TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ribuan Wanita Menuntut Kesetaraan Gender & Fokus Terhadap Imigran

Mereka berkumpul di Women's March

twitter.com/cahulaan

Washington D.C., IDN Times - Ribuan wanita telah berkumpul yang datang dari seluruh dunia pada hari Sabtu, 19 Januari 2019, waktu setempat menuntut kesetaraan gender dan memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi imigran. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari Women's March yang digelar 3 tahun secara beruntun. Bagaimana awal ceritanya?

1. Gejolak pada tahun ketiga kali ini meningkat secara signifikan

twitter.com/Truman_Lol

Dilansir dari Buzzfeednews.com, pawai yang terjadi pada tahun ketiga Women's March ini terjadi dengan gejolak yang meningkat secara signifikan. Kontroversi tersebut datang dari tuduhan anti Semit terhadap dua pemimpin organisasi Women's March nasional, yang berasal dari kehadiran seorang polisi bernama Tamika Mallory di acara Nation of Islam, di mana seorang nasionalis kulit hitam bernama Louis Farrakhan membuat serangkaian pernyataan anti Semit dan anti gay.

Pendiri lainnya bernama Linda Sarsour, seorang wanita keturunan Amerika-Palestina, yang menjadi subyek kontroversi karena komentarnya terhadap Israel. Terlepas dari reaksi yang sedang berlangsung, kelompok itu belum secara eksplisit mengutuk Farrakhan, meskipun mereka mengeluarkan pernyataan bahwa prinsip-prinsip Women's March tidak sejalan dengan pandangan pemimpin Nation of Islam.

Dalam wawancara selama minggu menjelang pawai, Mallory terus menolak untuk mengecam Farrakhan ketika ditanya langsung tentang komentarnya tentang komunitas Yahudi dan LGBT. Namun, kontroversi itu tidak terpikirkan oleh para wanita di jalan-jalan ibukota negara itu pada hari Sabtu, 19 Januari 2019, lalu.

2. Salah seorang perempuan asli Amerika mengakui tidak pernah diundang dalam kegiatan seperti ini

twitter.com/KMOV

Seorang wanita asli Amerika bernama Bineshi Albert bersama dengan putrinya, Dezbah Evans, mengatakan mereka menghadiri atas nama perempuan asli Amerika, yang dibunuh pada tingkat lebih dari 10 kali rata-rata nasional, menurut statistik federal. Perempuan asli Amerika ini juga mengatakan 2,5 kali lebih mungkin menjadi korban kekerasan seksual dibandingkan kelompok perempuan lain di Amerika Serikat, dan mereka merupakan jumlah yang tidak proporsional dari orang hilang yang dilaporkan di negara itu.

"Perempuan pribumi tidak selalu diundang untuk hal-hal seperti ini. Kita harus muncul dan menolak untuk diam. Masalah yang mempengaruhi wanita memiliki efek yang lebih luas pada wanita kulit berwarna dan komunitas kulit berwarna," ungkap pernyataan Albert seperti yang dikutip dari Buzzfeednews.com.

Kontroversi seputar kepemimpinan organisasi Women's March memang memiliki dampak pada profil gerakan saat merayakan ulang tahun yang ketiga pada tahun ini.

Baca Juga: Denmark Berencana Isolasi Imigran Tak Diinginkan di Pulau Terpencil

Verified Writer

Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya