, Brad Adams, menilai junta Myanmar telah menanggapi oposisi besar-besaran terhadap kudeta dengan pembunuhan, penyiksaan,
dan penahanan sewenang-wenang terhadap orang-orang yang hanya ingin hasil Pemilu Myanmar 2020 lalu dihormati serta pemerintah yang mencerminkan kehendak rakyat. Ia menambahkan serangan-serangan terhadap penduduk tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang harus diadili oleh mereka yang bertanggung jawab.

Menambah kekacauan di negara itu, puluhan ribu pegawai negeri sipil serta pekerja lainnya telah dipecat karena bergabung dengan protes serta masih mogok untuk mendukung kampanye pembangkangan sipil nasional. Pada hari Minggu, 1 Agustus 2021, waktu setempat sebanyak 939 orang telah dibunuh pihak berwenang sejak kudeta pertama kali terjadi tanggal 1 Februari 2021 lalu. Para korban juga meningkat di kalangan militer dan polisi karena perlawanan bersenjata tumbuh baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.

Baca Juga: [QUIZ] Kuis Tentang Negara Myanmar, Apakah Kamu Cukup Cerdas untuk Menjawabnya?

Verified Writer

Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya