TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Usai Rusuh, PM Kepulauan Solomon Hadapi Mosi Tidak Percaya

Mereka kecewa karena kurangnya fasilitas kesehatan

Peristiwa rusuhnya di Kepulauan Solomon yang dilakukan sebagian besar warga anti-pemerintah pada akhir November 2021 lalu. (Twitter.com/marketsday)

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare, menghadapi mosi tidak percaya dari parlemen pada Senin (6/12) waktu setempat setelah peristiwa kerusuhan anti-pemerintah yang terjadi beberapa pekan lalu. Mereka melakukan tindakan rusuh sebagai bentuk kekecewaan karena kurangnya fasilitas kesehatan dan fasilitas lainnya.

1. Pemimpin oposisi mengeluhkan di parlemen dengan menuduh Sogavare menggunakan uang dari Tiongkok

Dilansir dari Aljazeera.com, peristiwa kerusuhan tersebut melibatkan puluhan bangunan
telah dibakar dan toko-toko setempat dijarah di Honiara, ibu kota Kepulauan Solomon
pada November 2021 lalu.

Kapal-kapal telah dilarang berlayar di pelabuhan Honiara dan lebih dari 200 petugas
polisi dan tentara dari Australia, Selandia Baru, Papua Nugini, dan Fiji bersiaga di tengah kekhawatiran Pemilu itu dapat memicu terjadinya kekerasan lagi.

Para pemimpin Gereja setempat telah menyerukan adanya dialog antara provinsi terpadat
di negara itu, Malaita, dan pemerintah nasional untuk menyelesaikan berbagai masalah
domestik di tengah ketegangan geopolitik yang lebih luas.

Pemimpin oposisi Kepulauan Solomon, Matthew Wale, menguraikan keluhan di parlemen,
termasuk tuduhan Sogavare menggunakan uang dari Tiongkok dalam dana nasional untuk
menopang kekuatan politiknya menjelang Pemilu dan untuk melayani kekuatan asing.

Pemberitahuan Lembaran Negara tertanggal 2 Desember 2021 lalu menunjukkan uang telah ditarik dari Dana Penyelenggaran Nasional atas nama 22 legislator dalam beberapa hari terakhir.

Sekitar 4 anggota parlemen dari pemerintah memutuskan mundur, sedangkan 10 anggota
parlemen pemerintah lainnya harus memberikan suara menentang Sogavare agar mosi tidak percaya berhasil.

Baca Juga: Kronologi Kerusuhan di Pulau Solomon, Demo Menuntut PM Sogavare Mundur

Menurut Wale, sebagian besar warga Kepulauan Solomon marah pada perawatan kesehatan yang tidak memadai, tanah utama diambil oleh orang asing, dan perusahaan penebangan kayu mengesampingkan kepentingan lokal.

Penjarahan dan kekerasan yang meletus pada (24/11) lalu harus dikecam tetapi tidak ada
artinya jika dibandingkan dengan penjarahan yang terjadi di puncak.

Protes anti-pemerintah meningkat menjadi kekerasan yang menewaskan 4 orang dan
menghancurkan sebagian besar Pecinan Honiara setelah Sogavare menolak untuk berbicara dengan demonstran yang telah melakukan perjalanan dari Provinisi Malaita.

Provinsi tersebut memiliki sejarah perselisihan dengan Provinsi Guadalcanal, tempat
pemerintah nasional berada, serta Provinsi Malaita menentang peralihan oleh pemerintah
Sogavare pada tahun 2019 lalu untuk secara resmi mengakui Tiongkok.

Wale mengatakan Malaita merupakan "kakak laki-kali" dalam keluarga Kepulauan Solomon dan memiliki kapasitas untuk melawan pemerintah nasional.

2. Protes besar-besaran yang berujung kekerasan ini telah menewaskan sebanyak 4 orang 

Baca Juga: Pulau Solomon Rusuh, Australia Kirim Bantuan

Verified Writer

Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya